Ayam betutu Men Tempeh
“Kuliner Bali bukan cuma babi guling!” kata almarhum Bondan Winarno dengan lantang ketika meluncurkan buku 100 Mak Nyus Bali tahun 2016. Ya, betul sekali! Meskipun yang paling banyak muncul di sosmed adalah babi guling, tetapi kuliner Bali masih banyak yang halal. Contohnya apa? “Ayam betutu, itu kuliner yang hebat sekali” sambung Pak Bondan. Benar! Tak diragukan lagi, hidangan ini tidak menggunakan babi, bahkan “sepupunya” ada di Madura, yang disebut bebek songkem.
Baca juga: "Kangen Berat ke Bali? Ke Besakih dan Singaraja Yuk!"
Untuk yang berwisata di Kuta, referensi utama pastilah segera setelah turun dari pesawat di Bandara Ngurah Rai: Ayam Betutu Gilimanuk di Tuban. Anda akan disambut oleh sepiring pelecing kangkung --kangkung rebus dengan bumbu tomat dan cabai merah, ditaburi kacang sangrai, dengan sambal matah, nasi, dan potongan paha atau dada ayam yang dimasak dengan rempah base genep Bali. Pedas, nendang, ganas, berempah! Kebayang rancak gesir gamelan Bali ketika suapan pertama masuk mulut. Mantap!
Pelecing kangkung khas Bali
Nah, kalau Anda ke Bali jalan darat, mampirlah di “creme de la creme”-nya ayam betutu, yakni ayam betutu Men Tempeh 1978. Selain toiletnya bersih dan cocok untuk pit stop, hidangan di sini juga top markotop. Resto ini menyediakan versi “betutu goreng”, ayam yang dimarinasi bumbu betutu tapi digoreng. Untuk yang tidak terlalu suka pedas, ini pilihan yang cocok. Kalau Anda suka pedas, jangan heran kalau mertua sendiri pun kelupaan ketika bersantap di sini. Pedasnya nampol, bagaikan tampolan bencong Mbak Susan di Taman Lawang yang kalau siang namanya Susanto!
Ayam betutu goreng Men Tempeh
Sebagai sebuah pulau, Bali tentu saja memiliki pilihan hidangan laut yang sedap dan berlimpah. Wilayah Sanur adalah salah satu pusatnya. “Dulu kami upacara menggunakan penyu, bukan babi, berbeda dengan wilayah Gianyar,” kata seorang warga kelahiran Sanur. Dari warga ini pula saya mendapat info makanan khas Sanur: ikan tawah dan lawar gurita Pak Soeper! Ikan tawah adalah tangkapan khas Sanur, kalau ukurannya kecil disebut trincik. Digoreng kering, dengan sambal matah khas, rasanya gurih sedap. Kemudian, lawar guritanya unik, karena gurita dipotong kecil-kecil lalu disajikan bersama bumbu lawar. Kemudian ada sup base genep dengan timun rebus. Sedap!
Hidangan Be Tawah Pak Soeper, sebelah kiri adalah lawar gurita
Kalau yang mau versi turis, ada dua pilihan. Yang pertama adalah the one, the only, Mak Beng! Lokasi ini sudah tersohor antreannya, sejak 1941! Potongan besar ikan, digoreng kering, dadakan. Sambalnya gurih sedap berminyak, dan kuahnya dari kaldu kepala ikan. Base genep mendandani aroma kuah sampai cantik menawan, dan timun rebus cocok menjadi pembersih palat. Amboi! Kalau penuh, jangan kuatir. Di pantai Matahari Terbit, sebelahnya, ada Be Sanur, yang tempatnya lebih besar dan nyaman. Hidangannya mirip: modern dari racikan be tawah Pak Soeper khas Sanur!
Tekstur cantik ikan goreng Mak Beng
Kuah sup Be Sanur
Ikan goreng Be Sanur
Lain padang lain belalang, beda Sanur beda Jimbaran! Kalau mau cari alternatif selain makan seafood di pantai cantik, minggirlah sedikit ke Kedonganan. Ada dua alternatif: ke restoran atau minta dimasakin. Lho, emang bisa? Ya! Tahukah Anda kenapa banyak seafood di Jimbaran? Karena Kedonganan adalah pelabuhan nelayan! Datanglah pagi-pagi dan belanjalah ikan sendiri di Pasar Ikan Kedonganan. Anda akan bertemu lobster, mahi-mahi, tuna, oyster, dan berbagai hidangan eksotik lainnya --harga pasar! Pandai-pandailah menawar harga. Lalu, bawa belanjaan Anda ke warung di dekat pasar, salah satunya Warung Hawaii. Di sana Anda hanya perlu membayar ongkos masak per kg, kemudian dapat sambal matah sepuasnya. Rasa sobat, harga sahabat! Kalau ingin makan malam, bisa meluncur ke Ramayana. Inilah “nenek moyang” resto mentereng di pantai cantik: pelopor bisnis seafood di Kedonganan/Jimbaran. Pantainya ada, hidangannya sedap, harganya ramah.
Hidangan di Ramayana Kedonganan
Dan kalau ingin mencicipi yang lebih “rustic”, bisa melipir ke Warung Mami di Jalan Uluwatu II. Tempatnya sih biasa banget, tapi bagi para connoiseur seafood Bali, this is your temple! Udang yang sungutnya “dicukur” dengan rajin, ikan bakar dengan sambal matah dan sambal terasi, dan kerang bakar yang dimarinasi dengan minyak kelapa bumbu Bali. Ooh lala, ooh mama!
Seafood Warung Mami Jimbaran
Ada satu ikon kuliner halal di Bali yang wajib dikunjungi. Konon ketika berlangsung proyek renovasi pembangunan Bandara Ngurah Rai tahun 1955, seorang ibu menangkap peluang bisnis menyediakan makanan untuk pekerja asal Jawa. Beliau belajar masak dari rekannya asal Jatim, untuk memasak yang halal namun rasanya tetap khas Bali. Ketika membuka warung, sang ibu menamainya dengan nama putrinya: Wardani. Itulah kisah Warung Wardani (lokasi Yudistira dan Tuban) sampai menjadi primadona. Hidangan ini adalah fusion Jawa-Bali: sate lilit ayam, ayam pelalah (bumbu merah), telur bumbu merah, sayur acar kacang panjang. Rasanya khas Bali, namun dengan padu-padan ala nasi campur Jatim sehingga hidangannya menjadi unik dan sedap. Kualitasnya pun nomor satu: bersih, selalu fresh, dan dijamin sedap!
Sepiring nasi Warung Wardani
Bahkan satu artikel saja tidak cukup untuk menceritakan kuliner halal di Bali: masih ada nasi ayam Bu Oki, lawar kuwir Kasiku, sate tuna Mertha Sari, dan lain-lain. Pan kapan disambung lagi ya!
Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.