Kami tim pemburu curug kembali beraksi. Curug yang kami datangi kali ini cukup istimewa karena selain sering muncul pelangi, di curug ini pengunjung juga bisa melakukan aktivitas rappeling, alias menuruni tebing curug dengan seutas tali. Hanya saja sayangnya, jalan masuknya kecil di antara perkampungan, hanya muat satu mobil. Jadi kalau papasan dengan mobil lain PR banget! Curug Lembah Pelangi namanya. Letaknya di Desa Cimanggu, Kampung Jatake, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor.
Dinamai Lembah Pelangi karena ada pelangi di depan curugnya
CARA MENCAPAI CURUG LEMBAH PELANGI
Rutenya mirip dengan ke Gunung Salak Endah, lewat Dramaga. Mulai dari Jakarta masuk tol Jagorawi arah Bogor/Ciawi, keluar di exit Sentul Selatan/City (Lingkar Bogor, Kd. Halang), belok kanan untuk mengambil tol Lingkar Bogor, keluarnya di Dramaga. Ketemu lampu merah, belok kiri ke arah Dramaga/Leuwiliang (Jl. Abdullah bin Nuh). Lurus saja sampai ketemu pertigaan mentok, belok kanan, susuri Jl. Raya Dramaga.
Setelah melewati kampus IPB Dramaga sekitar 10 menit ada pertigaan, dengan penanda DODIKLATPUR, nah kita lanjut terus (kalau ke Salak Endah belok kiri). Sampai ke kawasan Cibadak. Di sinilah, tepatnya di depan SMU Pandu kami bertemu pemandunya. Soalnya kalau nggak bareng pemandunya, agak sulit menemukan belokan ke kanan, sekitar 5 menit dari SMU Pandu. Penandanya nggak jelas. Saya hanya melihat ada warung bakso di mulut jalan sebelah kanan. Kata pemandu kami, ini jalan ke arah Ciaruteun. Jalanannya sempit, hanya muat satu mobil. Sekitar 10 menit ada belokan ke kanan menurun, dan ada plang “Curug”, belok dis itu. Lalu mentok belok kiri, sudah ketemu area parkirnya. Total 2,5 jam dari Taman Mini termasuk macet di Dramaga.
Area parkir
CURUG WISATA YANG SUDAH RAPI
Area parkirnya cukup luas, dan ada gerbang di sini. Bayar tiket masuk Rp 4.000, motor Rp 3.000, mobil Rp 5.000. Berhubung kami ke curug untuk rappelling, jadi kami nggak bayar tiket masuk, karena sudah termasuk di harga paket rappelling yang Rp 70.000 per orang.
Gerbang masuk
Dari gerbang turun ke arah curug deket aja, paling 5 menitan. Jalannya sudah rapi, ada tangga-tangga dan pagar. Awalnya kita akan melihat curug kecil di sebelah kiri, lalu ketemu jembatan. Nah di bawah jembatan ini ada curug yang cukup lebar. Curug inilah yang dipakai sebagai lokasi rappelling. Di bawahnya terbentuk kolam kecil yang dangkal. Lalu di depannya lagi ada kolam buatan, yang airnya coklat keruh, tapi ada aja pengunjung yang berenang di situ.
Jalur turun menuju area curug
Area curug dilihat dari atas
Sebelum bersiap untuk rappelling, kami mengambil waktu untuk memotret dan menikmati curug yang ada di sisi kanan. Inilah curug utama di lembah ini yang tingginya sekitar 60 m. Curahan airnya deras, menimbulkan suara berdebur yang sangat keras, apalagi kalau pas hujan. Di depan curug inilah sering terlihat pelangi saat matahari sedang terik-teriknya. Sayang kami tak melihat pelanginya karena saat matahari seharusnya sedang terik-teriknya justru turun hujan. O ya, pengunjung dilarang turun ke area curug utama ini.
