Hanging Monastery yang terlihat anggun sekaligus penuh misteri
China adalah salah satu negara yang memiliki peradaban yang tertua di dunia. Diperkirakan dimulai sekitar tahun 4000 Sebelum Masehi. Maka tak heran di China banyak sekali warisan bangunan atau artefak peninggalan ribuan tahun yang tersebar di berbagai kotanya. Salah satunya ada di kota Datong. Kota Datong sendiri merupakan kota tua yang terletak di Provinsi Shanxi. Kota ini bisa dikunjungi dari Beijing dengan menggunakan kereta selama 1,5 jam. Salah satu peninggalan yang unik serta menarik untuk dikunjungi adalah Hanging Monastery (Hengshan Hanging Temple) yang terletak di tebing Gunung Heng. Hanging Monastery terletak kurang lebih 90 menit berkendara dari Kota Datong (64 km).
Seperti namanya, Hanging Monastery, kuil ini memang tergantung (hanging) di tebing terjal Gunung Heng setinggi 75 meter di atas tanah dan dibangun lebih dari 1.500 tahun yang lalu. Kuil ini seperti menggabungkan Agama Buddha, juga agama tradisional China yaitu Tao dan filosofi Konfusian. Hanging Monastery dibangun pada ceruk mendalam di tebing Gunung Heng dengan kaki-kaki kayu oak yang masuk ke dalam lubang-lubang di tebing. Di atas kaki-kaki itulah serta konstruksi penopang yang tersembunyi di balik tebing-tebing datar, Hanging Monastery bertengger dengan gaya arsitektur China klasik.
Jalan setapak menuju Hanging Monastery
Tiang-tiang penyangga Hanging Monastery yang masuk ke dalam lubang-lubang di tebing. Tetap kokoh walaupun sudah berusia lebih dari 1.400 tahun (terakhir direnovasi tahun 2016)
Pengunjung diharapkan bersikap sopan (banyak peringatan berbahasa Mandarin dan Inggris) dan mengikuti alur perjalanan
Kami berkesempatan pergi ke Hanging Monastery di akhir Desember 2024 dengan menyewa mobil beserta supirnya dari Kota Datong, karena sesudah mengunjungi Hanging Monastery, kami berencana langsung ke Yungang Grottoes (biaya 500 yuan seharian). Perjalanan dimulai pada pukul 8 pagi. Matahari belum menampakkan sinarnya dan dengan suhu minus 13, kami pergi ke arah Gunung Heng. Perjalanan berlangsung mulus, melewati kelokan dan sungai-sungai yang membeku.
Setelah hampir dua jam perjalanan, sampailah kami di tempat pembelian tiket Hanging Monastery. Jadi untuk menuju kuilnya, kita tidak bisa menggunakan kendaraan pribadi, melainkan harus membeli tiket terlebih dahulu (sekitar RMB 130) dan berangkat bersama-sama menggunakan bus ke tempat parkir bus. Saya juga melihat beberapa orang memilih untuk berjalan kaki menuju Hanging Monastery.
Sesampainya di area Hanging Monastery, kami langsung disambut pedagang-pedagang (yang tentunya hanya bisa berbahasa Mandarin --thanks to Google Transalate) yang berjualan mulai dari pakaian, topi hangat, suvenir, sampai beragam camilan serta makanan hangat. Tak lama kemudian setelah berjalan sekitar lima menit, maka tampaklah dari kejauhan Hanging Monastery.
Hanging Monastery terlihat misterius sekaligus memesona karena arsitektur bangunan yang unik serta terdiri dari 3 tingkat. Pikiran saya langsung melayang ke masa seribu tahun lalu di mana para bhiksu memanjatkan doa di sana. Pada musim dingin, tidak terlalu banyak wisatawan datang ke sini, tetapi jika musim panas atau musim gugur, penjaga monastery sampai harus menetapkan kuota pengunjung. Hal ini dilakukan agar kelestarian tetap terjaga.
Hanging Monastery seolah-olah keluar dari ceruk di tebing Gunung Heng
Detil indah Hanging Monastery. Sayang kami datang saat musim dingin, sehingga pohon-pohon tampak kering
Beberapa tempat tertutup dan pengunjung dilarang masuk.
Kami perlahan naik tangga menuju Hanging Monastery dan ternyata makin mendekat, makin tampak menyihir suasananya. Orang perlahan masuk satu demi satu dan bersikap sopan (dilarang memotret patung Buddha atau tempat berdoa). Beberapa orang berhenti dan masuk ruang doa. Suasana magis terus terasa dalam setiap langkah kami, satu per satu berjalan menelusuri dan naik tangga menuju ke lantai paling tinggi. Semua orang berjalan satu arah karena tempatnya sangat sempit dan terjal (terdapat petunjuk dalam bahasa Inggris).
Semua orang berjalan satu arah karena tempatnya sangat sempit dan terjal
Tidak terasa walaupun di dalam Hanging Monastery, angin dingin makin menusuk, kami sudah mengabiskan waktu 1 jam. Banyak spot foto cantik di sini, tetapi perlu diingat bahwa ini adalah tempat orang berdoa. Karena masih musim dingin, maka sungai sekitar dan air terjun membeku seakan mengisyaratkan ketenangan. Akhirnya dengan berat hati (dan kedinginan) kami kembali ke bus menuju tempat pembelian tiket. Sesampainya di sana, langsung perut meronta meminta sup hangat. Dan akhirnya perjalanan ke Hanging Monastery pun ditutup dengan sup mie hangat di kantin dalam area tempat pembelian tiket. Let’s hang on and keep on traveling!!!