Suku Karen yang berleher panjang, kunjungan wajib di Chiang Rai
Sama dengan Chiang Mai, Provinsi Chiang Rai berada di Thailand bagian utara, bahkan lebih utara dari Chiang Mai. Ibu kotanya, Chiang Rai, merupakan kota besar di Thailand yang posisinya paling di utara. Berjarak 860 km di utara Bangkok dan 200 km dari Chiang Mai. Chiang Rai berbatasan langsung dengan Myanmar dan Laos. Oleh karenanya, salah satu destinasi favorit di Chiang Rai adalah Golden Triangle, perbatasan Thailand-Myanmar-Laos. Selain tentu saja White Temple, Blue Temple dan desa Suku Karen berleher panjang. Dalam seharian memang bisa dieksplor sekaligus, tapi disarankan memecahnya menjadi dua hari full supaya lebih bisa menikmati dan tidak terlalu lelah, seperti yang dilakukan MyTrip awal November 2023 lalu.
Baca juga: “Panduan Mengeksplor Chiang Rai Terbaru 2023”
MyTrip masuk ke Chiang Rai dari Chiang Mai, sewa mobil, sekalian mampir di tiga destinasi wisata, sebelum akhirnya check in hotel di Chiang Rai. Keesokan harinya eksplor Chiang Rai lagi dengan sewa mobil, tidak mengambil paket tur, sehingga lebih fleksibel. Ikuti perjalanan MyTrip ke Chiang Rai berikut ini.
Baca juga: “Eksplor Chiang Rai 2 Hari Full, Bisa ke Mana Aja? (Bagian 1)”
FULL DAY KEDUA: SUKU KAREN DAN WISATA PERBATASAN
Itinerary eksplor Chiang Mai hari kedua adalah hasil diskusi MyTrip dengan manajer De Hug Hotel tempat kami menginap. Mobil dan supir juga dipesankan pihak hotel. Supirnya tak bisa berbahasa Inggris tapi untungnya fasih memanfaatkan Google Translate.
Tujuan pertama Longneck Karen Village yang ditempuh +/-35 menit dari Kota Chiang Rai. Harga tiket masuknya lumayan mahal, THB300 per orang (+/-Rp135.000). Jangan bayangkan Trippers akan blusukan masuk ke dalam kampung permukiman penduduk suku tradisional ya. Kampungnya sudah ditata untuk wisatawan, berupa lapangan luas terbuka dengan deretan kios-kios membentuk huruf U. Kita bisa berinteraksi dengan suku yang memiliki tradisi memakaikan gelang besi pada leher para wanitanya. Di kios paling depan kita bisa berpose memakai gelang besi di leher yang dibuat khusus hanya setengah lingkaran. Kita juga bisa melihat-lihat atau membeli barang dagangan mereka. Ada baju-baju bergaya tradisional, syal, kain, gantungan kunci, tas, dompet, magnet kulkas, pajangan dinding, patung dan sebagainya.
Deretan kios-kios di lapangan terbuka
Wanita Suku Karen, dipakaikan gelang besi pada lehernya
Berpose dengan gelang besi setengah lingkaran
Berbelanja di kios-kios Suku Karen
Tujuan kedua, Choui Fong Tea Plantation. Berkendara 30 menit dari Desa Suku Karen. Perkebunan teh yang dimiliki dan dikelola sebuah keluarga ini beroperasi di tempat yang sekarang sejak 2003. Tapi pendiri awalnya sudah membuka kebun teh di tempat lain sejak 1977. Kami tidak menyusuri kebun tehnya tapi berkunjung ke toko dan restorannya. Ada juga tea tasting sehingga kita bisa lebih mudah memutuskan beli teh yang mana. Ada beragam jenis teh dijual dalam kemasan yang apik, juga ada produk-produk body care berbahan dasar teh. Di restorannya yang berpemandangan kebun teh nan asri juga dijual tak hanya teh sebagai minuman tapi juga cake rasa green tea, salah satunya.
Choui Fong Tea Plantation
Tea tasting
Produk-produk teh dalam kemasan apik
Selanjutnya kami menuju Mae Sai, sebuah kota kecil di Provinsi Chiang Rai, yang berada di perbatasan dengan Myanmar, tepatnya Kota Tachilek. Sayangnya, ternyata Pemerintah Myanmar belum membuka perbatasannya untuk orang asing. Yang boleh melewatinya hanya pemegang paspor Thailand. Jadilah kami hanya berfoto di depan gerbang perbatasannya. Dan tentu saja mencari rumah makan untuk makan siang. Kiri-kanan jalanan Mae Sai yang cukup besar ini penuh dengan toko-toko, layaknya perbatasan darat di mana-mana. Ada toko yang menjual kebutuhan sehari-hari tentunya, dan banyak juga toko suvenir. Seru juga melihat-lihat di sini.
