DISTRIK GASA DI BHUTAN: DARI DZONG ELOK SAMPAI PENGALAMAN TINGGAL DI RUMAH WARLOK 2025-02-04 23:30

Gasa Dzong yang elok

 

Distrik Gasa di Bhutan belum populer di kalangan wisatawan Indonesia. Bahkan yang sudah pernah ke Bhutan pun kemungkinan besar belum pernah mendengar namanya. Kecuali wisatawan yang pernah melakukan atau baru memimpikan Snowman Trek dan atau menghadiri Royal Highland Festival --rasanya sih belum ada wisatawan Indonesia yang pernah melakukan atau menghadirinya. Saya pun dan Hema kakak saya si “Queen Bhutan of Indonesia” yang sudah 11 kali ke Bhutan baru November 2024 lalu berkesempatan mengunjunginya.

 

MyTrip pertama kali berkunjung ke Gasa

 

Gasa adalah satu dari 20 distrik (dzongkhag) yang ada di Bhutan, menempati bagian barat laut Negara Bhutan. Di utara berbatasan dengan Tibet Autonomous Region yang merupakan bagian dari China, sedangkan di sisi selatannya berbatasan dengan 3 distrik lainnya di Bhutan yakni Thimphu, Punakha, dan Wangdue Phodrang.

 

Gasa baru menjadi distrik tahun 1992. Tadinya hanya subdistrik dari Distrik Punakha. Terdapat empat desa di Gasa yaitu Khamaed, Khatoed, Laya, dan Lunana. Lunana yang terjauh dan terpencil.

 

PERJALANAN KE GASA SARAT PEMANDANGAN CANTIK

Kami berdua diantar Tshering Dorji Bhap, pemandu senior di Bhutan, berkendara ke Gasa dari Kota Thimphu. Perjalanan dimulai pagi hari pukul 08.30, mampir di Dochula Pass (3.100 mdpl), di view point Toktokha dan Lobesa, di Sangchhen Dorji Lhuendrup Lhakhang Nunnery --sebuah nunnery dengan pemandangan sangat indah, makan siang di sebuah bistro cantik di pinggiran Kota Punakha, menikmati keindahan Punakha Dzong dari view point sejuta umat maupun dari tempat yang sepi turis.

 

Sebelum lepas dari Distrik Punakha, kami mampir menyesapi keindahan persawahan yang laksana kue bika ambon di Goenshari Gewog/Desa Goenshari. Dan mencari “toilet alam” sebelum memasuki hutan di wilayah Distrik Gasa dengan jalanan rusak berliku-liku yang seakan tiada akhir. Total luas Distrik Gasa 3.117,74 km yang 68%-nya adalah hutan. Dan sebagian besar wilayahnya masuk Jigme Dorji National Park, taman nasional kedua terbesar di Bhutan.

 

Sawah laksana bika ambon di Goenshari Gewog

 

Salah satu ruas jalan menuju Gasa

 

Sebelum gelap melanda, mata kami sempat dimanjakan dengan pemandangan epik Bhutan di daerah Damji --thanks to Google Maps yang ngasih tahu nama lokasinya. Juga kami sempatkan mampir di sebuah kafetaria yang tidak menampakkan tanda-tanda kehidupan di daerah Goenteygang. At least, toiletnya bisa dipakai, air melimpah.

 

Pemandangan di daerah Damji

 

Bangunan putih ikonik yang tampak begitu magis dengan pencahayaan ala kadarnya di kegelapan malam menandai masuknya kami ke kota kecil Gasa. Dan pukul 6 kurang 10 menit tibalah kami di Sangay Zangmo Homestay, tempat kami menghabiskan dua malam di Gasa. Total perjalanan dari Kota Thimphu ke Kota Gasa dengan beberapa kali berhenti termasuk istirahat makan siang kurang lebih 9 jam. Menurut Google Maps dari Thimphu ke Gasa kalau langsung 5 jam, dengan jarak 145 km. Sedangkan dari Kota Paro ke Gasa 6 jam, jaraknya 180 km. Dari Punakha hanya 3 jam, 70 km.  

 

Kamar di homestay yang kami tempati, Sangay Zangmo Homestay

 

Tak banyak yang bisa kami lihat karena jalanan menuju homestay gelap total. Tapi kami lega karena homestay-nya terang dan bersih, masih sangat baru. Tuan rumah pun menyambut kami dengan sangat hangat. Sangay dan suaminya Zako, serta Chechey Kinley, menantu perempuan, dan si kecil cantik Jamayang. Teh hangat yang disusul menu makan malam yang masih panas baru keluar dari dapur menghangatkan perut kami malam itu.

