Beberapa koleksi Museum Swadaya Perang Dunia Kedua
Pada masa Perang Dunia Kedua Pulau Morotai di Maluku Utara menjadi basis pertahanan bagi Tentara Jepang untuk menguasai Asia Timur Raya. Kemudian lewat suatu pertempuran sengit yang dimulai pada 15 September 1944, Pasukan Sekutu pimpinan Jenderal Douglas MacArthur akhirnya bisa menyingkirkan Jepang. Tak heran kalau di Pulau Morotai banyak terhampar peninggalan-peninggalan perang, baik di darat maupun di dasar lautnya. Dan untunglah ada putra daerah bernama Muhlis Eso yang konsisten mengumpulkan benda-benda sisa perang tersebut dan kemudian dipajang di Museum Swadaya Perang Dunia Kedua.
Museum Swadaya Perang Dunia Kedua di Morotai, Hilang Nampak Kembali. Begitulah yang tertera di papan namanya yang dipajang di depan bangunan di tengah kebun kelapa yang beralamat di Jl. Amerika, Desa Jubela, Bom Magolong, Kecamatan Morotai Selatan. Awalnya sejak tahun 2003 Museum Swadaya dibentuk, barang-barangnya ditempatkan di bilik bambu sederhana. Tapi sejak 2014 museum sudah menempati bangunan yang lebih baik, tapi masih jadi satu dengan rumah tinggal keluarga Muhlis Eso.
Muhlis Eso tak hentinya berusaha mengumpulkan benda-benda peninggalan pasukan Sekutu maupun Jepang yang pernah bertempur di Bumi Morotai. Muhlis harus berkompetisi dengan para penjarah yang juga menginginkan barang-barang berharga tersebut. Untuk berburu Muhlis dan beberapa kawannya harus bolak-balik masuk hutan dan menggali lahan hanya dengan cangkul dan linggis. Ia juga menyisiri pulau-pulau kosong di sekitar Morotai. Beberapa barang ada juga yang ditemukan tak sengaja. Kadang Muhlis juga rela mengeluarkan uang untuk membeli benda sejarah dari warga lain yang kebetulan menemukannya.
Baca juga: "Museum Pusaka Nias, Salah Satu yang Terbaik di Indonesia"
Temuan pertamanya di usia 10 tahun adalah semacam lencana dengan lambang rajawali Amerika Serikat berangka tahun 1876. Mengapa Muhlis kecil pada waktu itu sudah hobi mencari barang-barang peninggalan perang? Kakeknya yang seorang pejuang kemerdekaan RI-lah yang berperan memicu Muhlis mencari ‘harta’ Morotai tersebut. Kakeknya banyak bercerita padanya tentang perang di Bumi Morotai yang juga termasuk di kampungnya.
Pencarian dan pengumpulan peninggalan perang terus dilakukan Muhlis dkk. Menurutnya masih ada sangat banyak yang belum ditemukan. Dulu bahkan ada yang masih berbentuk mobil utuh. Hanya saja sayangnya pada masa 1980-1990-an ada pihak-pihak yang membawanya keluar dari Morotai dan menjualnya sebagai besi tua. Sayang banget ya....
Baca juga: "Kalau ke Gorango Beach di Morotai, Pastikan ke Sebelah Kiri, Ada Surga di Sana"
ADA APA SAJA DI DALAM MUSEUM?
Begitu masuk ke ruang utama (ruang tamu rumah) kita akan melihat dinding penuh foto dokumentasi, tempelan berita-berita; peta Western Pasific, New Guinea, Filipina, sebagian Sulawesi, Maluku, Papua yang berisi catatan penyerangan-penyerangan dan wilayah yang diserang; juga ada Wall of Fame yang berisi komentar sekaligus tanda tangan orang-orang yang pernah berkunjung.
Di lemari kaca disimpan barang-barang yang lebih kecil seperti koin mata uang asing, lencana, dog tag militer, tabung-tabung kaca berisi morfin yang saat perang dipakai para serdadu untuk menahan rasa sakit akibat luka kena tembak. Ada catatan “Morotai Battle by Battle” dalam bahasa Inggris yang dilaminating. Juga ada cuplikan berita tentang cincin berharga milik salah satu prajurit Sekutu yang hilang yang kemudian berhasil ditemukan dan dikembalikan ke keluarga pemiliknya di Amerika Serikat.
Masuk ke ruang tengah, terlihat lebih banyak lagi benda-benda yang dipajang rapi seperti rantang ransum, botol-botol bekas minuman (bahkan ada yang masih ada isinya), meriam artileri, senapan mesin, senjata api, peluru-peluru, granat, amunisi, helm baja, puing atau serpihan-serpihan dari tank amfibi maupun mobil Jeep dan pesawat tempur, senjata tajam, bahkan setrikaan dan juga sepeda.
Para pengunjung boleh berpose mengangkat senapan laras panjang SMB 12,7 yang sudah berkarat, lengkap dengan rantai peluru dan helm bajanya. Hati-hati, ini berat banget yaaa...
Berpose begini ya kalau mampir ke museum ini
Pak Muhlis juga sempat memperlihatkan kepada MyTrip sebuah sertifikat penghargaan dari US Mission to Indonesia kepada Muhlis Eso atas usahanya mengumpulkan benda-benda dan kenangan-kenangan sejarah terutama yang berhubungan dengan para tentara Amerika selama Perang Dunia II di Morotai.
Pak Muhlis Eso dan sertifikat penghargaannya
O ya, jangan lupa meminta Pak Muhlis membunyikan sirine peninggalan Tentara Jepang ya. Sirine ini masih berfungsi, bunyinya masih melengking nyaring saat tuasnya diputar. Dulunya sirine ini dipakai Jepang untuk memberi tanda peringatan.
BEDA DENGAN MUSEUM PERANG DUNIA II
Museum Swadaya yang dikelola Muhlis Eso ini berbeda dengan Museum Perang Dunia II yang berada satu lokasi dengan Monumen Trikora di Desa Wawama Kecamatan Morotai Selatan. Kalau Museum Swadaya, walaupun kondisinya amat sederhana tapi dirawat dengan penuh cinta oleh Muhlis Eso. Tapi Museum Perang Dunia II yang menempati bangunan modern dan megah malah terbengkalai. Hanya dibuka jika ada permintaan kunjungan wisatawan. Atapnya sudah banyak yang bocor dan menciptakan genangan air di beberapa bagian di dalam museum (MyTrip sempat mengintipnya dari balik dinding kaca, dari luar bangunan). Entah ini salah siapa....
CARA KE MOROTAI
Untuk ke Morotai naik pesawat dari Jakarta transit dulu di Bandara Sultan Babullah di Ternate. Durasi 4 jam. Dari Ternate terbang ke Morotai (Pangkalan AU Leo Wattimena) 45 menit.