Gohu pepaya dengan bakasang khas dari Pulau Siau
“Yuk, kita makan dulu!” kata tuan rumah, Bu Hedy Wakary, setelah meeting kami selesai. Beberapa orang ragu karena jam sudah menunjukkan pukul 1 siang, tetapi saya tidak, wkwkwk. Maklum, hidangan dari Bu Hedy yang pakar kuliner Manado ini selalu ruarrr biasa. Tugas lain bisa menunggu, torang mau makan dulu!
Bu Hedy adalah produsen minuman triple distilled khas Minahasa yang bernama Wulan dan Waraney. Di sinilah saya pernah mencicipi paniki (kelelawar) dengan bumbu ruarrr biasa sedap. Suguhan panada dan bapaunya selalu maknyus. Bu Hedy juga sedang menyiapkan katering Manado frozen, yang kalau sudah jadi akan saya share infonya ke teman-teman semua.
Apa menu hari ini?
“Ada rendang...” kata Bu Hedy. Oke..... wkwk. “Dan cakalang pampis, serta sup ikan tuna filler.” Wah mantap. “Eh, ini ada lagi, tapi mungkin nggak semua suka ya. Ada gohu dengan bakasang, dan acar pepaya!”..... Waini!!!!
Bukan Bu Hedy namanya kalau tidak punya cerita menarik. “Bakasang itu ada beberapa macam. Ada yang dari telur ikan, ada yang dari isi perut ikan, ada juga yang dari ikannya,” katanya sambil membawa wadah pyrex dingin berembun. “Saya tidak tahu ini bakasang dari bagian mana, tapi ini dikirim dari Pulau Siau,” sambungnya lagi.
Gohu pepaya dengan bakasang
Pulau Siau, yang termasuk gugus kepulauan Sangihe di Sulawesi Utara, rupanya adalah lokasi Gunung Karangetang, yang beberapa kali meletus. Entah kenapa mereka terkenal dengan teknik bakasangnya –ya, bakasang Siau terkenal! Jadi penasaran pengen kesana! Wkwkwk.
Lokasi Pulau Siau, di utara Manado, Sulawesi Utara
Nah, setelah porsi pertama saya menyantap cakalang pampis dan sup tuna, porsi kedua saya siapkan khusus untuk bakasang. Gimana makannya? “Makan saja sama nasi, hanya orang Manado memang yang makan pepaya sama nasi!” Waks, baiklah! Saya ambil nasi, lalu dibubuhi gohu bakasang yang berisi serutan pepaya dengan kuah warna abu-abu khas fermentasi protein. Kemudian acar pepaya, yang diiris tipis persegi.
Acar pepaya
Wow! Sebuah hidangan yang menyegarkan. Kuah bakasang mengingatkan saya pada rujak kuah pindang Bali. Hanya di sini ada aroma jahe yang kuat, sehingga bau amis nyaris hilang. Pepaya serut menghasilkan tekstur renyah yang unik, tidak manis. Dan kuahnya, amboi! Mungkin, dengan menghilangkan amis, hanya glutamat yang tersisa, dengan top note cuka. Makanya rasanya tidak terlalu terasa, namun kuah bakasang “mengekstrapolasi” rasa lainnya yang padahal cuman pepaya, menjadi ruarrr biasa! Ini kerjaan glutamat alami nih, wkwk. Aftertaste-nya sangat kuat, padanan pedas gurih membuat nasi bertambah lagi dan lagi. Padahal, lagi-lagi: lauknya cuma pepaya!
Nah kalau kurang lauk, bisa ditambah acar pepaya. Di sini pepaya yang mengkal, renyah, dan asam, berpadu cantik dengan gohu. Rasanya tidak terlalu dominan, tapi teksturnya yang renyah kuat seperti pepaya di es buah. Kok bisa pepaya jadi keras? Karena ada kalsium yang bereaksi dengan pektin di pepaya, sehingga keras! Kriuk kriuk sedap, saya santap nasi dengan dua macam pepaya ini. Hebat orang Minahasa, nasi sama pepaya aja jadi enak! Dan bakasang Siau, dengan kehalusan rasanya, tanpa bau tak sedap, betul-betul membekas di hati. Maknyus! Terima kasih Bu Hedy dan tim dapurnya!
Baca juga: "Coba Menu Baru: Rempah Sumatera Ala Tongkol Cekala"
Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia.