Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai memang kalah mentereng dari tetangganya, Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat, di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Karena Labuan Bajo punya Taman Nasional Komodo, destinasi wisata kelas dunia. Lalu Ruteng punya apa? Ruteng juga punya objek wisata yang menjadi perhatian dunia lho. Situs Liang Bua, yang punya arti sangat penting bagi upaya pengungkapan evolusi manusia karena di sinilah ditemukan fosil spesies manusia prasejarah berbadan kerdil yang populer disebut hobbit. Situs yang berupa gua yang sangat besar ini juga sangat keren! Cucok lah buat konten Instagram.
TENTANG PENEMUAN FOSIL MANUSIA KERDIL & MISTERINYA
Fosil manusia prasejarah berbadan kerdil alias kate yang diberi nama Homo floresiensis (disingkat Flo atau Flores Hobbit) ditemukan di gua karst horisontal Liang Bua di Dusun Rampasasa pada tanggal 6 September 2003. Tim gabungan Australia-Indonesia yang dimotori Mike Norwood, profesor antropologi pada University of New England di Armidale, New South Wales, Australia dan Thomas Sutikna, arkeolog Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Arkenas) Indonesia menemukan tulang-belulang si manusia kerdil dalam kondisi yang sangat rapuh di kedalaman 595 cm. Tingginya diperkirakan hanya 106 cm atau 115 cm. Beratnya sekitar 30 kg. Jenis kelaminnya perempuan, umur 25-30 tahun. Umur fosil diperkirakan 18.000 tahun. Guanya sendiri diperkirakan berumur 190.000 tahun.
Tahun 2004 Liang Bua dengan temuan fosilnya ini mulai populer sejak ada liputan BBC. Sampai kini penggalian dan penelitian masih terus dilakukan untuk menelusuri jejak kehidupan manusia masa lalu.
Baca juga: "Pantai Koka Bisa Menjadi Magnet Wisata di Sikka NTT Asal Saja Dikelola dengan Baik"
Spesies dari fosil ini diberi nama sendiri karena ciri-cirinya berbeda dengan Homo erectus maupun Homo sapiens yang sudah lebih dulu diketemukan. Ukuran otaknya juga jauh lebih kecil dibanding Homo sapiens. Tapi perdebatan masih terus berlangsung di antara para ilmuwan dunia dari berbagai disiplin ilmu. Apakah ini spesies baru atau bukan? Dan kalaupun iya, ditempatkan di mana dalam pohon evolusi?
Ada yang kekeuh dengan pendapatnya bahwa ini bukan spesies baru. Tubuhnya kerdil karena menderita down syndrome atau mungkin juga stunting, jadi bukan spesies yang berbeda dari Homo sapiens. Atau mungkin mereka keturunan dari nenek moyang yang tingginya normal, yang mengalami proses evolusi menyusut tinggi badannya karena terisolasi di pulau.
Tapi fakta bahwa di Dusun Rampasasa sampai kini masih ada sekelompok manusia-manusia kerdil, makin menguatkan kesimpulan bahwa Flo ini spesies yang berbeda. Karena kecil kemungkinan ini hanya suatu kebetulan belaka bukan?
Warga Dusun Rampassa yang berbadan kerdil juga percaya fosil yang ditemukan itu nenek moyang mereka. Tak heran mereka sangat antusias membantu proyek penelitian yang tak henti-hentinya dilakukan, termasuk memberikan sampel air liur untuk analisis genetik. Mereka juga ingin tahu sejarah nenek moyang mereka. Walaupun hingga kini masih misteri.
Baca juga: "Selain 3 Gunung Apinya, Apa Lagi yang Menarik di Lembata?"
Pada tahun 2016 keluar kesimpulan baru mengenai umur Flo yang awalnya diperkirakan berusia 18.000 tahun. Para peneliti dari Pusat Penelitian Arkenas Indonesia, Universitas Wollongong (Australia), dan Smithsonian Institution (Amerika Serikat) yang melakukan penggalian sejak 2007-2014 meralat, bahwa Flo hidup dari 60.000 hingga 100.000 tahun yang lalu. Jadi hobbit Flores ini bahkan hidup 10.000 tahun lebih dulu dari Homo sapiens.
Liang Bua sebenarnya sudah mulai didatangi peneliti tahun 1960-an. Adalah seorang pastor asal Belanda yang mengajar di sebuah seminari di Kabupaten Ngada Pulau Flores yang juga seorang arkeolog, Theodore Verhoeven, yang melakukan penelitian. Ia menemukan tulang-belulang binatang dan artefak perkakas batu seperti guci yang diperkirakan usianya 750 ribu tahun.
TENTANG LIANG BUA
Liang artinya gua, Bua artinya tetesan air. Jadi kurang lebih artinya gua yang dingin. Gua ini berada di ketinggian 500 mdpl di Dusun Rampasasa Desa Liang Bua Kecamatan Rahong Utara Kabupaten Manggarai. Lokasinya 14 km di sebelah utara Kota Ruteng, berkendara sekitar 40 menit.
Dilihat dari kondisi fisiknya, gua ini memang nyaman buat tempat tinggal pada zaman dulu. Lantainya luas dan cenderung datar, mulut guanya lebar dan tinggi. Panjang 50 m, lebar 40 m, tinggi 25 m. Serta mendapat sinar matahari yang cukup karena menghadap timur laut. Letaknya juga dekat (berjarak 200 m) dengan pertemuan dua sungai, Wae Racang dan Wae Mulu. Tanah di sekitar gua juga relatif subur.
AKTIVITAS TURIS
Karena gua horisontal ini mulutnya besar, Trippers bisa masuk ke sini tanpa perlu bersusah-payah. Walaupun misalnya masih ada galian eskavasi, pengunjung tetap boleh masuk melihat-lihat. Bagian kanan gua bisa dinaiki, seperti ada teras-terasnya, dan kita bisa berfoto-foto di situ. Ada ceruk, stalaktit, stalagmit, ada batu-batuan menonjol. Dari atas sini kita bisa melihat dan memotret gua ke arah luar. Cantik!
Memotret ke arah luar gua
Bisa dinaiki dan foto-foto
Habis mengeksplor gua sebaiknya Trippers juga berkunjung ke museumnya, Museum Liang Bua. Di sini kita bisa melihat tengkorak Flo yang disimpan dalam peti kaca. Ada panel-panel berisi aneka keterangan yang bisa kita baca.
CARA KE RUTENG
Ruteng sebenarnya punya bandara, Bandara Frans Sales Lega. Tapi penerbangan komersil ke sini hanya ada dari Kupang, dan mungkin jadwalnya nggak pasti. Jadi lebih baik lewat Labuan Bajo. Cara ke Labuan Bajo silakan baca di sini. Dari Labuan Bajo berkendara ke Kota Ruteng menempuh sekitar 125 km selama 3,5-4 jam.
PENGINAPAN DI RUTENG
Favorit para wisatawan, terutama wisman adalah penginapan Susteran Maria Berduka Cita. Sederhana namun sangat apik dan bersih. Penginapan lain juga tersedia tapi nggak ada jaringan hotel internasional ya.