Tanimbar Kei, pulau kecil, tapi lengkap 5 agama
Tanimbar Kei belum pernah masuk dalam rencana trip apalagi bucket list saya. Yang masuk bucket list malah Tanimbar. Ya, dua pulau ini berbeda, walaupun sama-sama berada di Kabupaten Maluku Tenggara Provinsi Maluku. Tapi tiba-tiba nama Tanimbar Kei mencuat saat kami, rombongan MyTrip, sudah berada di Pulau Kei Kecil dan berencana sambung eksplor Pulau Kei Besar pada Oktober 2022.
Durasi hari yang kami alokasikan untuk eksplor Kei Besar ternyata kelebihan karena ada beberapa tempat yang aksesnya terputus. Jadilah pemandu lokal kami, Noval, menawarkan destinasi lain: Tanimbar Kei. Tanpa pikir panjang saya bilang, “Bungkus!”
Baca juga: "Ngurtafur di Kepulauan Kei: Pasir Timbul Terpanjang dan Bonus Kawanan Pelikan"
LOKASI DAN CARA MENCAPAI TANIMBAR KEI
Desa Tanimbar Kei berada di Pulau Tanimbar Kei yang merupakan bagian dari gugusan Kepulauan Kei. Posisi pulaunya di ujung barat daya dari Pulau Kei Kecil. Secara administratif masuk ke Kecamatan Kei Kecil Barat Kabupaten Maluku Tenggara Provinsi Maluku.
Tanimbar Kei di barat daya Pulau Kei Kecil
Dari Kei Besar (Pelabuhan Elat) kami naik kapal umum ekspres kembali ke Kei Kecil (Pelabuhan Watdek di Kota Langgur, sisi timur Kei Kecil). Makan siang dulu, baru kemudian naik mobil ke Dermaga Debut, yang berada di sisi barat Kei Kecil, selama 30 menit. Dari Debut naik kapal kayu bermotor ke Tanimbar Kei 3,5 jam. Bisa lebih cepat kalau naik speedboat bermesin lebih besar, bisa juga lebih lambat kalau mesinnya lebih kecil. Sedangkan cara untuk ke Kei Kecil dari Jakarta silakan baca di sini.
Dermaga Debut
Inilah kapal kayu bermotor yang membawa rombongan MyTrip ke Tanimbar Kei
DISAMBUT GELANG BESI DAN JAMUAN MAKAN
Matahari terbenam nan syahdu menyambut kedatangan kami ke Tanimbar Kei. Saat itu air surut, hamparan rumput laut yang dibudidayakan warga Tanimbar Kei terlihat. Karena air sangat surut itulah kapal kayu kami tak bisa merapat ke dermaga, jadi kami ditransfer ke perahu kecil.
Matahari terbenam menyambut kedatangan kami ke Tanimbar Kei
Hamparan rumput laut
Dari kapal kayu yang agak besar kami pindah ke perahu kecil
Jalan kakilah kami di tengah kegelapan malam dari dermaga ke kampung tempat kami akan menginap. Dan, ups…. ternyata ada penyambutan untuk kami lho… Bukan karena kami tamu penting, tapi karena memang begitulah mereka menyambut tamu. So sweet ya…. Kami diberi gelang besi berwarna keemasan sekaligus dipakaikan di lengan kami satu per satu.
Baca juga: "Jangan Lupa Cicipi Pisang Goreng Enbal Saat Liburan di Pulau Kei Ya..."
Jamuan makan malam nan menggiurkan pun telah menanti. Menu utamanya tentu ikan bakar dan ikan kuah kuning serta enbal/embal bubuhuk (olahan tepung singkong). Pendampingnya ada lat-lat (anggur laut), sirsir (sayur daun singkong, daun pepaya, bunga pepaya), singkong kukus, dan ada penganan manis juga.
Jamuan makan malam yang enak-enak semua
Penganan manis
Ini lat-lat (anggur laut) saat masih segar
Sebelum menyantapnya kami berdoa bersama dulu. Dilanjutkan dengan penjelasan dari para mama-mama tentang makanan khas yang disajikan tersebut.
Berdoa bersama sebelum makan
Dijelaskan dulu tentang makanan khasnya
Makan malam yang sederhana tapi nikmat
TAK ADA PENGINAPAN
Malam itu kami tidur dengan perut kenyang. Tidur di mana? Jangankan hotel, homestay pun tak ada. Jadi untuk kami bertujuh disediakan dua kamar sederhana di rumah tua Pak Kepala Desa. Rumah berdinding kayu dan beratap rumbia. Listrik yang berasal dari generator dipadamkan pada malam hari sekitar jam 11. Ya tentu untuk menghemat bahan bakar. Karena PLN belum masuk Tanimbar Kei. Bahkan hingga saat artikel ini dibuat. Jadi warga Tanimbar Kei menggunakan genset dan panel surya untuk mendapatkan listrik.
