Kayaking di Situ Lengkong Panjalu
Kehadiran Omicron yang makin meluas membuat langkah wisata kita kembali terhambat. Yang sudah mau siap-siap liburan keluar negeri tahun 2022 ini terpaksa berpikir ulang. Tapi nggak perlu sedih apalagi sampai depresi. Diterima saja kenyataan yang ada dan dinikmati. Kita mesti bersyukur negara kita luas, banyak tempat menarik bisa dijelajahi di sekitar kita bahkan tanpa perlu naik pesawat. Seperti sudah ditampilkan di artikel sebelumnya, MyTrip menawarkan destinasi baru yang nggak terlalu jauh dari Jakarta: Panjalu di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Jadi, yuk kita liburan di Indonesia aja dulu.
Cara ke Panjalu bisa dibaca di sini. Karena untuk mencapainya dibutuhkan perjalanan dengan mobil pribadi selama sekitar 5 jam, maka durasi minimal untuk mengeksplor Panjalu adalah 3 hari, sudah termasuk pulang pergi. Berikut ringkasan perjalanan MyTrip awal Januari 2022 selama 3 hari.
HARI PERTAMA
Berangkat dari Bekasi pukul 7 pagi. Kami memutuskan makan siang lebih awal, sekitar pukul 10.45 di Restoran Cibiuk di Majalengka, karena kami nggak yakin akan tiba di Panjalu jam berapa. Tapi kalau sudah tahu rutenya, dan nyetirnya lebih cepat, atau berangkat lebih pagi, masih keburu makan siangnya di Panjalu aja.
Baca juga: “Alternatif Weekend Trip: Menyambangi Kebun Bawang di Majalengka”
Sebelum jam 2 siang kami tiba di Panjalu, tepatnya di Kancra Kayaking yang lokasinya tak jauh dari gerbang masuk Situ Lengkong. Iwan Wahyudi (biasa disapa Kang Iwan) dan Magdalena, pemilik Kancra Kayaking yang mengundang MyTrip, langsung menyambut dengan aneka camilan yang bahan dasarnya semua dari Panjalu. Ada nastar besar yang namanya banana tarte karena isinya pisang --bukan nanas, ada juga manisan dari kulit jeruk bali yang namanya kalua, serta cangkaleng (kolang-kaling, ceruluk).
Banana tarte
Kalua, manisan dari kulit jeruk bali
Cangkaleng (kolang-kaling)
Kami memanfaatkan sisa siang-sore itu dengan menyewa perahu untuk keliling Situ Lengkong. Harga sewa Rp250.000, perahunya bisa diisi sekitar 20 orang. Sebelumnya di gerbang, bayar tiket masuk dulu per orang Rp5.000. Rute keliling mengikuti arah jarum jam, jadi kita akan melewati dulu bagian belakang Masjid Raya Situ Panjalu yang cantik, lalu Nusa Pakel --dulunya pulau, tapi sekarang 1/4 bagiannya sudah menyatu dengan daratan. Setelah hampir satu putaran, perahu merapat ke Nusa Gede atau Nusa Larang, pulau yang berada di tengah-tengah Situ Lengkong. Pulau dan danau seluas 86.431 m2 ini ditetapkan sebagai cagar alam sejak 2014. Bahkan statusnya sudah cagar alam sejak 1919, zaman pendudukan Hindia Belanda.
Ini perahu untuk keliling Situ Lengkong
Masjid Raya Situ Panjalu terlihat saat keliling danau dengan perahu
Nusa Pakel
Di Nusa Gede terdapat makam Kanjeng Prabu Hariang Kancana, putra Prabu Sanghyang Borosngora, Raja Panjalu pertama yang memeluk dan menyiarkan Islam di Panjalu. Borosngora-lah yang memindahkan pusat kerajaan ke Panjalu. Nusa Gede dan makamnya ini menjadi destinasi ziarah yang populer sejak Gus Dur menyambanginya di tahun 2000 hingga kini. Saat MyTrip datang di tengah hujan gerimis, terlihat satu rombongan peziarah sedang bersembahyang di dalam cungkup makam.
