Berfoto di dasar Curug Jagapati
Kami, curug hunter, tanpa berpikir panjang mengiyakan saja ajakan pergi ke Garut demi melihat Curug Jagapati. Saya bahkan baru sempat melihat foto-fotonya di Instagram saat sudah berada di perjalanan menuju ke sana, tepatnya saat melintas di Tol Cipularang. Kami baru menyadari bahwa jarak curug ini dari Kota Garut masih jauuuh banget! Dan lokasinya nanggung di tengah rute menuju Pameungpeuk di Garut Selatan. Sehingga untuk memutuskan menginap di mana yang dekat lokasi curug, itu sulit. Untunglah ternyata, faktanya, Curug Jagapati memang layak dibela-belain. Cakep banget!
LOKASI DAN RUTENYA KE SANA
Curug Jagapati berada di Kampung Padarame Desa Neglasari Kecamatan Cisompet Kabupaten Garut, Jawa Barat. Dari KM 0 Jalan Tol Jakarta-Cikampek jaraknya 261 km, waktu tempuh dengan mobil 5,5 jam (fastest route, the usual traffic, nonstop).
Rutenya: Masuk Tol Jakarta-Cikampek Layang (atau Jakarta-Cikampek yang biasa), lanjut Tol Cipularang, lanjut lagi Tol Purbaleunyi, keluar di exit Cileunyi di KM 155. Belok kanan ke arah Garut/Tasikmalaya, menyusuri Jl. Nasional III, lalu begitu ada percabangan, ambil kanan (kalau kiri ke Tasikmalaya) ke Jl. Raya Bandung-Garut. Setelah bundaran Kota Garut ambil kanan ke Jl. Raya Samarang, ikuti ke arah Pameungpeuk (pesisir selatan Garut). Jalannya turun naik berlika-liku. Pastikan kendaraan sehat dan yang menyetir sudah berpengalaman di medan seperti ini.
Baca juga: “Ini Dia 3 Kebun Teh Instagenic di Bandung”
Kalau sudah berada di area Kebun Teh Neglasari, mulailah perhatikan ke sebelah kiri, berbeloklah ke jalan kecil di kiri begitu terlihat plang berwarna putih bertuliskan “SMPN 3 Cisompet” dan plang dari bilah-bilah kayu berwarna coklat dengan tulisan “Selamat Datang di Objek Wisata Curug Jagapati Ds. Neglasari-Kec. Cisompet”. Sayang memang plang ini kecil dan orang gampang missed. Mengandalkan Google Maps saja juga ternyata nggak cukup, karena tidak ada perintah untuk berbelok di sini sehingga kami sempat terlewat.
Ini dia belokannya di sebelah kiri jalan
Masuk ke dalam sekitar 2 km, melewati jalan aspal yang tak mulus atau makadam yang hanya selebar satu mobil. Tapi kalau papasan bisa kok cari area yang sedikit lebar meski roda mobil harus turun dari badan jalan. Di kiri kanan terlihat persawahan maupun perkebunan teh dan juga perkampungan, dan tentu SMPN 3 Cisompet.
Kondisi jalanannya
SMPN 3 Cisompet di tengah kebun teh
Waktu kami lewat, tanggal 29 November 2020, ada ruas yang amblas, diganti dengan jembatan batang kelapa. Sekitar 20 menit, tibalah di gapura cukup besar bertuliskan “Selamat Datang”. Di situlah mobil dan motor harus diparkir, di dekat Warung Odading Ceu Eti, satu-satunya warung di situ. Entah kalau beberapa bulan lagi, kemungkinan sudah ada warung lain.
Gapura Selamat Datang, kendaraan diparkir di sini
Warung Odading Ceu Eti, jual aneka minuman dan juga mie instan
TREKKINGNYA TERNYATA NGGAK JAUH-JAUH AMAT
Dari warung mulailah jalan kaki. Awalnya jalanan cukup lebar, jalan desa berupa makadam. Lalu di satu titik ada jalan setapak ke kiri, oleh pemandu lokal kami diajak lewat sini, jalan tanah setapak, menurun. Kemudian berganti pematang sawah, lalu masuk jalur kebun warga dan hutan.
Menuju jalan setapak ke kiri. Ke kanan jalan makadam
Melewati pematang sawah
Jalurnya sudah dibuat undakan
Trek turunnya di beberapa ruas cukup terjal, tapi untunglah tanahnya sudah dipaculi dan dibuat undak-undakan. Jalan santai sekitar 20 menit, tibalah di spot di mana kita bisa melihat curug dari kejauhan tapi sudah terlihat utuh 4 tingkat. Tingkatannya membentuk zigzag, ini yang bikin unik. Breathtaking! Semua lelah terbayar!
Sampai sini sudah bisa melihat curugnya. 4 tingkat zigzag
Tapi jangan puas sampai di situ,turun lagi ke bawah sampai ke dasar curug. Saya pikir jalurnya bakal sulit dan jauh. Ternyata nggak, saya turun pelan-pelan, makan waktu nggak sampai 10 menit. Dan di ujung jalur sudah dibuat tangga-tangga batu yang tentu sangat memudahkan.
Ujung jalur sebelum sampai dasar curug, berupa tangga batu
Sebelum turun lewat tangga batu bisa memotret curug sampai terlihat dasarnya, tapi tingkat kedua dari atas tak terlihat
Jadi total waktu yang dibutuhkan untuk jalan kaki sampai ke dasar curug hanya 30 menit dengan medan yang nggak sulit-sulit amat, apalagi bagi yang sudah terbiasa dengan kegiatan outdoor. Balik naiknya memang cukup membuat tersengal-sengal dan waktu yang dibutuhkan lebih lama, sekitar 45 menit.
