TAK ADA RANGGA DAN CINTA DI RATU BOKO 2016-12-03 00:00

 

Rangga dan Cinta bergandengan tangan. Mereka sangat gembira, ketika pertama kali bertemu setelah terpisah beberapa tahun. Mereka menelusuri segala objek wisata di Yogyakarta. Senyum-simpul menyembul. Sesekali rayuan genit bertebaran ke mana-mana. Rasa rindu seakan larut di pertemuan itu.                                                                                   

Mereka mengunjungi salah satu objek wisata yang ada di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Tangan Rangga menjuntai, membantu Cinta yang kesulitan melintasi bebatuan bangunan candi. Mereka melewati beberapa genangan air, yang tampak seperti kolam. Lalu, ngobrol di bebatuan besar, sisa peninggalan masa lampau.                                               

Fragmen tadi adalah salah satu adegan dalam film Ada Apa dengan Cinta 2 (AADC 2), yang membuat para pentonton ?terutama mantan penonton AADC pada 2002? baper. Lokasi pengambilan gambar memang 70 persen ada di Yogyakarta. Salah satunya di situs Ratu Boko, Jalan Raya Yogya-Solo km 16, Prambanan, Yogyakarta.                                               

Ada banyak alternatif mengunjungi Ratu Boko dari Kota Yogyakarta. Pengunjung bisa naik bus Trans Jogja hingga terminal Prambanan. Di Candi Prambanan, ada angkutan minibus yang siap mengantarkan wisatawan pulang-pergi dengan membayar untuk tiket terusan sebesar Rp 45 ribu. Tapi, saya tak mengikuti jalur tadi. Saya nekat pergi ke sana memakai jasa ojek online.

 

RERUNTUHAN KEJAYAAN MATARAM KUNO

Ratu Boko, menurut beberapa informasi yang saya dapatkan, kurang tepat disebut candi. Sebab, dari sisa peninggalannya, situs ini bukan sebagai tempat pemujaan atau religi. Namun, lebih mirip bekas bangunan istana raja.     

 

                                                                 

Sebutan Ratu Boko sendiri berasal dari legenda rakyat setempat. Ratu Baka dalam bahasa Jawa bisa diartikan “Raja Bangau”. Ia adalah ayah dari Loro Jonggrang, yang menjadi sebutan untuk candi utama di kompleks Candi Prambanan.                                                

Informasi yang saya dapatkan dari selebaran keterangan objek wisata Ratu Boko, situs ini peninggalan masa Mataram Kuno, abad ke-8. Tempat ini sudah dimanfaatkan sejak masa Dinasti Syailendra, dengan penguasanya bernama Rakai Panangkaran.                  

Harga tiket masuk ke Ratu Boko terbilang murah, jika dibandingkan dengan kepuasan batin yang kita terima. Tiket dibanderol Rp 25 ribu. Luas seluruh kompleks candi ini sekitar 25 hektare.                                                                                                                             

Berkunjung ke sini, kita akan merasa bak raja. Dari muka Ratu Boko saja, perasaan saya seperti sedang disambut ratusan rakyat dan prajurit perang. Jalan menuju gerbang utama cukup panjang dan lurus. Lalu ada anak tangga untuk memasuki gerbang besar setinggi 5,5 meter yang terdiri dari 3 pintu. Kemudian, kita masuk lagi ke gerbang kedua yang terdiri dari 5 pintu, setinggi 4,5 meter.            

 

Gerbang utama pertama

 

Gerbang utama kedua

                                                                                               

Ada enam spot utama di dalam Istana Ratu Boko, yakni candi pembakaran dan sumur suci, paseban, pendopo, kolam, gua, dan kaputren. Candi pembakaran dan sumur suci letaknya ada di sisi kiri setelah kita masuk ke pintu gerbang kedua. Candi pembakaran memiliki panjang 22,6 meter, lebar 22,33 meter, dan tinggi 3,82 meter. Sedangkan sumur suci memiliki kedalaman air di musim kering 2 meter. Dahulu, sumur suci digunakan untuk keperluan upacara religi di candi pembakaran. Air dari sumur itu dipercaya membawa keberuntungan.                                                                                                                                                                               

Paseban terletak agak ke dalam kompleks Ratu Boko, di sebelah kanan. Bentuknya, dua bidang batu berbentuk kotak dan saling berhadapan. Paseban artinya balai yang digunakan untuk menghadap raja. Belum diketahui banyak informasi untuk apa paseban ini di masa lalu. Namun dari penamaan dan bentuknya, bisa jadi tempat ini memang difungsikan sebagai ruang tamu atau teras di masa kita sekarang. Sebuah tempat untuk menunggu si empunya rumah, dalam hal ini sang raja.

 

Paseban

 

Pendopo bisa kita temukan jika berjalan terus ke kanan, makin ke dalam, dari gerbang utama tadi. Pendopo dibentengi pagar batu yang tinggi, dengan tiga buah pintu di masing-masing sisi. Di tengahnya ada bidang batu berbentuk kotak yang lumayan luas. Menurut para ahli, dahulu tempat ini memiliki tiang-tiang. Namun karena sifat kayu yang mudah lapuk ditelan usia, kayu penyangga atau tiang tadi sudah raib. Hilang ditelan zaman.

 

Gerbang Pendopo

 

Lalu, ada kompleks kolam yang indah. Sekilas seperti hanya genangan air saja. Namun jika diperhatikan, kolam-kolam ini berpola, mengikuti arsitektur bangunan Ratu Boko. Ada 2 bagian kompleks kolam, yang dipisahkan dinding dan dihubungkan pintu. Di utara ada 7 kolam. Sedangkan di selatan ada 28 kolam.

 

Kolam                                                                                                                        

 

Keputren atau yang dalam bahasa Indonesia disebut “daerah wanita” ada di dekat kompleks kolam. Ada dua bidang batu berbentuk kotak di sini.

 

Keputren

 

Terakhir, spot di dalam Ratu Boko yang harus dilihat adalah gua. Namun, jangan membayangkan gua ini memiliki kedalaman dan gelap. Gua ini, yang terletak di bebatuan mirip bukit, hanya punya kedalaman sekitar tiga meter saja. Ada dua gua, wadon dan lanang. Di gua wadon (perempuan), pengunjung bisa menemukan relief Yoni. Ada yang menyebut, fungsi gua ini dahulu sebagai tempat meditasi.

 

Gua

 

Di sebagian kompleks saat ini sedang dilakukan pemugaran dan ekskavasi. Maka tak heran banyak sekali peneliti dan pekerja yang sedang membenahi dinding-dinding dan bebatuan di dalam kompleks Ratu Boko.

Selain tempat-tempat tadi, ya yang bisa kalian nikmati adalah panoramanya. Dari sini kita juga bisa melihat Candi Prambanan. Panorama sekitar, dimanjakan dengan angin sepoi-sepoi, pasti akan membuat kita nyaman, tenang, dan betah.

Namun, tiba-tiba pikiran saya menggelayut ke senyum Cinta. Tak ada Rangga di sini. Begitu pula Cinta. Yang ada adalah keabadian tempat yang mempesona.

Teks & Foto: Fandy Hutari
Comment