Tangga menuju makam Kanjeng Prabu Hariang Kancana di Nusa Gede
MyTrip sempat diajak Kang Iwan berjalan melewati jalur yang sudah disediakan untuk masuk ke hutan yang masih sangat lebat karena memang pulau ini benar-benar terjaga keasriannya. Kami berakhir di gazebo yang merupakan tempat semedi, dan ada tugu/prasasti di situ. Tapi bukan prasasti kuno.
Masuk ke dalam hutan cagar alam di Nusa Gede
Sambil berjalan kaki kembali ke dermaga menuruni jalur anak-anak tangga yang beratap, Kang Iwan menunjukkan beberapa pohon di antaranya pohon kiara yang tumbuh dengan mencengkeram batang pohon induknya, juga pohon liana yang bisa menjadi sumber air bagi orang-orang yang tersesat di dalam hutan. Kalau beruntung kita juga bisa menjumpai aneka burung di sini. Sangat menarik mendengarkan penjelasan Kang Iwan tentang sejarah Panjalu maupun tentang aneka tanaman.
Di dermaga Nusa Gede terlihat dua patung harimau yang mengandung legenda yang menarik. Tentang dua pangeran yang akibat ulahnya tidak mematuhi larangan hingga berubah menjadi harimau. Bombang Larang dan Bombang Kencana namanya.
Dua patung macan, Bombang Larang dan Bombang Kencana di dermaga Nusa Gede
Naik perahu kembali ke dermaga daratan Panjalu tidak memakan waktu lama karena memang dekat. Hitungan menit!
Kami menginap di Villa Mandala Rumah Kebun, milik Kang Iwan dan Magda, yang suasananya mirip pondokan di pedesaan Belanda. Berwarna putih seluruhnya dengan banyak jendela kaca. Tak perlu AC karena udara Panjalu cukup dingin, sekitar 21 derajat celcius di malam hari dan 26 derajat celcius di siang hari. Panjalu berada di ketinggian 731 mdpl, di kaki Gunung Sawal.
Ruang makan di Villa Mandala
HARI KEDUA
Tentu saja pagi hari kedua ini kami isi dengan kayaking di Situ Lengkong. Ini memang tujuan utama kami datang ke Panjalu. Kayaking telah menjadi atraksi wisata baru di Panjalu yang bahkan telah menjadi andalan wisata Kabupaten Ciamis, sejak Kancra Kayaking beroperasi awal Oktober 2020. Cerita bagaimana awalnya pasangan Iwan dan Magda membuka operator kayaking di Panjalu silakan disimak di artikel selanjutnya.
Kancra Kayaking di Situ Lengkong, ini perahu kayaknya
Kancra Kayaking memiliki 24 unit kayak, ada yang single maupun double. Sebelum turun berkayak Kang Iwan memberikan briefing lengkap. Pokoknya kegiatan ini aman dan bisa dilakukan anak-anak sampai lansia asal bugar dan tidak punya keterbatasan fisik. Jenis perahu kayaknya sit on, bukan sit in, jadi mudah dioperasikan siapa pun, tak perlu skill khusus seperti kayak sit in. Ini memang jenis kayak rekreasional, bukan kompetisi.
Lansia pun bisa berkayak
Benar seperti yang Kang Iwan bilang, banyak sekali spot-spot di sekeliling Nusa Gede yang hanya bisa dijangkau dengan kayak. Detil cerita tentang kayakingnya dibahas di artikel lainnya di sini.
