Sunset Point Uluwatu
Sunseeet! Kata ini muncul bak alarm bagi semua pekerja di Bali, sehingga meeting pun biasanya selesai on time pukul 17.00 supaya cukup waktu untuk sunset. Padahal, matahari terbenam juga di Cibitung, Balaraja, dan Sidoarjo! Tapi kenapa yang sibuk sunset cuma di Bali? Well, mungkin karena hanya di sini kita kepikir menyempatkan diri mengagumi keindahan alam ciptaan Tuhan ini!
Untuk sunset, tentu saja butuh pantai! Dan izinkan saya cerita sedikit mengenai wisata pantai, ketika Bali dilanda lockdown pandemi tahun 2021.
Baca juga: “Kapan Terakhir ke Monkey Forest?”
Satu yang tak biasa: sepi! Pantai utama seperti Kuta dan Seminyak, kondisinya kira-kira 30% dari masa nonpandemi, sehingga malah nyaman untuk dinikmati. Hanya modal bayar parkir, Kuta dan Seminyak bisa dinikmati sambil bayar 35K kalau mau minum kelapa muda. Hanya, karena ini pantai populer dan aksesnya sangat mudah, kondisi kebersihannya kurang terjaga. Seminyak lebih baik daripada Kuta, sementara Peti Tenget, pantai kecil di dekat Seminyak, boleh untuk altenarif pantai kecil dan sepi (tapi minim fasilitas).
Senja di Pantai Kuta
Sunset cantik di Pantai Seminyak
Pantai yang juga sedap dinikmati adalah Pantai Sanur. Di sini tidak ada sunset, adanya sunrise. Ada bagusnya mulai datang pukul 15.00, karena arahnya ke timur mengakibatkan pantai ini tidak sepanas pantai-pantai sunsetan. Problemnya adalah banyaknya kapal dan juga sampah plastik dari kapal, namun di beberapa sudut --seperti lokasi Lilla Pantai-- terdapat hamparan pasir putih cantik dengan ombak lembut dan opsi watersport (paddle boat, jet ski) yang “aman aman saja”, tidak seekstrem Tanjung Benoa. Shower terbatas, untuk hal ini Kuta atau Seminyak lebih bagus.
Pantai Sanur Lilla Pantai
Kami yang udik ini punya favorit baru: Uluwatu! Ternyata, Uluwatu bukan sekadar tari kecak sunset! Peninsula “kaki” Bali ini ternyata menjadi surga para surfer. Menjelang sore, terlihat bule-bule bermotor dengan surfboard memburu pantai-pantai sekitar Uluwatu. Kami sempat mampir ke Dreamland, indah mandraguna, sayang fasilitas minim dan banyak bangunan mangkrak di Pecatu.
Uluwatu
Pantai Dreamland
Di Pantai Padang-Padang, akses tangga curam cukup merepotkan, tapi kami menemukan bagian pantai yang berpohon teduh, kecil namun indah. Sayang, serombongan monyet mengintimidasi kami! Botol air mineral dan susu kotak dicolong, termasuk jeruk. Kenapa kawanan monyet ini gemar mengintimidasi kami, padahal tikar sebelah piknik nasi uduk tidak diganggu? “Mungkin karena kamu shio Monyet!” kata saya pada pang-enam (julukan untuk istri saya) disambut mata melotot!
Pantai Padang Padang
Paling terkejut adalah ketika kami menemukan Pantai Melasti. Rekomendasi dari hotel, ketika mencari pantai yang dekat karena sudah mepet jam sunset. Kami kira pantai biasa... tahunya... woww! Kami disuguhi tebing-tebing cantik, pintu gerbang luas (Biaya Rp 8K per orang), parkiran lega, jajaran kafe, dan fasilitas yang indah! Shower bersih dan banyak, pasir putih terhampar luas. Ciamik! Dengan fasilitas ini, predikat champion kami berikan pada Pantai Melasti!
Pantai Melasti
Yuk, pilih pantaimu, segera ke Bali jika sudah aman!
Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.