Ngambang-ngambang cantik di Pantai Namlol
Tidak pernah ada pengalaman yang sama persis walaupun kita datang ke tempat yang sama. Itu saya yakini banget. Jadi walaupun pertengahan Oktober 2017 lalu adalah kali keempat saya datang ke Pantai Namlol di Misool, Raja Ampat, Papua Barat, saya tetap antusias.
Ciri khas Pantai Namlol. Aba batu karst mirip lidah api
Formasi bebatuan karst di depan pantai yang salah satunya mirip lidah api menyambar-nyambar itu memang tetap persis sama, seperti pertama kali saya lihat pada Desember 2013. Tapi cara saya mengeksplornya selalu beda, walaupun pastinya ada satu hal yang sama yang selalu saya lakukan di sini bersama rombongan teman-teman: berenang-renang cantik.
Berenang cantik. Desember 2013
Berenang cantik. Desember 2014
Berenang cantik. April 2015
Berenang cantik. Oktober 2017
Apa Arti Nama Namlol dan Apa Uniknya Pantai Ini?
Kenapa banyak nama tempat di Misool berakhiran “lol”? Dapunlol, Balbulol, Namlol. “Lol” itu artinya “ikan”, menurut Indra, pemandu kami. Sedangkan Namlol artinya perut ikan. Wah, kenapa pantai ini dinamai perut ikan? Karena saat air sedang surut, karang-karang di perairan pantai ini nampak seperti perut ikan.
Iya, pantai ini kelihatan uniknya saat air surut, sangat surut. Tak jauh dari bibir pantai ada sebentuk kolam luas yang cukup dalam yang baru terlihat kalau air surut, dan seolah dikelilingi oleh pasir putih. Makanya ada yang menyebut tempat ini sebagai ‘kolam di tengah laut’.
'Kolam' di tengah laut. Desember 2014
Saya melihat kondisi ini saat kali kedua ke Namlol, Desember 2014. Saat itu karena saking surutnya air, perahu kami tak bisa masuk dari arah depan pantai, tetapi harus melipir ke samping dan masuk melalui laguna di belakang pantai. Di situlah kami menambatkan perahu. Dan saat itu kebetulan ada satu perahu nelayan yang sedang berlabuh juga. Saking beningnya air laguna, perahu itu tampak seperti melayang. Hasil foto itu saat saya pajang di media sosial langsung menuai decak kagum. Langsung pada pengen ke Misool deh.
Foto perahu 'melayang'. Desember 2014
Foto perahu 'melayang'. Desember 2014
Selalu Ada Pengalaman yang Berbeda
Hanya 4 bulan berselang, April 2015, saya ke Namlol lagi, dan berharap ada perahu nelayan lagi yang bisa difoto ‘melayang’. Saat perahu kami hendak beranjak dari tempat itu barulah nongol perahu yang ditunggu-tunggu. Saya pun terobsesi memotret perahu ‘melayang’ lagi. Teman saya akhirnya yang berhasil memotret perahu tampak ‘melayang’.
Perahu 'melayang'. April 2015
Dan kali ini pengalamannya ditambah dengan membeli ikan dari nelayan tersebut buat tambah lauk makan malam.
Beli ikan dari nelayan
Kembali ke soal uniknya pantai ini dengan adalanya ‘kolam’ besar berair bening di tepi pantai, terpisah dari laut di depannya. Jadi saat surut, seolah-olah kita bisa berdiri di tengah laut, jauh dari bibir pantai.
Bisa jalan di tengah laut
Saat pasang barulah ‘kolamnya’terendam dan menyatu dengan laut. Tiga kali selebihnya ke sana saya selalu dapat air pasang. Pantainya jadi sempit, nggak ada tempat untuk leyeh-leyeh di pasir pantai, jadi mending langsung nyebur main air dan pose-pose. Setelah itu, pasang masker dan snorkelmu untuk melihat banyak ikan berenang-renang di ‘kolam’. Pokoknya, alokasikan waktu minimal 1 jam bahkan lebih karena selalu ada yang bisa dilakukan di sini.
Berpose-pose
Berpose-pose
Berpose-pose
Pada kedatangan keempat, Oktober 2017, pemandu mengajak kami untuk naik ke bebatuan di sisi sebelah kanan --hal yang tak terpikirkan oleh saya pada tiga kunjungan sebelumnya. Pastinya saya langsung antusias. Pengalaman baru! Makdarit, usai snorkeling, dengan melepas fins dan tanpa alas kaki, saya langsung naik ke bebatuan karst. Ouch... ternyata panas dan tajam-tajam. Ya iya lah! Tapi tanggung, saya malas berenang balik ke perahu untuk mengambil alas kaki. Saya dan Hema, kakak saya, berusaha mencari pijakan yang cukup aman untuk kaki tanpa alas. Sementara Verita masih pakai alas kaki berupa sepatu khusus di air. Pokoknya yang penting bisa berfoto keren di batu itu. Cekrek, cekrek, cekrek.... Sudah lulus lah ya saya dan Hema jadi orang Papua, hehe...
Naik ke batu cantik nan tajam ini tanpa alas kaki. Jangan ditiru
Baca juga “Udah ke Raja Ampat? Belum Sah Kalau Belum ke Misool (Bagian 1)” dan “Udah ke Raja Ampat? Belum Sah Kalau Belum ke Misool (Bagian 2)”