 

MyTrip bersama Zako, Sangay, Chechey Kinley, dan Jamayang di depan homestay

 

Si cantik Jamayang

 

Menu makan di homestay

 

MENJADI TAMU TAK DIUNDANG DI WISUDA PAUD

Kota sekecil dan seterpencil Gasa pun kena tren wisuda untuk anak-anak PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) alias pre school. Pagi itu kami beruntung bisa menghadirinya karena Jamayang, si bocil di homestay kami menjadi salah satu wisudawatinya.

 

Jamayang diwisuda

 

Sebelum berangkat jalan kaki, pagi-pagi sekali mata kami dimanjakan pemandangan gunung salju tepat di hadapan. Distrik Gasa berada di ketinggian 1.500-4.500 mdpl, dan beberapa puncak tertinggi di Bhutan berada di sini.

 

Pemandangan gunung salju tepat di depan homestay kami

 

Suasana pagi begitu damai dan syahdu, rumah-rumah tetangga jauh. Pun saat kami berjalan mendekati pusat kota kecil ini, hampir tak terlihat warga sama sekali. Menurut sensus tahun 2017 total penduduk Gasa hanya 3.952 jiwa. Menjadikannya distrik dengan tingkat kepadatan penduduk yang sangat rendah. Jadi wajar pusat kotanya pun sepiiiii….

 

Kotanya sepiiii…

 

Ini bangunan banknya

 

Keramaian bahkan kehebohan baru kami lihat saat sudah berada di dalam ruangan wisuda. Anak-anak PAUD yang semuanya memakai pakaian tradisional Bhutan --gho untuk laki-laki dan kira untuk perempuan, berlarian ke sana ke mari. Bahkan saat kepala sekolah memanggil mereka satu per satu untuk dipakaikan toga pun tetap ada yang berkeliaran. Kebayang ‘kan hebohnya saat beberapa anak tampil menari sementara ada anak nakal yang masuk ke arena? Ada pula anak yang menangis karena nggak dapat toga dan sertifikat karena memang dia belum waktunya diwisuda, hahaha…  

 

Ada yang menari, ada yang geletakan

 

Para wisudawan/wati dan orangtua mereka

 

JATUH CINTA PADA GASA DZONG

Gasa Dzong tentulah wajib dikunjungi kalau kita ke Gasa. Saya sudah jatuh cinta pada dzong alias benteng ini pada pandangan pertama saat hanya melintasinya di tengah kegelapan malam. Dan makin jatuh cinta saat sudah masuk ke dalamnya. Bentuknya unik, bundar, bukan persegiempat seperti dzong lain di Bhutan. Posisinya juga tinggi, terhampar pemandangan cantik di bawahnya. Pokoknya semua tentang Gasa Dzong cantik, cantik dan cantik. Tentang Gasa Dzong akan ditulis di terpisah.

 

Gasa Dzong, bentuknya bundar

 

Banyak sekali sudut cantik di dalam Gasa Dzong

 

Banyak sekali sudut cantik di dalam Gasa Dzong

 

Pemandangan cantik terhampar di bawah dzong

 

Selain Gasa Dzong, kami juga sempat mampir dan berendam air panas di salah satu hot spring yang memang banyak tersebar di Distrik Gasa. Diyakini air hot spring mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit. Tak heran banyak orang Bhutan dari distrik lain berbondong-bondong datang ke sini. Mereka biasanya menyewa penginapan murah, lalu setiap hari kerjanya hanya berendam dan berendam. Keluar kolam hanya untuk makan dan tidur.

 

Hot spring

 

Selain Gasa Dzong dan hot spring, tentu ada beberapa objek wisata lain di Distrik Gasa. Tapi kami memang tak berambisi ke banyak tempat. Justru ingin menikmati Gasa dengan perlahan, seritme dengan kehidupan warganya yang amat bersahaja.

 

Menikmati Gasa dengan perlahan

 

Tertarik mengunjungi Gasa? Mari ikut trip ke Bhutan tanggal 17-26 Oktober 2025 spesial termasuk menghadiri Royal Highland Festival. Jadilah orang Indonesia pertama yang ke sana. Hubungi Hema di 0811858736.

 

 

Teks: Mayawati NH (Maya The Dreamer) Foto: Hemawati NH, Mayawati NH, Tshering Dorji Bhap
Comment