PENGALAMAN UMROH DI BULAN RAMADHAN (Bagian 1) 2016-07-06 00:00

 

Pada Bulan Ramadhan kali ini saya merasa beruntung karena dapat menjalankan ibadah puasa sambil menjalankan umroh selama hampir dua minggu. Menurut beberapa orang, pergi ke tanah suci merupakan panggilan. Saya pun merasa demikian. Pasalnya pengurusan visa umroh saya sangat mepet dikarenakan saya yang baru kembali ke tanah air. Saya pasrah dan berdoa saja saat membayar paket tur umroh. Syukurlah, mungkin inilah panggilan bagi saya untuk ke tanah suci. Visa saya bisa keluar 3 hari sebelum hari keberangkatan dan saya bisa umroh di Bulan Ramadhan yang diriwayatkan sama seperti berumroh bersama Rasulullah SAW.

 

PART I: MADINAH

Arab Saudi merupakan negara yang sangat “berbeda” dari negara-negara yang sudah pernah saya kunjungi. Saya dengar dari banyak orang bahwa di tanah suci kesabaran kita akan sangat diuji. Saya sudah diperingatkan oleh ibu dan teman-teman saya untuk menjaga kesabaran karena saya orangnya cukup temperamental, apalagi kalau ada seseorang yang bertingkah “ajaib” dan di luar kehendak saya.

Sejak awal, tingkah petugas imigrasi sudah membuat saya mau mendidih. Saya tiba pada waktu buka puasa. Saya berdiri di baris ketiga ketika adzan Maghrib berkumandang dan kebetulan petugas imigrasi ini menjadi salah satu “penguji” kesabaran saya karena dia tidak seperti petugas imigrasi lainnya yang terus bekerja pada waktu berbuka puasa. Dia malah mengambil waktu istirahat selama 15 menit untuk berbuka. Sehingga saya dan jamaah lainnya yang berada di barisan yang sama hanya bisa menunggunya selesai.

Tidak hanya sampai di situ ujian pertama saya. Seorang nenek yang mengantre di belakang saya terus-terusan mendorong saya karena dia sudah tidak sabar untuk keluar imigrasi dan berbuka puasa. Bahkan ketika saya sedang berfoto untuk dokumentasi imigrasi, nenek itu malah berdiri di sebelah saya. Tapi petugas imigrasi seolah tidak peduli yang membuat saya merasa geli karena urusan resmi keimigrasian terkesan seperti main-main.

Dan ketiba tiba di baggage claim, saya terpana melihat koper bertumpukan tidak terurus di atas carousel dan lantai. Kesan pertama di Arab Saudi, sudah begitu berkesan buat saya! 

Banyak orang yang memperingatkan saya untuk tidak bepergian sendirian selama di Madinah dan Mekkah. Saya diharuskan bepergian dengan Mahram (orang yang haram dinikahi sesuai syariat Islam). Lucunya, hingga saya pulang, saya sendiri tidak tahu yang mana Mahram saya yang merupakan salah satu anggota jamaah tur umroh. Dasarnya saya memang suka bepergian sendiri, jadi ketika beribadah dan berbelanja oleh-oleh saya sering ngebolang sendiri dan saya merasa aman. Memang terkadang saya menemui beberapa lelaki separuh baya yang berteriak ke arah saya atau sekadar memanggil ketika saya bepergian sendiri. Tapi saya cuek saja, karena di Jakarta juga banyak mas-mas di pinggir jalan yang suka memanggil tanpa tujuan yang jelas. Namun, saya pantang naik taksi sendirian!

Saat berada di Madinah, suasana spiritual sangat terasa ketika saya menjalankan Rawdah (berziarah ke Makam Nabi Muhammad). Pesan saya, kita harus berhati-hati ketika berjalan mendekati Makam Nabi Muhammad karena banyak orang yang sedang salat dan bersujud. Sayangnya, jamaah lainnya yang sebagian berasal dari wilayah Timur Tengah terkadang main injak dan tidak mempedulikan jamaah lainnya. Saya merasa hal itu adalah sebagian dari kebiasaan karena toh kalau mau, mereka bisa seperti banyak jamaah dari Negara Timur seperti Indonesia dan Malaysia yang melindungi dan menghormati jamaah yang sedang salat walaupun tetap berusaha berjalan ke barisan depan.

 

Masjid Nabawi

 

Sesampainya di barisan depan sehingga tidak dilewati orang, saya salat dan berdoa begitu khusyuk sambil berterima kasih dan meminta kepada Allah SWT beberapa hal di masa depan. Satu hal yang saya sayangkan adalah kegiatan yang menurut saya agak menuju syirik yang dilakukan oleh beberapa jamaah, seperti mengagungkan dan memuja Tiang Taubat, Tiang Sayyidinah Aisyah bahkan sekat yang memisahkan ruang jamaah dengan makam nabi dan sahabatnya. Ingat, selama Rawdah, kita berdoa kepada Allah SWT, bukan kepada benda-benda di sekitar pemakaman!

Bukan saya mau pamer tentang bersedekah, tetapi saya hanya ingin berbagi pengalaman. Orangtua saya, terutama ibu saya selalu mengajarkan untuk berbagi. Dan saya merasa selama di tanah suci, saya mendapatkan banyak rezeki dari berbagai orang, khususnya untuk berbuka. Buka puasa saya di Masjid Nabawi sungguh berkesan karena di masjid ini banyak warga Arab yang berbondong-bondong memberikan makanan pada jamaah yang berpuasa. Puluhan ribu jamaah yang berkumpul untuk berbuka puasa bersama pasti selalu mendapatkan berbagai penganan, terutama kurma, roti dan air zam zam untuk berbuka.

 

Makanan berbuka yang didapat di Masjid Nabawi

 

Saya bersyukur karena saya bahkan mendapatkan makanan berat seperti sekotak nasi briyani dengan ayam panggang setengah ekor, walaupun saya hanya duduk sambil menunggu waktu berbuka puasa. Banyak jamaah lainnya yang terkadang sengaja berkeliling untuk mengumpulkan makanan dari satu donatur ke donatur lainnya, hingga seplastik besar penuh untuk dibawa pulang. Saking banyaknya makanan dan minuman yang saya dapatkan, terkadang saya juga bisa berbagi bagian saya dengan jamaah lainnya. Saya sangat terkesan dengan keindahan berbagi di saat berbuka puasa di Masjid Nabawi, Madinah.

Pengalaman umroh saya masih berlanjut di Mekkah. Untuk Anda yang sudah ke Arab Saudi, kota manakah yang lebih Anda sukai? Madinah atau Mekkah? Yuk, sharing cerita Anda ketika mengunjungi kedua kota tersebut, di ruang komen bawah ini.

 

(Bersambung ke sini)

Teks & Foto: Agusmia Putri Haerani (www.youthgotravel.com)
Comment