Pasir Timbul, Raja Ampat, Papua Barat
Beberapa daerah di Indonesia mengalami kekosongan kunjungan wisata selama pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung sejak awal Maret 2020 hingga kini. Bagaimana kondisi riilnya? Nah, dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran nyata dari lapangan, MyTrip melakukan wawancara online terhadap 28 orang pelaku pariwisata dari hampir semua wilayah di Indonesia (seharusnya 32, tapi 4 belum sempat menjawab sampai tulisan ini diunggah). Memang pastinya belum 100% mewakili, tapi sebarannya sudah cukup merata.
Dari Sumatera ada 2 (Nias Sumut dan Natuna Kepri), dari Jawa juga 2 (Sukabumi Jabar dan Malang Jatim), Bali ada 1, Lombok ada 2, NTT ada 5 (Flores 2, Sumba 1, Pulau Sabu 1, Timor 1), Kalimantan ada 3 (Derawan Kaltim, Tanjung Puting Kalteng, Pontianak Kalbar), Sulawesi ada 1 (Labengki Sultra), Maluku ada 2 (Pulau Saparua dan Pulau Kei), Maluku Utara 1 dari Pulau Morotai, Papua Barat ada 9 (semuanya dari Raja Ampat dan/atau Misool), Papua ada 1 diwakili Wamena.
Pada artikel sebelumnya sudah dibabarkan cerita dari Raja Ampat di Papua Barat, Tanjung Puting di Kalimantan Tengah, Pulau Morotai di Maluku Utara, dan Wamena di Papua yang boleh dikata vakum aktivitas wisatanya kurang lebih 8 bulan. Di Raja Ampat memang sudah ada sedikit tamu, tapi hanya dari Sorong dan segelintir dari Jakarta. Itu pun dari 9 responden, hanya 3 yang sudah dapat tamu. Selebihnya, nihil.
Tulisan kedua ini masih hanya memaparkan kondisi di lapangan dari kacamata responden MyTrip dari Raja Ampat dan Labuan Bajo Pulau Flores. Disusul pemaparan dari daerah lainnya di tulisan selanjutnya. Baru kemudian di paling akhir akan ditampilkan juga usulan-usulan dari mereka untuk pemulihan dan perbaikan. Ikuti terus ya….
Baca juga: “Pariwisata di Era Next Normal: Yuk Kita Ramaikan Wisata Domestik Aja Dulu”
BEBERAPA RESOR DI RAJA AMPAT KOSONG SEJAK MARET HINGGA SEKARANG
“Sejak akhir Maret sampai sekarang, bulan Oktober, kami belum menerima tamu sama sekali. Jadi kosong sekitar 7 bulan. Kami dengar resor lain juga demikian. Kalaupun ada, masih sangat sangat minim,” ungkap Linda dari Raja Ampat Dive Lodge (RADL). Dituturkannya juga, sejak dibuka untuk tamu domestik tanggal 25 Agustus 2020, saat ini kondisi pariwisata di Raja Ampat masih tetap sepi. Tapi ke depannya sudah ada titik cerah. “Resor kami sendiri sudah mulai menerima permintaan ke Raja Ampat dari grup-grup domestik. Semoga bulan November sudah ada tamu,” harapnya.
Raja Ampat Dive Lodge (RADL)
Raja Ampat Dive Resort kondisinya kurang lebih sama. Hal ini diungkap oleh Agus Susanto (48 tahun). Tutup sejak awal Maret dan sampai sekarang belum pernah menerima tamu sama sekali. “Kelihatannya industri pariwisata di Sorong dan Raja Ampat untuk sementara mati suri. Kalaupun ada tamu mungkin dari institusi pemerintah yang melakukan tugas lapangan sekaligus berlibur,” tuturnya.
Kota Sorong
Senada apa yang diceritakan oleh Hasna Afifah, 32, dari HamuEco Raja Ampat Dive Resort. Resornya juga kosong dari awal Maret ketika PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) mulai diberlakukan. Hingga kini kurang lebih sudah 8 bulan. Kondisi saat ini, jika dibandingkan kondisi normal, “Sepengamatan kami, bisa dikatakan hampir 0 persen tamu masuk ke Raja Ampat. Kondisi pariwisata di wilayah kami tidak bergerak. Berbagai tempat usaha wisata sudah merumahkan karyawan-karyawannya. Saya sebagai pemilik pun terpaksa mencari pinjaman setelah 8 bulan tidak ada pemasukan untuk membayar biaya operasional seperti listrik, gaji karyawan, dan pengeluaran dasar lainnya,” jelasnya.
Baca juga: “13 Tips Traveling di Era New Normal. Yuk Disimak…”
PEMBATASAN TRANSPORTASI, WISATAWAN SULIT DATANG
Kondisi seperti yang disampaikan wakil dari tiga resor di Raja Ampat dikuatkan lagi oleh komentar Ricky (36) dari Uthedencha Travel yang berbasis di Kota Sorong. Travelnya pun tak mendapatkan tamu sama sekali selama 7 bulan. Sementara sepengamatannya, kunjungan ke Raja Ampat hanya 10% dibanding kondisi normal. “Pariwisata tidak berjalan baik karena penanganan covid yang kurang maksimal dan kurangnya kesadaran dari masyarakat sendiri,” imbuhnya.
