Bebek panggang sedap ala Dapur Bali Mula
“Selamat datang kembali di desa, Mas!” kata Chef Yudi sambil tersenyum. Maklum, Dapur Bali Mula di Desa Les, Tejakula, Bali, kini sudah jadi ramai, jadi “pilgrimage” bagi banyak penggerak kuliner Indonesia. Salah satunya Reyza Ramadhan dari Parti Gastronomi, kebetulan saja pas ada di Les bersama saya. Seolah belon sah jadi “pakar” kuliner Indonesia kalau belum sowan ke sini! “Saya senang Mas, melihat semangat belajar chef-chef muda Jakarta. Keren!” kata Chef Yudi lagi.
Baca juga: "Les is More! More! More! (Bagian 1 - Makan Siang)"
Memang, pengalaman yang ditawarkan luar biasa. Pagi-pagi saya dan Kang Reyza sudah bersiap di bibir pantai Warung Tasik, menunggu kapal nelayan yang berlabuh. Begitu tiba, deg-degan: apa tangkapan hari ini? Ada ekor kuning dan ada tuna! Chef Yudi langsung gerak cepat: “Tuna bisa kita bikin sashimi. Sisanya, ikan dalam bambu. Aman pokoknya!” katanya. Sang nelayan kemudian menggunakan tali pancing dan mengikat mulut ikan tangkapan supersegar ini, supaya bisa digantung di stang motor. Bebas kantong plastik!
Chef Yudi dengan hasil tangkapan ikan
Kami langsung ke Dapur Bali Mula, tak lama kemudian sarapan sudah siap. Blayag --ketupat yang dibungkus daun janur, khas Buleleng-- lengkap dengan kuah santan, ikan goreng sambal terasi, urap sayuran, ayam suwir. Ikannya baru mati beberapa jam lalu, dagingnya tidak pernah kena lemari es: benar-benar konsep “sea to table”. Sedap! Kemudian ada agar-agar dari rumput laut dengan parutan kelapa, plus laklak dan kue mangkok. “Habis ini lihat air terjun dulu, baru makan siang, Mas!” kata Chef Yudi.
Sarapan blayag dengan kuah santan
Agar-agar kombu (rumput laut) dengan parutan kelapa
Air terjun? Tentu saja, kalori perlu keluar supaya bisa diisi lagi! Rupanya, kalorinya banyak juga. Dari parkiran mobil, kami membutuhkan waktu 30-45 menit melalui jalan setapak menanjak, dari beton, lalu batu, dan berubah tanah setelah menyeberang sungai. Kami tiba-tiba dikelilingi pohon bambu besar, batu-batu granit, dan pohon pakis raksasa. Indah! Tiba-tiba, ada rumah di tengah hutan, bagaikan rumah kue jahe di kisah Hansel dan Gretel. Apa itu? Villa! “Ada komunitas yoga di sini, Mas, dari Rusia dan Eropa lainnya,” kata Mbah Luh yang mengantar kami. Edan, ini Bali, Bung! Pikir saya, ketika seorang berambut pirang melintas untuk turun.
Baca juga: "Kalau ke Air Terjun Sekumpul di Buleleng Bali, Sekalian Juga ke Air Terjun Lemukih"
Setelah mencicipi air sumber suci untuk melukat (upacara membersihkan diri), kami mencapai air terjun Yeh Mempeh. Tebing granit tinggi, air yang tercurah indah. Air bening mengaliri batu-batu, jernih dan menyegarkan. Bahkan anak-anak pun bisa menikmati sungai yang jinak ini, luar biasa! Dan satu hal lagi: cukup bersih, dengan dua tempat meletakkan canang (sesaji) di situ. Pengunjung nampak bebas bercengkerama, namun tidak nyampah dan menghormati tempat ini. Satu budaya khas Bali sehingga tempat wisatanya terjaga asri!
Air segar dari sumber alami untuk melukat
Air Terjun Yeh Mempeh
Dalam kondisi lapar, kami kembali ke Dapur Bali Mula untuk makan siang. Chef Yudhi sudah siap dengan sashimi! Ikan tuna yang tadi pagi ditangkap, langsung disajikan mentah dengan saus arak dan kecap. Wow, sedap! Sisanya, hidangan andalan Dapur Bali Mula: ikan masak dalam bambu, lawar daun cabe puyang, lawar gurita, lawar cumi, sup ikan. Semuanya segar dengan bumbu base genep Bali yang khas. Mantap!
Sashimi tuna segar
Chef Yudi menyiapkan ikan masak dalam bambu
Sup yang menggunakan cabe puyang
Karena kami cukup lama di Les, kami bisa mencicipi beberapa menu lainnya. Chef Yudhi juga menghidangkan iga bakar, hidangan andalan di Warung Sunset yang tutup sementara, disertai urutan (sosis) ala Bali yang bersih sedap setara chorizo Spanyol. Kemudian, bebek panggang! Dipanggang di grill dengan bambu, dua ekor bebek dengan bumbu bbq ala Bali, tersaji di piring dengan sambal mbe (bawang goreng). Saya heran, bagaimana bebek panggang yang kelihatannya hanya diputar-putar saja ini, bisa menjadi empuk, matang sempurna, pas rasa bumbunya. Luar biasa! Apalagi, ditutup dengan arak nangka yang datang dari guci dengan ukiran naga. Kenapa bukan garuda? Sebuah pertanyaan yang pasti dijawab dengan senyum simpul oleh Chef Yudi!
Iga bakar Warung Sunset
Urutan (sosis) ala Bali
Bebek panggang ala Dapur Bali Mula
Pengunjung memanggang bebek di Dapur Bali Mula
Les, is now even more. Ayo, kunjungi Les dan rasakan dahsyatnya kuliner Bali Utara!
Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.