HIDANGAN TIONGHOA KLASIK INDONESIA 2021-02-22 09:50

Ikan Gurame Tahu Tausi

 

“Itu bukan hidangan Tionghoa klasik!” kata seorang teman ketika saya menampilkan tulisan ini dengan judul ‘Hidangan Tionghoa Klasik’. Ya, benar juga! Yang saya maksud adalah cap cai, pu yung hai, ifu mie, yang bukan termasuk hidangan klasik di Tiongkok sana. Jadilah saya tambahkan kata “Indonesia” di judulnya!

 

Diaspora Tionghoa memang membawa budaya kulinernya berasimilasi dengan tempat tujuannya, menghasilkan sebuah kuliner yang “baru”. Di Amerika Serikat misalnya, gerai seperti P.F. Chang’s menyajikan hidangan seperti General Tso’s Chicken (ayam goreng kecap wijen) dan “egg foo young”, versi Amerika dari pu yung hai. Ketika saya sempat mampir ke sana sebelum pandemi, saya kaget melihat interiornya yang mewah dan harganya yang cukup mahal! Dan ketika memesan nasi goreng, saya kaget lagi dengan porsinya yang raksasa, serta potongan udang dan ayamnya yang besar-besar. Dasar Amerika!

 

Nasi goreng P.F. Chang’s Amerika

 

Di Indonesia, hampir di setiap kota besar ada restoran Tionghoa kuno. Ada Lie Djiong di Yogyakarta, ada Anom di Pekanbaru, dan ada Queen di Bandung. Jika kita menjelajah ke kota-kota kecil kabupaten dan eks karesidenan, masih terdapat restoran Tionghoa kuno: Rumah Makan Prapatan di Cilacap, Rumah Makan Moy Tung di Cianjur. Inilah batas penetrasi rumah makan Tionghoa kuno yang masih ada sekarang, karena di level yang lebih kecil lagi, rumah makan Tionghoa sudah punah akibat penerapan PP 10 tahun 1959.

 

Baca juga: "Berita Lezat dari Taiwan, Michelin yang Terjangkau!"

 

Sedikit berbeda dengan Malaysia misalnya, pelanggan rumah makan Tionghoa di Indonesia bukanlah orang Tionghoa saja, tetapi dari berbagai kalangan. Bahkan beberapa eks karyawan rumah makan jenis ini mendirikan rumah makan sendiri dengan versi tidak mengandung babi, sehingga kemudian mempopulerkan hidangan tersebut di masyarakat umum. Pu yung hai misalnya, berevolusi dari versi “haute cuisine” berisi daging kepiting, menjadi versi warung berisi daging ayam yang tak kalah sedap. Cap cai kuah, menjadi tujuan utama orang Indonesia yang mencari hidangan sayur yang menyegarkan, dengan bumbu sederhana dan rasa yang lembut. Kemudian satu hidangan lagi yakni ifu mie: mie yang digoreng kering renyah, kemudian disiram dengan kuah kental hangat. Hasilnya adalah pilihan tekstur mie yang renyah atau chewy, berpadu dengan kehangatan kuah dan sayuran, serta bakso ikan dan udang. Mak nyus!

 

Ifu mie

 

Ikan tahu tausi, adalah contoh hidangan klasik lainnya. Ikan kakap atau gurame, digoreng tepung lalu disiram kuah kental berwarna coklat, beraroma jahe dan mengandung bulir-bulir kedelai hitam. Rasanya, inilah satu-satunya hidangan umum yang menghadirkan kedelai hitam dalam bentuk aslinya (kedelai hitam adalah bahan baku kecap manis). Sementara hidangan lain yang populer di Jakarta adalah lindung (belut) cah fumak. Belut digoreng kering dengan tepung, lalu disiram kuah berbumbu angkak dan dihidangkan bersama sayuran fumak. Fumak (Lactuca sativa) sering digunakan sebagai pengganti selada, namun hanya pada hidangan lindung ini namanya melekat dan jadi bahan wajib!

 

Baca juga: "Mutasi Rendang di Masa Korona"

 

Ketika membahas Prasasti Mantyasih dari abad ke-9, Prof. Timbul Haryono sudah menyebut kemungkinan “nasi matiman” yang disebutkan di situ sebagai “nasi tim” ala Tionghoa. Ini membuktikan sejarah panjang kuliner Tionghoa di Indonesia. Dan kalau kita bayangkan, sebelum masuknya kuliner Barat, maka kuliner Tionghoa-lah satu-satunya “makanan impor” yang ada di sebuah kota. Jika sedang bosan menyantap berbagai rempah, dan hanya ingin merasakan kuah beraroma merica, hidangan dengan bumbu dominan bawang putih, atau gorengan daging yang dibalur tepung, rumah makan Tionghoa menjadi alternatif yang menyenangkan!

 

Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia.

 

 

Teks & Foto: Harnaz Tagore (Harry Nazarudin)
Comment