Rujak bulung buni
Di wilayah Lasem, Jawa Tengah, ada sebuah hidangan yang namanya latoh. Latoh ini berasal dari rumput laut segar yang berbulir dan berwarna hijau, di Jepang disebut umibodo atau “sea grapes”. Saking populernya latoh ini, sampai-sampai motif khas batik Lasem disebut “motif latohan”, yang meniru bentuk batang panjang berbulir dari latoh ini. Kalau di Lasem biasanya latoh dibuat urap, di Bali latoh dibuat rujak kuah pindang, dan dinamai bulung.
Baca juga: “Jalan-Jalan ke Lasem Dalam Kenangan Pak Sigit Witjaksono”
Rujak rumput laut adalah sebuah hidangan kesukaan masyarakat Bali. Ada dua jenis rumput laut yang digunakan: bulung buni (sea grapes) dan bulung rambut. Bulung rambut tidak memiliki bulir dan direbus dulu sebelum disantap, sementara bulung buni hanya dibilas air hangat saja dan disantap segar. Keduanya berasal dari dua jenis spesies yang berbeda: Gaulerpa untuk bulung buni dan Gracilaria untuk bulung rambut.
Bulung rambut putih
Bulung rambut hijau
Bulung buni
Sore itu, pemandangan Denpasar cantik sekali. Penjor di sepanjang jalan masih berjajar rapi karena hari raya Kuningan baru saja berakhir, berkilau kuning diterpa sinar matahari sore. Setelah menyantap es krim Gusto Gelato di Renon, saya mendadak kangen dengan rasa bulung buni alias sea grapes yang krenyes-krenyes segar itu. Ternyata, Gula Bali The Joglo (0821 4557 0188) andalan saya untuk tipat cantok dan rujak Bali, hanya 5 menit saja dari Gusto Gelato. Meluncur! Saya bersyukur, restoran ini selamat melalui pandemi. Di tamannya yang asli, kami memilih duduk di meja batu, sambil menikmati semilir angin sore.
Gula Bali The Joglo
Sayangnya, bulung buni-nya habis! Adanya hanya bulung rambut. Akhirnya, saya memesan rujak bulung dan rujak jeruk bali. Di Bali, yang disebut “rujak” bukanlah berbasis bumbu kacang tanah gula merah seperti di Jawa, tetapi kuah pindang --kuah rebusan ikan. Untuk rujak jeruk bali, istilahnya “rujak colek” --bumbunya bukan kuah pindang tapi gula merah dan terasi. Ketika hadir, penampilan keduanya langsung terlihat beda. Rujak jeruk bali merah menyala dengan bumbu coklat lengket, sementara rujak bulung rambut hadir dengan kuah ungu khas pindang. Menarik!
Rujak jeruk bali di Gula Bali The Joglo
Rujak bulung rambut di Gula Bali The Joglo
Saya mencolek rujak jeruk bali. Wow, segar dan sedap! Jeruk bali yang manis-asam berpadu dengan cocolan yang manis dari gula aren, namun ada kegurihan unik dari terasi yang membuat hidangan ini rasanya nano-nano tapi nagih! Rujak bulung rambut dimensi rasanya sangat berbeda: segar dan renyah rumput lautnya, sesekali diselingi keletukan kedelai goreng. Kuah pindangnya pedas dan gurih, agak aneh tapi lama-lama cocok juga. Enak! Namun, saya masih penasaran dengan bulung buni. Ke mana ya mencarinya?
Saya ingat, tahun lalu sempat mampir ke Pura Sakenan di Pulau Serangan ketika ada upacara besar. Di sana banyak sekali yang menjual bulung buni! Setelah puas menikmati teduhnya halaman Gula Bali The Joglo, saya meluncur ke arah Bypass Ngurah Rai dan melalui jembatan ke arah Pulau Serangan. Beruntung, ada satu kedai yang masih punya stok bulung buni! Namanya Warung Bu Tipi (0819 9911 0703). Bu Tipi dengan sigap merendam bulung dalam air, lalu memarut kelapa dan laja sebagai bumbu, kemudian meracik kuah pindang, terasi, dan cabai.
Bu Tipi dan rujak bulung buni
Kelapa dan laja/lengkuas untuk diparut
Hasilnya, semangkuk bulung buni yang segar berkilau di mentari sore. Pucuk dicinta, bulung tiba! Saya segera mencicipinya dan memang luar biasa. “Bulung buni bisa bikin awet muda Pak, lebih segar karena tanpa dimasak,” kata Bu Tipi, sementara saya sibuk menikmati kletus-kletus sedapnya bulung buni ini. Kuah pindang gurih dengan pedas tajam menonjok lidah, menjadi pemicu kuat untuk menyendok bulung lagi dan menikmati sensasi adem dari bulirnya yang pecah di mulut. Inilah ikura (telur salmon) vegan! Sensasi rasa unik yang luar biasa. Mau mencoba? Yuk, ke Pulau Serangan!
Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.