Naik phinisi ke Pulau Pari
Banyak cara untuk mencapai Pulau Pari yang berada di Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Yang lazim dilakukan banyak orang, ikut open trip dengan naik kapal umum dari Muara Angke atau naik speedboat dari Marina Ancol. Kami memilih cara berbeda, carter phinisi! Mahal? Tergantung dari perspektif mana Anda menilainya. Ada harga ada barang, pastinya. Tapi kalau ramean --paling tidak 12 orang-- biaya per orangnya nggak sultan-sultan amat kok…. Tujuan healing juga tercapai.
Perjalanan dari Putri Duyung Ancol ke Pulau Pari dengan naik phinisi memakan waktu 2,5 jam. Menikmati sepoi angin laut sambil bercengkerama di geladak utama kapal sambil menyantap camilan adalah salah satu hal terbaik dalam day trip ini. Apalagi saat pertengahan Juni itu laut Teluk Jakarta sangat bersahabat.
Bercengkerama di geladak kapal
Yang nggak boleh dilewatkan tentunya “menginspeksi” seluruh sudut phinisi. Kamar-kamarnya cukup luas, bagian belakang kapal juga dijadikan tempat bersantai yang nyaman. Dan kami pun menemukan bagian-bagian Instagrammable buat berfoto: haluan kapal dan roof!
Berfoto di haluan kapal
Seru-seruan di roof
Pulau Pari menyambut kami dengan dermaganya yang bersih dan air laut berwarna hijau jernih. O ya bentuk pulau ini sesuai namanya, mirip ikan pari sedang merentangkan siripnya.
Pulau Pari, mirip ikan pari
Dermaga berair jernih
Acara kami di pulau berpenduduk ini tak lain adalah bersepeda. Sepeda-sepeda untuk kami sudah disewakan oleh pihak phinisi. Semua sepeda jenisnya sama, sepeda mini yang ada keranjangnya di depan. Dan memang semua sepeda yang disewakan di Pulau Pari ya begitu semua. Harga sewanya juga murah, Rp25.000 seharian.
Mulai start naik sepeda
Selamat datang di Pulau Pari
Tujuan pertama kami: Pantai Pasir Perawan. Tampaknya inilah destinasi populer di Pulau Pari. Ada gazebo-gazebo, warung-warung makan yang menjual kelapa muda. Pantainya cukup menarik dengan gusung-gusung pasir dan aliran air yang membentuk sungai kecil. Disediakan ayunan di salah satu sisi pantai yang tentu saja kami manfaatkan buat berfoto.
Pantai Pasir Perawan
Pantai Pasir Perawan
Pantai Pasir Perawan
Ayunan untuk berfoto
Meninggalkan Pantai Pasir Perawan
Tujuan berikutnya Pantai Tanjung Rengge. Berbeda dengan jalur dermaga ke Pantai Pasir Perawan yang melewati jalur konblok dengan kiri kanan rumah warga maupun homestay, menuju Pantai Tanjung Rengge kami melewati jalur pasir yang menyeruak di antara semak-semak tinggi. Berbeda pula dari Pantai Pasir Perawan yang cukup ramai, Pantai Tanjung Rengge sepiiii, hanya ada kami. Di satu sisi tampak pohon-pohon mangrove tapi masih jarang-jarang, dan di sisi lain laut lepas. Ada area teduh yang cukup luas, kami pun berfoto di batang pohon memanjang di bawah pohon. Beberapa hammock juga dipasang di bawah keteduhan, menggoda untuk ditiduri. Tapi kami harus segera kembali ke phinisi. Dari pantai ini ngegowes pedal sampai dermaga lagi sekitar 15 menit.
Barisan mangrove di Pantai Tanjung Rengge
Rombongan kami di Pantai Tanjung Rengge
Pantai Tanjung Rengge, laut lepas
Usai makan siang yang ditata dengan cantik dan elegan di meja makan phinisi, kami naik perahu untuk ke snorkeling spot. Pihak phinisi juga menyediakan satu perahu kayak dan satu stand-up paddle board yang bisa dipakai.
Snorkeling Pulau Pari
Main stand-up paddle board
Atas seizin kapten kapal dan pemandu, beberapa dari kami juga melompat ke air dari haluan kapal setinggi +/-4 meter. Sensasi mendebarkan yang bikin nagih.
Yuk lompat!
Sisa sore pun kami habiskan lagi dengan beragam aktivitas di atas phinisi. Sebelum tiba kembali di Putri Duyung Ancol, kami mendapat suguhan light dinner. Kurang lebih 12 jam kami menikmati fasilitas di phinisi dan eksplor Pulau Pari. Nama phinisinya Augustine, yang tadinya bakal beroperasi di Labuan Bajo, tapi gegara pandemi akhirnya dilabuhkan di Teluk Jakarta saja, menanti tamu-tamu yang ingin menikmati Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribunya dengan cara berbeda. Cek Instagramnya: @augustinephinisi