Ade Setiabudi (38) dari Waigeo Villa yang mengalami kekosongan selama 4 bulan mengatakan kondisi wisata Raja Ampat sekarang baru 5% dibandingkan saat normal. “Kondisinya sangat parah dan memprihatinkan, apalagi pemberlakuan PSBB oleh Kota Sorong tambah mempersulit orang datang berwisata ke Raja Ampat,” ujarnya.
Waigeo Villa
Rina Rustiana (44) dari Rental Speedboat Kharisma yang juga kosong 4 bulan menambahkan, “Masih sepi karena transportasi publik untuk ke lokasi wisata masih dibatasi.” Hal ini merujuk pada dikuranginya secara drastis jadwal kapal cepat dari Sorong ke Waisai.
“Iya itu sudaaah… Kapal dari Sorong ke Waisai sekarang tidak tentu, itu yang bikin sulit,” ujar Zakarias Wader (43), staf Dispar Raja Ampat yang juga freelance guide sekaligus motorist speedboat. Ia juga menyebut kondisi sekarang belum ada 5% dari kondisi normal.
Pemandangan sunyi nan indah di Desa Serpele, Raja Ampat
“Kondisinya bener bener parah, bisa dikatakan mungkin kurang dari 10% dari kondisi sebelumnya. Awal PSBB, hampir semua hotel tutup. Swis-Belhotel Sorong bahkan saya dengar sempat jual kamar 3 juta per bulan. Sekarang beberapa sudah buka tapi tetap masih sangat sepi. Teman-teman pengusaha homestay di Misool masih tutup sementara,” papar Indra Franzpower (30), freelance guide Misool dan Raja Ampat.
Baca juga: “100+ Destinasi Wisata Domestik yang Bisa Jadi Pilihan di Era Next Normal. Bagian 6: NTT”
BAGAIMANA KONDISI LABUAN BAJO?
Kondisi industri pariwisata di Labuan Bajo Pulau Flores Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagai gerbang masuk ke TN Komodo maupun Pulau Flores, mungkin lebih baik sedikiiiit dari Raja Ampat. Kami memang hanya sempat mewawancari dua orang: Oyan Kristian (36) dari NTT DMC (PT. Flores Komodo Tours) yang sudah malang-melintang di industri pariwisata NTT dan beberapa kali ikut serta dalam pameran wisata di Eropa, serta Viktor Pance (34), freelance guide Flores based Labuan Bajo. Tapi semoga cukup mewakili.
Pulau Padar, TN Komodo
PT. Flores Komodo Tours sejak pandemi sudah melayani 2 grup domestik. Pertama, rombongan dari Kementerian Perhubungan (30-an orang), yang kedua suami-istri yang ambil paket Flores overland. Dua-duanya di bulan Agustus, selebihnya belum ada lagi. “Baru di bawah 10% dari kondisi normal, perkiraan saya,” pendapat Oyan Kristian mengenai tingkat kunjungan. Menurutnya, sebenarnya NTT termasuk zona hijau, banyak destinasi yang sudah buka, tapi banyak calon tamu belum berani ambil keputusan untuk traveling di situasi pandemi, sehingga tamu domestik dari luar NTT masih sangat sedikit, tamu lokal NTT pun belum seramai biasanya, karena semua masih khawatir.
Flores overland trip biasanya mengunjungi Kampung Bena
Viktor atau Ito Pance baru membawa tamu satu kali di bulan Juli 2020, yang terdiri dari 20 orang, dari Jakarta. “Dan syukurlah baru saja ada bukingan lagi untuk Januari tahun depan, grup kecil dari Jakarta,” katanya. Masih lanjutnya, “Tiket kunjungan ke TN Komodo menurun sangat drastis, diperkirakan baru 5% tamu yang masuk ke Labuan Bajo. Kondisi Labuan Bajo lumpuh total, dibuktikan dengan banyak hotel tutup, resto juga, walaupun ada beberapa masih buka untuk melayani tamu lokal. Kapal wisata juga banyak yang nganggur, parkir saja di dermaga, sudah ada 8 bulan lebih,” ceritanya.
Gili Lawa di TN Komodo
Mungkin setelah kedatangan rombongan keluarga selebritis dari Jakarta ke Labuan Bajo beberapa waktu lalu, destinasi wisata dengan andalannya binatang langka komodo ini bakal lebih ramai ke depannya.
Eccezionale Sito, Preservare il molto buono lavoro. Grazie.| Hai ottenuto fantastico info in questo articolo.| I tuoi suggerimenti è piuttosto utile.| Semplicemente volevo esprimere Sono solo contento io sono inciampato sul tuo pagina.| Hai uno dei migliori siti web.| Ciao, bello sito web hai ottenuto proprio ora.| Grazie mille per aver condiviso questo fantastico siti web https://it.onlinevideoconverter.pro/youtube-converter-mp3.|
2024-09-03