Suasana di dalam Hofbräuhaus
Jika ada warung di Munich yang sama legendarisnya dengan Soto Kadipiro Yogya atau Soto Betawi Babe Husen, inilah tempatnya. Hofbräuhaus Munich di Jerman adalah sebuah BUMD milik Pemerintah Bavaria, negara bagian tempat Munich berada. Tempat ini sudah berdiri sejak abad ke-16, artinya di zaman Serat Centhini ditulis mereka sudah bikin bir dan memanggang babi. Sebagai perbandingan, tahun 2014 mereka memproduksi 330.000 hektoliter bir dalam setahun, atau kira-kira 40% dari produksi Bir Bintang Indonesia. Dan ini cuma BUMD dengan satu outlet di pusat kota Munich. Warbiyasak!
Logo Hofbräuhaus
Pintu masuk Hofbräuhaus
Untuk ke Hofbräuhaus kita harus melalui Marienplatz, pusat kota tua Munich. Kota ini terkenal dengan efektivitas transportasi massalnya: dari bandara sampai ke tengah kota, tinggal naik subway atau Schnellbahn atau kereta listik. Semuanya serba “Jerman”: sunyi, melesat cepat, bersih, praktis. Namun, begitu kira keluar dari stasiun subway (disebut U-Bahn), mata langsung takjub disapa pemandangan indah: bangunan Marienplatz yang indah dengan Glockenspiel: sebuah permainan boneka sebagai penanda jam, seperti di Plaza Senayan. Sebuah benang merah yang menghubungkan Jerman sekarang dengan Jerman masa lalu yang juga megah dan indah. Keren!
Suasana Marienplatz
Tampak depan Marienplatz
Hofbräuhaus terletak di salah satu sudut kota, persis di seberang Hard Rock Cafe. Ruangannya besar sekali dengan atap melengkung yang dicat kotak-kotak biru putih, warna simbol Bavaria. Ruangan penuh sesak, riuh-rendah dengan orang-orang berteriak atau menyanyi. Ya, ini bukan resto Eropa yang sunyi dan rapi. Ini warung, Masbro! Pelayan berbadan besar berkeliling membawa nampan penuh makanan atau gelas-gelas bir raksasa, mirip suasana restoran seram di film Harry Potter. Tiba-tiba, ada suara musik mengalun. Iramanya berderap, didominasi tiupan terompet. Inilah yang disebut blasmusik alias musik khas Bavaria. Di panggung terlihat sekelompok pemusik mengenakan pakaian tradisional Bavaria: topi lancip hijau dengan sebatang bulu, kemeja putih, dan celana pendek dari kulit yang disebut Lederhose. Seru!
Atap indah di Hofbräuhaus
Tulisan “Durst ist schlimmer als heiweh” yang artinya “Rasa haus lebih buruk dari rindu akan rumah”
Tapi, menakutkan juga. Bagaimana cari tempat duduknya? Bagaimana kalau pelayan tidak mau melayani turis seperti kami? Ternyata, ketakutan kami tidak terjadi. “Hello frienz!! Plizz kam hier!” kata seorang pelayan dengan Bahasa Inggris patah-patah tapi ramah. Wow, keren! Kami duduk di luar, lalu segera memesan. Minuman wajibnya: bir segar dari Hofbräuhaus, dan Schweinshaxe alias kaki babi panggang, plus kami memesan Schweinebraten atau daging babi goreng dan salad. Untuk resto sebesar ini --dugaan saya kapasitasnya bisa mencapai 1.000 orang --pelayanan sangat cepat! Tak lama kemudian, hidangan pun disajikan.
Suasana di meja luar Hofbräuhaus
Schweinshaxe adalah hidangan khas Bavaria yang berupa daging tungkai atas babi yang dipanggang lalu digoreng sampai kulitnya renyah. Bentuknya seperti drumstick ayam raksasa! Biasanya disediakan gergaji alias pisau bergerigi untuk memotong daging. Disajikan disiram gravy atau kuah kaldu kental, dan adonan kentang yang dicampur kanji sehingga kenyal seperti bakso --namanya Knödel. Bumbunya sangat sederhana: garam dan rosemary. Lalu saya cicipi daging dan kulitnya. Kriuk! Astaga! Lebih keras dari ala Bali tapi tetap renyah. Dagingnya empuk, lembut! Urat dan otot pada tungkai membuatnya lebih enak dari daging Schweinebraten biasa, karena teksturnya lembut dan tidak alot. Knödelnya juga enak! Pengimbang yang cocok untuk daging yang gurih asin. Rasanya hambar, tapi sedikit manis, aroma kentangnya cocok dengan gravy yang sedikit asin. Inilah inti dari citarasa kuliner Bavaria. Sedap!
Schweinshaxe dan Knödel
Schweinshaxe yang sudah dipotong
Schweinebraten dan Knödel
Ruangan persiapan
Bagaimana dengan birnya? Ditaruh dalam gelas sebesar ini, awalnya nampak mengancam. Tapi, mungkin karena suasana hangat dan riuh rendah, boleh menyanyi keras atau berteriak lantang: bir ini bisa saya habiskan dengan cukup cepat. Rasanya manis dengan sedikit rasa metalik, dingin segar, dengan karbonasi yang sempurna membawa aroma malt fermentasi ke rongga hidung. Segar, langsung dari keran. Enak! Di luar dugaan, saladnya juga enak. Dengan kol ungu, selada, dan kentang, ada imbuhan kuaci labu yang memberi aroma nutty sedap. Wow, sulit dipercaya, tempat seturistik ini masih bisa memberikan pelayanan ramah, rasa enak, dan suasana yang menyenangkan. Akhirnya kami semua menyanyi dengan perut kenyang dan hati senang:
Mit prosit, mit prosit, die Gemütlichkeit
Mit prosit, mit prosit, die Gemütlichkeit
Eins, zwei, drei, prost!
Dengan bersulang ini, kami bergembira
Dengan bersulang ini, kami bergembira
Satu, dua, tiga, bersulang!
Penulis dan segelas bir besar di Hofbräuhaus
Salad
Hofbräuhaus München
Platzl 9, Munich 80331
Jerman
Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.