Ayam Goreng Bu Toha
“Pak, ternyata tujuan kita bukan di Ungaran, tapi Salatiga!” kata tim saya yang bertugas mencari segenggam PO dalam setumpuk harapan. Wow, pucuk dicinta ulam tiba, pikir saya. Kebetulan, saya punya sahabat yang bekerja di Hotel d’Emmerick Salatiga Jawa Tengah, dan sudah penasaran ingin melihat lokasinya. Jangan bayangkan seperti wisata “buatan” di Lembang atau Puncak Jawa Barat! Nama Emmerick ternyata sudah menjadi bagian sejarah Salatiga sejak 1902!
Baca juga: “Alternatif Wisata di Salatiga: Sendang Senjoyo”
Adolph Theodoor Jacobus van Emmerick adalah orang yang mendirikan pelayanan misionaris Kristen di wilayah ini pada tanggal 14 Mei 1902. Beliau bertujuan mulia, yakni menerima pengungsi letusan besar Gunung Kelud yang terjadi tahun 1901. Bahkan sampai sekarang masih ada keturunan dari pengungsi Gunung Kelud yang masih tinggal di sini! Karena nama pelayanannya adalah “Witte Kruis” alias “Salib Putih”, maka sampai sekarang wilayah ini dinamai Agrowisata Salib Putih, yang memiliki perkebunan, lokasi untuk outbound, gedung cagar budaya, sampai hotel dan tempat rapat.
Baca juga: “Delicious Rot: Busuk Tapi Sedap!”
Titik untuk sekadar melihat pemandangan di sini bisa dilakukan dari Hotel d’Emmerick. Hotel ini memiliki lokasi di punggung gunung dengan pemandangan cantik ke arah Kota Salatiga. Danau Rawa Pening nampak dari kejauhan, dikelilingi puncak-puncak gunung-gemunung. Karena lokasinya tinggi, udara di sini terasa segar dengan pemandangan ke langit yang tidak terhalang. Awan beriringan berlatar belakang biru, membuat hati merasa bersyukur, masih bisa menghirup napas dan menikmati pemandangan nan indah ini!
Pemandangan cantik ke arah Kota Salatiga dari Hotel d’Emmerick
Ada beberapa lokasi selfie di hotel: yang pertama adalah sebuah kincir angin besar di pintu masuk, mungkin sebagai pengingat akan asal dari Pak Emmerick di Negeri Belanda. Kemudian, area kamar hotel membentuk segi empat dengan sebuah kolam di tengahnya. Bangunan ini mengingatkan kita pada struktur biara-biara di Eropa, di mana ada jajaran kamar-kamar menghadap ke dalam dengan taman luas yang simetris dan rapi. Di tengah kolam, sebuah patung Raja Daud besar nampak memandang ke langit, memegang harpa seolah siap menciptakan lagu untuk memuji Sang Pencipta atas cuaca yang indah di hari itu. Yang ketiga, pengunjung bisa selfie di area sisi kolam, di mana permukaan air akan menciptakan angle yang menarik, dan latar belakang Kota Salatiga di belakang menjadi background yang indah. Kebayang, kalau buat video TikTok dan menari “Mendung Tanpo Udan” di sini, pasti viral!
Hotel d’Emmerick, ada kolam di tengahnya
Patung Raja Daud
Setelah puas ngopi di Café d’Emmerick, tentu saja waktunya makan siang. Jangan kuatir, ada Ayam Goreng Bu Toha! Ayam goreng ini cukup legendaris di Kota Salatiga, karena sudah buka sejak lama. Ada dua pilihan: ayam dan bebek, yang sudah dibumbui dan tinggal diambil secara prasmanan seperti di RM Ampera Bandung. Kemudian, bisa memilih tahu, tempe, atau pete. Setelah dipilih, kemudian semua akan digoreng dan disajikan dengan sebuah sambel khusus beralaskan cawan batu (cobek), yang dari penampilannya saja sudah menarik! Ternyata memang benar. Ayamnya sedap, dagingnya empuk dan bumbunya meresap dengan baik. Dicocol dengan sambalnya yang pedas mandraguna bikin ketagihan, diimbangi dengan kol dan timun lalapan, rasanya cocok sekali menyegarkan tubuh yang sedang lelah. Mantap!
Ayam Goreng Bu Toha
Hidangan di Ayam Goreng Bu Toha
Nah, sebagai penutup, saya sempat mampir ke Lumpia Gang Lombok, Semarang. Lumpia ini adalah salah satu alternatif kudapan dalam jalur “Gocapan” (Gowes Cari Sarapan) favorit saya sepanjang Pecinan Semarang. Rasanya masih enak, namun harganya sudah berubah. Kebetulan saya punya foto tahun 2010, yang saya bandingkan dengan foto tahun 2021! Di tahun 2010 harganya Rp6.000, dan sekarang sudah naik tiga kali lipat yakni Rp18.000. Ikut senang, karena produk lokal harganya tinggi, yang artinya makin diapresiasi!
Lumpia Gang Lombok Semarang tahun 2010
Lumpia Gang Lombok Semarang tahun 2021
Jajaran ruko kuno di Pecinan Semarang
Dan satu lagi catatan penting dari kunjungan ke Semarang kali ini, datang dari Seafood Pak Jari. Lokasinya di Simpang Lima, tapi jangan salah! Walaupun kaki lima, kualitasnya “bintang lima”! Srimping goreng, hidangan kerang khas Semarang, sampai kami pesan dua porsi. Lalu yang spesial di sini adalah cumi telur asin! Ini versi yang sangat dekat dengan aslinya di Pekanbaru: cumi yang ditumis dengan telur asin, tanpa tepung! Harga bersahabat, hidangan sepakat!
Srimping goreng Pak Jari
Cumi telur asin Pak Jari
Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.