DEBAT BHIKSU DI SERA MONASTERY, TAK BOLEH DILEWATKAN KALAU KE TIBET 2019-09-19 00:00

 

Selain mengunjungi Istana Potala, ada satu hal lagi yang tak boleh dilewatkan kalau ke Tibet, yakni menonton debat para bhiksu di Sera Monastery. Meski kita tak memahami apa yang diperdebatkan karena berlangsung dalam bahasa Tibet, tapi gerakan-gerakan tangan yang provokatif dan wajah ekspresif para bhiksu akan membuat kita betah menontonnya. Apalagi tak ada larangan memotret asal hanya dengan HP, bukan kamera. Mau tahu lebih lanjut tentang debat yang menjadi atraksi bagi turis ini?

 

Sera Monastery ini monastery kedua terbesar di Tibet, dibangun tahun 1419 oleh murid Je Tsongkhapa yakni Jamchen Chojey Sakya Yeshe. Termasuk 3 monastery penting bagi Sekte Gelugpa selain Drepung dan Ganden Monastery. Jaraknya nggak jauh dari Kota Lhasa, ibu kota Tibet, sekitar 5 km di pinggiran utara. Tepatnya berlokasi di lereng selatan Serawoze Mountain. Berkendara dari Lhasa sekitar 15-20 menit saja.

 

Baca juga: "Ke Istana Potala di Tibet, Jangan Lupa Juga Nikmati Night View-nya"

 

Bangunan kuilnya standar saja. Kita bisa masuk mengeksplornya sebelum debat berlangsung pukul 3 hingga 5 sore. Karena kalau setelah debat, kuilnya sudah tutup (jam buka kuil 09.00-16.30). Tapi kebanyakan memang wisatawan datang ke Sera Monastery hanya untuk menonton debat yang diadakan di halaman sampingnya. O ya, tiket masuk ke kompleks monastery ini RMB 50. Dan ingat-ingat, debat nggak ada di hari Minggu atau pas festival tertentu.

 

AWAL MULA DEBAT MONASTIK

Debat dalam Buddhisme memang mempunyai sejarah panjang, sudah dilakukan sejak masa awal Buddha membabarkan ajarannya. Buddha tak menabukan ajarannya diperdebatkan oleh para murid maupun guru-guru dari aliran atau kepercayaan lain pada masa itu. Ajaran Buddha memang bukan doktrin yang wajib dipercaya begitu saja oleh para muridnya. Datang, lihat dan buktikan sendiri. Buddha akan menjawab semua pertanyaan sampai semua muridnya memahami kebenaran. Dalam beberapa teks kuno disebutkan Buddha adalah master debat. Jadi tradisi debat ini kemudian diteruskan para murid Buddha, menjadi bagian keseharian pembelajaran.

 

Baca juga: "Yamdrok Lake di Tibet, Cantiknya Kebangetan! Ke Sini Yuk..."

 

Buddhisme pertama kali diperkenalkan ke Tibet pada abad ke-7 saat masa Raja Songtsen Gampo. Awalnya hanya diajarkan di lingkungan istana, lalu secara bertahap hingga abad ke-10 barulah menyebar sampai ke rakyat jelata dan menjadi agama mayoritas di Tibet, menyisihkan agama shamanisme, Bon.

 

Tahun 793 Raja Trisong Detsen mensponsori debat, yang dikenal dengan Samye Debate karena diadakan di Samye Monastery, antara bhiksu dari China Hva-san dan bhiksu dari India Kamalasida. Kamalasida memenangkan debat, sehingga Tibetan Buddhism lebih condong ke versi India.

 

Di masa modern kemudian debat menjadi bagian dari budaya monastik di Tibet, dan sekaligus menjadi bagian penting dari pembelajaran menuju jalan pencerahan. Para bhiksu Tibet menghabiskan bertahun-tahun untuk menguasai seni debat. Melalui debat para bhiksu mempertajam pikiran dan logika guna pengembangan kebijaksanaan. Melalui debat mereka belajar menganalisis dengan jernih untuk memahami ajaran Buddha.