Gerbang perbatasan di Mae Sai
Hanya bisa berpose di depan gerbang perbatasannya
Toko camilan khas di Mae Sai
Toko suvenir di Mae Sai
Destinasi berikutnya Hall of Opium Golden Triangle Park, tiket masuknya THB120 (+/-Rp54.000), jam bukanya pkl.08.30-15.30. Museum ini memiliki beragam ruang pamer, dari mulai menunjukkan sejarah kawasan Golden Triange yang dihuni ragam etnis, bagaimana tanaman opium/poppy tumbuh dan dibudidayakan di kawasan ini, proses getah poppy menjadi bahan baku narkoba, perdagangan narkoba di seluruh dunia, perang candu, cara-cara kurir menggelapkan narkoba, hingga korban-korban kecanduan narkoba termasuk para artis maupun tokoh publik, dan sebagainya. Di bagian depan museum bahkan ada replika tanaman poppy yang sedang berbunga. Yang menarik juga adalah diorama bawah tanah yang menggambarkan korban-korban kecanduan narkoba. Pokoknya dibahas tuntas semua tentang opium.
Replika tanaman poppy yang sedang berbunga di Hall of Opium
Diorama bawah tanah di Hall of Opium
Destinasi terakhir tentulah Golden Triangle, segitiga perbatasan Thailand-Myanmar-Laos. Untuk mengeksplornya Trippers mesti sewa perahu menyusuri sungai, kami membayar THB1.500 (+/-Rp675.000) dengan kapasitas belasan orang. Start dari sisi Sungai Ruak sampai masuk ke Sungai Mekong. Trippers akan melewati patung Buddha besar di sisi kanan sungai yang masih masuk wilayah Thailand, lalu gedung-gedung megah kasino di sisi kiri sungai yang masuk wilayah Laos. Tujuan akhirnya yaitu Donsao, sebuah desa di perbatasan Laos yang dibangun khusus untuk para wisatawan yang mampir, tanpa perlu melewati proses imigrasi. Dulu Donsao benar-benar bernuansa desa tapi sekarang sudah megah sejak China membangun kasino-kasino di wilayah ini. Kios-kios di Donsao kebanyakan menjual suvenir, dan yang paling khas adalah minuman beralkohol dalam botol yang berisi ular maupun kalajengking dalam bentuk utuh. Meskipun Donsao bagian dari Laos, tapi kita bisa berbelanja dengan memakai Thai baht.
Perahu untuk menyusuri Sungai Mekong di Golden Triangle
Patung Buddha besar keemasan di sisi kanan sungai
Gedung-gedung megah di sisi kiri sungai
Tugu Golden Triangle di Donsao, Laos
Welcome to Donsao
Kios-kios suvenir di Donsao
Minuman berisi ular dan kalajengking
Lalu, kenapa disebut Golden Triangle? Mana tanah segitiganya? Sebenarnya saat perahu baru saja bergerak, tak lama Trippers akan melewati tanah segitiga itu, tapi karena sama-sama berada pada eye level, jadi tak terlihat. Maka, mampirlah ke patung Buddha besar keemasan di tepi sungai. Naiklah ke teras bagian belakangnya, dari situ akan terlihat si tanah segitiga itu.
Di titik start naik perahu, daratan hijau yang menjorok di sebelah kiri itulah si tanah segitiganya
Memandang ke arah tanah segitiga dari teras belakang patung Buddha besar keemasan
Mau melihat lebih jelas lagi? Lanjutkan perjalanan dengan kendaraan ke atas bukit di mana terdapat patung standing Buddha bernama Phra Buddha Siri Trairath yang diresmikan 27 Desember 2017. Patung Buddha ini berdiri menghadap Sungai Mekong, dipercaya melindungi dan memberkahi Thailand-Myanmar-Laos. Nah dari teras patung ini tanah segitiga itu terlihat jelas.
Patung standing Buddha bernama Phra Buddha Siri Trairath
Dari teras patung standing Buddha, tanah segitiganya lebih jelas terlihat
Mau lebih jelas lagi, lihatlah peta Golden Triangle di gapura ini
Itulah destinasi-destinasi yang MyTrip kunjungi selama dua hari full di Chiang Rai. Tentu ada banyak lagi objek wisata lainnya yang menarik yang belum diulas di artikel ini. Trippers bisa menambahkan maupun mengurangi sesuai preferensi.