O ya, kalau Trippers memilih terus mengikuti jalur makadam juga bisa, akan sampai langsung di bagian bawah curug. Jalur inilah yang menurut keterangan Pak Dede Hilman, pengelola yang ngobrol dengan kami di Warung Odading Ceu Eti, nantinya akan dirapikan/dibangun sehingga mobil bisa masuk terus sampai ke bawah. Tinggal jalan kaki sedikit ke curugnya. Ini tentu akan menjadi alternatif menggembirakan buat yang nggak sanggup trekking.
Baca juga: “8 Jam dari Jakarta Demi Curug Citambur di Cianjur”
SPOT DAN AKTIVITAS FAVORIT
Akhir September Ridwan Kamil ke sini bersama istri dan mengunggahnya di Instagram tanggal 3 Oktober 2020. Setelah itu baru deh banyak yang memberitakan tentang curug yang baru dikunjungi Gubernur Jawa Barat ini. Padahal curug ini sudah mulai dirambahi wisatawan sekitar tahun 2017.
Spot tempat Ridwan Kamil berfoto itulah yang kemudian menjadi incaran. Dan kalau cuma mau ke spot itu, trekking-nya cukup 20 menit. Atau ke bawah lagi deh sedikit sampai belokan, di situ angle-nya agak beda, tapi tetap menunjukkan curug 4 tingkat.
Spot favorit berfoto dari atas. Sampai sini cuma jalan kaki 20 menit
Turun lagi sedikit, bagus juga berfoto di situ
Angle-nya sedikit beda kalau turun lagi sedikit sampai pengkolan
Kalau mau menikmati full tentu harus turun ke bawah dan main air dong! Kolam alami di bawah curug paling bawah cukup dalam tapi aman direnangi buat yang bisa berenang saat debit air tak terlalu tinggi. Saat kami datang airnya sedang deras-derasnya, meluap keluar dari kolamnya. Jadi kami cuma berani berendam di aliran airnya. Itu pun harus hati-hati, harus mencari ceruk di antara batu-batu besar supaya nggak terseret arus.
Seru bermain air
Batu besar di sebelah kiri bisa dinaiki buat dijadikan spot foto tentunya. Sedangkan batu-batu maupun tebing batu di sebelah kanan juga bisa dihampiri dan dinaiki, tapi kami tak melakukannya karena untuk menyeberangi aliran air pun nggak bisa, terlalu deras.
Berfoto di batu sebelah kiri, diambil dari dekat
Berfoto di batu, diambil dari jauh
Bagusnya, hasil foto curug menjadi lebih bagus dengan debit air yang tinggi. Dan beruntungnya kami, meskipun datang di hari Minggu, tapi nggak ada pengunjung lain, jadi kami bebas berfoto tanpa bocor. Saat kami berjalan naik, barulah berpapasan dengan dua rombongan lain.
MENGINAP DI MANA?
Nah, inilah yang menjadi persoalan. Hasil pencarian kami, hotel terdekat dari Curug Jagapati hanya Villagio Hotel yang berada di Pameungpeuk, 8 menit berkendara ke Pantai Santolo, dan 50-60 menit ke Curug Jagapati. Jadi masih lumayan jauh, berjarak 25 km. Hotelnya sederhana tapi bersih, dengan tarif kamar Rp250.000-350.000.
Kalau menginap di kawasan Cipanas Garut maupun Samarang lebih jauh, berkendara ke curug sekitar 2,5 jam. Pilihan lainnya bisa di Sari Papandayan Resort di Kecamatan Cisurupan, jaraknya dari curug 45 km, berkendara 1 jam 45 menit.
Baca juga: “11 Curug di Bogor Berikut Tingkat Kesulitannya”
CERITA SERU KAMI
Tanpa melakukan riset memadai sebelum pergi, kami ceria-ceria aja berangkat dari Cawang pukul 10 pagi. Sempat galau begitu tahu menurut Google butuh waktu 6 jam-an untuk sampai Desa Neglasari, apalagi tambah macet di beberapa titik. Jelas nggak keburu langsung ke curug, jadi harus menginap dulu. Dengan beberapa pertimbangan akhirnya kami memilih Villagio Hotel, walaupun lebih ke arah selatan dari curugnya. Jadi total kami tempuh 10 jam untuk tiba di hotel termasuk 2X istirahat makan dan 1X isi bensin/toilet rest serta kena macet di beberapa titik termasuk macet di Tol Cipularang.
Esok paginya mampir sebentar ke Pantai Santolo karena dekat, baru cusss ke curug. Sudah pakai Google Maps tapi tetap nggak ketemu belokannya. Sempat nyasar salah belok, lalu akhirnya berhenti di warung pinggir jalan karena excited melihat ada curug bertingkat-tingkat terlihat di kejauhan. “Pasti itu curugnya!” seru kami. Karena pihak hotel bilang curugnya kelihatan dari jalanan.
Akhirnya kami sepakat menyewa dua orang lokal yang kami tanyai di warung untuk memandu kami ke curug. Sudah jalan beberapa menit, untung akhirnya nanya ulang dan nunjukin foto Ridwan Kamil di Curug Jagapati. Aaaah… ternyata salah! Kami justru sedang menuju Curug Gunung Limbung/Curug Tujuh Neglasari, yang tingkatannya lebih banyak (dari lihat hasil fotonya). Wakwawww….
Happy ending
Kami pun berputar haluan, tetap pada tujuan: Curug Jagapati. Untunglah pada akhirnya happy ending… Curugnya spektakuler. Pergi 10 jam, pulang 14 jam dilakoni dengan girang hanya untuk menyambangi satu curug! Kabur dari kebosanan di Bekasi/Jakarta /Bogor –rumah kami berlima. Bukan kabur dari yang lain kok… wkwkwk…