Ini rumah tempat kami menginap 1 malam di Tanimbar Kei
EKSPLOR KAMPUNG ADAT
Esoknya usai sarapan kami pun mulai mengeksplor desa yang sangat bersahaja ini. Jalan desanya rapi dan bersih. Rumah-rumah warga yang sangat sederhana juga tampak cantik digantung-gantungi pot berisi tanaman. Kami berjalan hingga ke pesisir, terlihat suasana kampung nelayan. Warga Tanimbar Kei mata pencaharian utamanya ya sebagai nelayan dan petani, juga peternak. Paling banyak warga membudidayakan rumput laut dan menanam kelapa. Beternak, kebanyakan babi dan sapi.
Jalan desanya rapi dan bersih
Salah satu rumah warga
Suasana kampung nelayan
Pulau Tanimbar Kei yang luasnya 10 km2 ini terbagi menjadi dua lokasi permukiman, yakni kampung atas dan kampung bawah. Kampung atas yang berada di atas tebing batu paling disakralkan. Penduduk asli mayoritas tinggal di kampung atas, kepercayaannya masih animisme dan dinamisme. Sedangkan pendatang atau warga yang sudah menganut agama tinggal di kampung bawah.
Deretan rumah adat di kampung atas
Pagi itu kami mengunjungi kampung atas dengan menaiki tangga-tangga batu. Tingginya sekitar 15 m. Begitu sampai di atas, terlihatlah beberapa kampung adat yang berdinding kayu dan beratap rumbia. Rumah-rumah tradisional ini sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka. Asal ke sininya diantar oleh pemandu warga lokal, kita bisa memotret rumah-rumah adat ini.
Tangga menuju kampung atas
Rumah berdinding kayu beratap rumbia
Berfoto bersama di depan rumah adat di kampung atas
Dari atas sini pemandangan ke arah teluk di hadapannya indah. Terasa damai dan syahdu.
Pemandangan indah dari atas kampung adat
ADA HUBUNGAN ERAT DENGAN BALI
Jangan kaget melihat ada pura Hindu Bali di kampung atas. Yang sayangnya kami tak berkesempatan masuk karena sedang ada acara. Para wanitanya memakai ikat pinggang kuning di pinggang dan prianya memakai udeng di kepala saat ada upacara-upacara adat. Leluhur orang Tanimbar Kei memang dari Pulau Bali dan juga ada yang dari Jawa.
Pura Hindu Bali di kampung atas
Orang Tanimbar Kei yang merupakan sub-etnis orang Kei, adalah satu-satunya kelompok etnis di Indonesia Timur yang masyarakatnya mayoritas menganut Hindu; sebanyak 67% beragama Hindu.
TUGU PANCASILA LIMA AGAMA
Orang Tanimbar masih sangat teguh memegang dan menjalankan adat istiadat. Adat yang dipatuhi secara turun-temurun ini mengatur kehidupan mereka, sebagai kontrol sosial. Di satu sisi adat menjadi pedoman hidup, di sisi lain agama juga dianut oleh mereka. Bahkan di pulau sekecil ini, yang warganya tidak sampai 1.000 jiwa, terdapat pemeluk 5 agama, Islam, Kristen Protestan, Katolik, Buddha, dan Hindu yang semuanya hidup rukun dan damai.
Dibangunlah Tugu Pancasila yang menyimbolkan kerukunan lima agama tersebut. Kami bertujuh kebetulan mewakili 4 agama, hanya Hindu yang tak terwakili.
Tugu Pancasila. Kami bertujuh mewakili 4 agama
Kami sempat juga mengunjungi dua gereja, gereja Katolik dan gereja Kristen Protestan. Semuanya sangat sederhana.
Gereja Katolik
Gereja Kristen Protestan
Sungguh sebuah pulau yang sangat bersahaja apa adanya tapi sarat keunikan yang tak ditemui di tempat lain.
Tiba saatnya untuk meninggalkan Tanimbar Kei
Sayangnya kami tak sempat nyemplung ke laut apalagi snorkeling. Padahal lautnya begitu beningnya…..
Lautnya beniiiiing….