Museum Kereta Api Ambarawa, yang merupakan bangunan stasiun yang terbuka
“Pak, tadi di toilet ada mbak-mbak sedang cuci tangan, apakah Bapak melihat?” Pertanyaan yang dijawab dengan gelengan kepala dan senyum tersungging dari bapak yang sedang menyapu. Hayyah! Selamat datang di Museum Kereta Api Ambarawa Jawa Tengah. Jangan khawatir, kalau kamu tidak peka, rasanya tidak jadi masalah bukan? Berhubung museum ini menempati bangunan yang didirikan tahun 1873, maklum saja kalau pengunjungnya pun ada yang dari alam lain!
Baca juga: “Benteng yang Terabaikan di Ambarawa ini Sebenarnya Instagenic Lho!”
Museum Kereta Api Ambarawa adalah sebuah museum terbuka yang beroperasi sejak tahun 1976, setelah erupsi Gunung Merapi tahun 1972 menamatkan sejarahnya sebagai stasiun karena jalurnya tertutup lahar. Museum ini unik karena memang bangunannya adalah bangunan stasiun, sehingga luas dan bersih, serta terang benderang. Pengunjung diminta membayar tiket masuk sebesar Rp20.000 per orang, lalu disambut dengan lorong panjang yang dulunya adalah jalan masuk stasiun, dengan informasi sejarah perkeretaapian Indonesia di dindingnya.
Pose di depan lokomotif kuno
Dari lorong ini pengunjung bisa melihat jajaran kereta api uap kuno yang masih nampak gagah. Inilah kereta yang menginspirasi banyak cerita petualangan, dari Orient Express-nya Agatha Christie sampai Harry Potter! Begitu sampai di pelataran samping kereta, anak-anak langsung sigap memanjat ke kereta dan minta difoto, sambil bertanya mengenai bagian kereta yang asing bagi mereka. “Itu apa yang berbentuk kotak dan ada kacanya?” “Itu lampu kereta, yang dulu masih menggunakan minyak!” Menjelaskan bagaimana batubara diserok lalu dimasukkan ke tungku untuk kemudian menghasilkan uap, menjadi pengalaman yang menyenangkan sekaligus sebagai “study trip” untuk anak-anak.
Salah satu bagian kokpit lokomotif
Salah satu sudut lokomotif
Plat nama di kereta api
Setelah puas bermain kereta, masih ada ruang pamer yang menarik dikunjungi. Ruang pamer pertama di dekat toilet, sementara yang kedua menempati gedung utama stasiun yang megah. Di sana dipajang benda-benda nostalgia yang kini hanya tinggal jejak digitalnya saja: mesin pencetak tiket dan mesin tik! Anak-anak terheran-heran menyaksikan tiket kertas yang dicetak lalu dicap sesuai tanggal keberangkatan kereta. Lalu, mesin tik, bagaimana ketukan huruf mencetakkan simbol pada kertas. Ada lagi pesawat telepon kuno, bahkan sebuah pesawat telegraf!
Mesin pencetak tiket
Pesawat telepon kuno
Di gedung utama kita bisa menyaksikan keindahan arsitektur Hindia Belanda dari abad ke-18, yang pastinya amat kontras dengan arsitektur Jawa pada masa itu. Tidak ada ornamen ukiran, yang ada adalah garis-garis simetris dan pilar-pilar besi kokoh yang menopang atap. Garis kusen, jendela, dan lampu, yang dilestarikan dengan baik, mengingatkan kita akan desain industrial seperti Cafe Spiegel di Semarang. Semua serba praktis, namun cantik dan sudah lulus teruji waktu --masih keren di usia 150 tahun!
Baca juga: “Pengalaman ‘Gocapan’ di Kota Semarang”
Di ujung museum ada satu sisi yang cukup menarik, yakni bagian pelestarian stasiun. Jadi, ada beberapa stasiun lama yang “diangkut” ke sini setelah dibangun baru di tempat asalnya. Setiap kayu, paku, dan pondasi lantai, dibongkar lalu diangkut ke sini untuk dilestarikan. Contohnya adalah Halte Kepuh dari Sukoharjo, Solo, yang dibangun tahun 1922. Bentuknya seluruhnya dari kayu, lengkap dengan atap, dan satu ruangan berjendela kecil untuk mengoper karcis. Ada juga Stasiun Cicayur, stasiun KRL antara Cisauk (Intermoda AEON Mall BSD) dan Parung Panjang. Ini merupakan display yang unik, karena pengunjung bisa membayangkan bagaimana rasanya menunggu kereta di bangunan ini, dan bagaimana dinding kayunya menjadi saksi atas ratusan perjumpaan dan perpisahan di masa lalu.
Halte Kepuh, salah satu stasiun kuno yang dipajang
Stasiun Ambarawa Willem I
Setelah puas memanjat dan foto-foto di museum, ada wisata lain yang cukup unik di Ambarawa: namanya Pabrik Tahu Serasi Bandungan Oom Shin (0298 711694). Di sini pengunjung bisa melihat proses pembuatan tahu sambil mencicipi produk olahan kedelai lainnya seperti susu kedelai. Tahu kuning yang hanya digoreng garing, plus susu kedelai hangat, terasa sedap sekali mungkin karena benar-benar “fresh off the press” alias dimasak dalam kondisi segar baru selesai dicetak. Mantap!
Tahu Oom Shin, Sejak 1980
Proses pembuatan tahu
Proses pencetakan tahu
Tahu goreng Oom Shin dan susu kedelai
Museum Kereta Api Ambarawa
Buka Senin-Minggu 08.00-16.00
PIC Museum: 0813-2570-9010
Jl. Stasiun No. 1
Ambarawa
Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.