Selesai kayaking sekitar 1 jam, kami istirahat sejenak. Lalu bersiap naik mobil menuju Curug Tujuh Cibolang selama +/-30 menit melalui jalan menanjak dengan panorama gunung, lembah dan persawahan. Curug ini sudah berada di lain desa tapi masih Kecamatan Panjalu. Dari lokasi parkir jalan kaki ke gerbang curug 10 menit. Lalu dari gerbang ke Curug Dua hiking santai +/-30 menit. Curugnya hanya lebih pendek sedikit dari Curug Seribu di TN Halimun Salak Bogor. Dan oiya… curug yang kami datangi adalah Curug Dua, salah satu dari 7 curug di kawasan ini. Menurut Kang Iwan, Curug Dua paling tinggi dan paling bagus. Jadi kami pun tak berminat untuk menyambangi curug lainnya.
Curug Dua, bagian dari Curug Tujuh Cibolang
Kembali ke Desa Panjalu, kami late lunch di Benteng Cafe. Kafenya luas dengan banyak ruang makan semi outdoor, ada lesehan maupun meja-kursi. Menunya nasi liwet ikan dan ayam, mie goreng, nasi goreng, bakso, serta ada kopi bubuk khas Panjalu. Harganya sangat bersahabat.
Malam hari kami menikmati malam dengan ngopi-ngopi cantik di Kopi Sufi, lokasinya sudah agak keluar dari pusat keramaian Panjalu, dan dilewati saat mobil masuk ke Panjalu dari arah Jahim maupun Talaga. Ada lokasi indoor maupun outdoornya, dan cukup banyak spot selfienya. Harganya juga sangat bersahabat. Buat ukuran Jakarta, harga-harga di resto dan kafe di Panjalu memang memanjakan dompet.
Baca juga: "14 Tempat Makan & Santai Semi Outdoor di Bodetabek, Cianjur, Bandung, & Sukabumi (Bagian 1)"
HARI KETIGA
Kami luangkan waktu untuk melihat satu vila lagi yang dikelola pasangan Iwan dan Magda yakni Villa Panjalu. Berupa rumah dua tingkat yang memiliki teras terbuka persis ke arah Situ Lengkong. Cantik sekali pemandangan situ dari sini.
Melihat Situ Lengkong dari teras Villa Panjalu
Pemandangan Situ Lengkong
Dan kurang sah kunjungan ke Panjalu kalau nggak mampir ke Bumi Alit. Di sinilah disimpan pedang pusaka peninggalan Prabu Sanghyang Borosngora yang dibawanya dari Mekkah. Kita hanya bisa mengintipnya, itu pun pedangnya dalam kondisi dibungkus kain kuning. Kalau mau melihat utuh mesti datang saat upacara Nyangku yang digelar saat bulan Maulud.
Pedang pusakanya hanya bisa diintip
Di seberang Bumi Alit ada pasar tradisional. Kami hanya membeli gula aren di situ. Ingin blusukan untuk melihat ada apa saja, siapa tahu ada yang bisa dibeli lagi, tapi waktu sudah kurang mengizinkan. Lagipula kami sudah cukup mendapat buah tangan berupa aneka camilan dari Magda maupun dari Dadan Nurdiana, teman asli Panjalu yang mengenalkan MyTrip kepada Magda. Ada sebotol madu asli yang dititipkan Dadan, yang sangat layak buat dijadikan oleh-oleh dari Panjalu. Ada juga camilan semacam kembang goyang tapi ini asin gurih --bukan manis, yang namanya saroja. Juga ada keripik pisang yang rupanya juga menjadi andalan Panjalu. Jadi, kalau ke Panjalu, jangan lupa pulangnya bawa banyak buah tangan ya.
Membeli gula aren di pasar tradisional
O ya, sebelum meninggalkan Panjalu, kami makan siang dulu di Saung Nusa Sari, sebuah resto outdoor yang berada di tengah Situ Ciater Panjalu. Makanannya enak, harganya bersahabat, dan banyak spot fotonya. Ideal bukan?
Saung Nusa Sari
Jembatan jalan masuk ke Saung Nusa Sari
Salah satu menu di Saung Nusa Sari
Berminat ke Panjalu? Silakan hubungi MyTrip di 0811821006.