 

Debat dimaksudkan juga untuk mengikis konsep-konsep salah yang mungkin tidak disadari dimiliki para murid. Jadi perlahan semua tercerahkan dengan pandangan yang benar. Inilah intisari monastic debate.

 

Sera Monastery punya tradisi debat di halamannya sudah sejak lama, dalam skala yang besar. Awalnya debat berlangsung antara bhiksu senior yang memborbardir pertanyaan kepada bhiksu junior. Ini bertujuan untuk mengetes sedalam apa ilmu si junior dan bagaimana pemahaman dan logika filosofis mereka. Jadi debat ini bagian dari pelatihan atau pembelajaran para bhiksu. Sebagai proses yang harus dilewati sebelum ujian.

 

Drepung dan Ganden Monastery juga punya tradisi debat tapi tak sebesar di Sera Monastery. Dan di luar Tibet ternyata ada juga tradisi debat monastik ini, tapi cikal-bakalnya juga dari para bhiksu di Sera Monastery. Jadi tahun 1959 saat Dalai Lama harus mengungsi ke India, Sera Monastery juga dirusak, ada beberapa bhiksu terbunuh. Beberapa bhiksu ikut mengungsi dan mereka sampai ke Bylakuppe, Mysore di India. Mereka membangun semacam kampus Sera Me and Sera Je di sana. Ada sekitar 3.000 bhiksu di sana hingga sekarang, dan meneruskan tradisi debat ini.

 

DEBATNYA SEPERTI APA?

Begitu masuk ke halaman monastery kita akan melihat banyak sekali bhiksu berjubah merah memenuhi halaman. Mungkin ratusan. Ada yang berpasangan, satu orang duduk di lantai berbatu dan satunya lagi berdiri. Ada yang berkelompok, 5 atau mungkin sampai 10, sebagian besar duduk, lainnya berdiri. Si penanya adalah yang berdiri, yang duduk si penjawab.

 

Kalau kita berjalan hingga ke ujung belakang taman, terlihat bhiksu-bhiksu di sana lebih senior. Jadi debatnya dipisah, yang senior lawan senior, yang junior berhadapan dengan junior. Jadi lawan debatnya selevel pengetahuannya.

 

O ya, kalau kita datang sebelum debat dimulai, kita akan melihat para bhiksu akan menguncarkan doa dulu dalam suara yang cukup keras.

 

Ada debat yang sangat panas, plus tambahan gerakan-gerakan badan yang agresif dan ekspresi wajah yang dramatis. Ada yang diselingi ketawa-ketawa dan bercanda pula tampaknya. Ada yang memaksa lawan debat yang kelamaan mikir untuk segera menjawab pertanyaan yang diajukan. Ada yang sampai memutar-mutar tasbih. Semua bersemangat memenangkan debat. Kalau ada pihak yang terpojok, atau terlalu lama terdiam nggak bisa menjawab, atau jawabannya nggak meyakinkan, bisa jadi ada sorakan “huuu...” dari lawan atau para lawan. Nggak ada pihak penengah dalam debat ini.

 

Uniknya lagi, sesekali bhiksu yang berdiri membuka kedua tangan lebar-lebar lalu menepukkan kedua tangan di depan lawan debatnya sambil menghentakkan kaki. Atau bahkan ada yang menempeleng dengan pelan atau minimal menyentuh kepala lawan debatnya yang di posisi duduk.

 

 

Bisa jadi juga saat Anda datang, debatnya nggak dalam kelompok-kelompok kecil, melainkan semacam sidang debat. Yang debat 1-2 orang di tengah, sisanya semua menonton, dan ada guru yang duduk di kursi.

 

ADA TATA CARA MENONTONNYA?

Nggak disediakan area khusus untuk menonton debat. Jadi silakan pilih tempat masing-masing di sekitar lingkar luar arena debat. Nggak boleh masuk ke arena debat ya. Itu saja jaraknya cukup dekat kok ke para bhiksu yang debat. Kita boleh duduk, boleh juga sambil berdiri. Jaga ketenangan selagi menonton. Kita boleh berfoto selfie atau pose dengan latar para bhiksu debat.

Teks & Foto: Mayawati NH
Comment