Fatu Ulan, cantik melintir
Bayangkan sebuah tempat di ketinggian di mana kita bisa memandang garis pantai dan gunung sekaligus serta sabana mengampar di hadapan! Memotret ke segala arah sama fotogeniknya! Jejeran bukit hijau maupun bukit batu berwarna coklat kemerahan dibingkai langit biru dan gerumbulan awan, gundukan padang sabana yang menjadi tempat sapi dan kuda mencari makan, lautan batu di antara padang rumput, pohon-pohon kaktus, jalan desa yang mengular serta perkampungannya, pendek kata, suguhan alam nan permai dapat terlihat 360 derajat dari sini. Sampai bingung hendak diabadikan dari sudut mana. Nama tempatnya Fatu Ulan, sebuah desa di Kecamatan Kie Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Gunung dan garis pantai
Jejeran bukit hijau dan sabana mengampar
Bukit batu coklat kemerahan
Padang sabana tempat sapi merumput
Lautan batu di antara padang rumput
Pohon-pohon kaktus
Tapi…. untuk mendapatkan pemandangan sempurna di sini dibutuhkan nasib baik, juga “insting BMKG” yang kuat --meminjam istilah Nuno, pemandu yang menjadi salah satu teman perjalanan saya ke sana Agustus 2022. Ya, di hari pertama kami mencoba ke Fatu Ulan, hanya kabut, kabut, dan kabut yang menyambut. Bagai tembok putih menghalangi pandangan. Nggak kelihatan sama sekali pemandangan yang kata Oom Ako --supir yang mengantar kami-- luar biasa indah!
Tapi bahkan di tengah pekatnya balutan kabut pun, Fatu Ulan masih menawarkan sensasi magisnya. Tak berpanjang kata, lihat saja foto-foto di bawah ini ya.
Hutan berkabut, tambah dramatis dibikin hitam-putih
Suasana Puncak Fatu Ulan dalam balutan kabut
Untung nasib baik berpihak pada kami, dan “insting BMKG” Oom Ako kuat. Esok paginya terlihat dari Kota Soe, ibu kota Kabupaten TTS, langit ke arah selatan --ke arah Fatu Ulan, terang! “Kita ke sana lagi sekarang, pasti cerah ini di atas,” ajak Oom Ako penuh semangat.
Perjalanan dari Kota Soe melewati Niki-Niki dan setelah itu Desa Oinlasi, kemudian masuk ke jalan kecil berupa tanah merah yang kadang bercampur batu kerikil, menanjak, berliku-liku, memakan waktu sekitar 2 jam. Direkomendasi untuk naik mobil 4WD ke sini. Sepanjang jalan, di area yang sudah mulai tinggi, dari jendela mobil kami bisa melihat pemandangan ke Kota Soe di kejauhan dan perkampungan serta jalan mengular yang telah kami lewati di bawah sana.
Jalanan yang dilalui menuju Fatu Ulan
Jalan mengular di bawah sana
Ini jalan masuk ke Puncak Fatu Ulan
Dari jalanan terbuka, lalu masuk ke hutan dengan untaian daun-daun merambat yang melambai. Kami pun berhenti lagi di tengah hutan ini, kali ini berfoto dalam kondisi cuaca sangat cerah. Hasilnya sangat kontras dengan sehari sebelumnya. Bisa dilihat di foto di bawah ini.
Foto saat berkabut dan saat cerah, kontras!
Puncak Fatu Ulan ditandai dengan adanya pohon yang rantingnya melengkung --bukti tiupan angin yang kuat dan konsisten, dan lautan batu-batu serta sabana di sekitarnya. Dan wowww…. Tersuguhlah di depan mata pemandangan yang cantik melintir di segala penjuru. Makin maju ke ujung tebing, makin tambah lagi cantiknya. Dan terlihatlah tebing batu menjorok seperti tanjung yang menjadi spot foto favorit di Fatu Ulan. Ke Fatu Ulan nggak berfoto di sini, ibarat datang ke pesta nggak nyicip kambing guling yang antreannya panjang, hihihi… Kami pun mengeksplor angle foto separipurna mungkin, jauh-dekat, landscape-portrait, kiri-kanan, depan --sayang dari belakang nggak bisa karena saya nggak punya drone. Hasilnya, banyaaak…. Ada yang terlihat garis Pantai Kolbano yang berwarna biru kehijauan khas itu. Juga tertangkap kamera bagian lereng gunung yang terkikis. Saya sampai bingung milihnya. Silakan dilihat-lihat.
Pohon melengkung di Puncak Fatu Ulan
Tebing batu menjorok yang menjadi spot foto favorit
Terlihat garis Pantai Kolbano
Bagian lereng gunung yang terkikis
Spot foto favorit
Spot foto favorit
Spot foto favorit
Spot foto favorit
Amankah tebing yang nampak condong ke arah luar/jurang ini? Apalagi kalau kalian melihat ada sedikit retakan di bagian landasannya, yang harus dilangkahi untuk mencapai ujung tebing. Pasti pertanyaan itu terlontar. Saya sempat mengeceknya, untunglah bukan retakan maupun celah dalam yang serius. Dan menurut teman-teman yang paham, saat melihat sudut kemiringan tebing ini dari foto-foto yang saya bagikan, mereka bilang ini aman. Semoga terus aman dan kuat supaya kalau tahun depan saya ajak ke sini, kalian juga bisa berfoto di spot wajib ini. Tapi harus hati-hati.
Sudut kemiringan tebingnya tergolong aman
Semoga spot favorit ini tetap bertahan
Tapi area Puncak Fatu Ulan tentu bukan cuma itu aja. Saya pun mengeksplornya ke segala arah. Puas! Termasuk memotret sapi-sapi yang sedang merumput.
Sapi-sapi merumput
Kami juga mampir ke area lainnya di Fatu Ulan. Masuk melalui hutan ampupu (sejenis eucalyptus) dengan pemandangan di depannya nggak kalah indah. Di balik hutan ini tergelar sabana yang lebih luas. Dan, banyak kuda dan kambing! Di satu sisi terlihat garis pantai dengan warna biru kehijauan, tapi bukan Pantai Kolbano --yang jelas pesisir selatan Pulau Timor. Dari sini juga, kalau cuaca cerah dan masih belum tengah hari, kita bisa melihat Gunung Mutis di Fatumnasi, masih di Kabupaten TTS tapi di sebelah utara. Dengan petunjuk Oom Ako yang sangat menguasai daerah ini, saya pun berhasil melihat Gunung Mutis walau agak samar, sudah agak kesiangan soalnya. Maaf nggak ada bukti fotonya, karena lensa kamera HP nggak secanggih lensa mata dan kacamata saya, wkwkwk… Silakan nikmati foto-foto lainnya.
Spot lain di Fatu Ulan, masuk melalui hutan ampupu
Pemandangan di depan hutan ampupu tak kalah indah
Sabana dan kuda-kuda merumput
Sabana dan garis pantai di kejauhan
Kalau nggak ingat perut sudah merajuk minta diisi, ingin rasanya terus berlama-lama di sini. Nasi bungkus sih ada di mobil, sudah dibeli dari Kota Soe, karena nggak ada warung makan di Fatu Ulan. Tapi angin saat itu sangat kencang, nggak cocok untuk buka bekal makan di situ. Dengan berat hati kami meninggalkan Fatu Ulan.
Saya akan kembali tahun depan. Siapa mau ikut?