Curug utama Lembah Pelangi
Curug utama, airnya begitu deras
Curug yang dimiliki dan dikelola pihak perorangan ini berada di dataran rendah, sekitar 200 mdpl. Makanya jangan berharap cuaca sejuk.
RAPPELLING: NGERI-NGERI SEDAP!
Menurut Ferdi, pemandu sekaligus penggagas rappelling di Curug Lembah Pelangi bersama komunitas Anak Magang, kegiatan rappelling di sini baru diadakan sekitar setahun lalu. Tim mereka tidak selalu standby, jadi yang mau rappelling harus membuat reservasi dulu (silakan kontak Ferdi di 089613310122 atau 089634550335).
Panjang lintasan curugnya 20-an meter dengan kemiringan sekitar 75 derajat. Kondisi ini cukup ideal bagi para pemula. Curahan air curug juga terbilang tak terlalu deras. Kalau tiba-tiba deras gimana? Tenang aja, ada pintu air, jadi curahan air bisa dikontrol.
Inilah curug untuk rappelling
Pagi itu ada 4 pemandu/instruktur yang membantu kami melakukan rappelling. Diawali tentu saja dengan memakai tali webbing di badan sebagai pengganti harness. Lalu karabiner dan figur 8 dikaitkan di tali webbing di pinggang bagian depan. Kami juga dipinjamkan helm dan sarung tangan. Nggak perlu bawa apa-apa, semua tas ditinggalkan di saung.
Kami yang sudah siap pun naik tangga ke arah jembatan di atas curug. Bagian atas curug tempat titik start cukup datar dan mampu menampung beberapa peserta sekaligus. Briefing dari pemandu dilakukan satu per satu kepada kami on the spot. Figur 8 di badan kita pun dikaitkan di tali yang sudah disimpulkan pada angkur (ring baja yang ditancapkan sangat dalam ke batu).
Briefing di titik start
Pada intinya rappelling itu adalah kegiatan menuruni tebing dengan tali, di mana kita harus melangkah mundur dengan posisi kuda-kuda, telapak kaki dipijakkan ke dinding tebing dengan posisi badan doyong ke belakang sekitar 60 derajat. Bagi kita yang bukan kidal, tangan kiri memegang tali di depan, tangan kanan memegang tali di belakang. Kontrol ada di tangan kanan, makanya nggak boleh sedetik pun kita melepas genggaman tangan kanan pada tali.
Tangan kiri di depan, tangan kanan di belakang pinggang
Agar kita bisa bergerak mundur, jangan ragu untuk menolakkan badan ke belakang karena dengan begitulah tali bisa bergerak ke bawah, dan kaki bisa melangkah mundur. Nah supaya gerakan ke bawah nggak terlalu cepat, tali yang digenggam dengan tangan kanan harus diletakkan di belakang pinggang, berfungsi untuk menahan supaya nggak meluncur. Supaya badan kita nggak goyah ke kanan dan kiri, posisi kaki nggak boleh terlalu ditekuk. Idealnya kaki lurus, lutut tak dibengkokkan. Dengan demikian posisi tali akan selalu tegang, membuat kita stabil. Jangan takut kalau merasa nggak kuat menahan laju tali, karena ada pemandu yang melakukan belaying di bawah. Kalau sampai kita terlalu meluncur, pemandu di bawah sigap menahannya.
Ada pemandu yang melakukan belaying di bawah
Selambat-lambatnya, dalam waktu maksimal 10 menit setiap peserta sudah berhasil melewati lintasan 20-an meter tersebut. Yang cepat bisa jadi 5 menit saja. Dan kabar baiknya adalah, operator nggak membatasi kita untuk hanya melakukan rappelling satu kali.
Usai makan siang, kami pun bersiap untuk melakukan yang kedua. Tadinya kami akan mencoba di curug yang sama, tapi ambil lintasan kiri atau kanan, karena di percobaan pertama kami semua ambil jalur tengah. Ternyata pemandu menawarkan untuk pindah ke curug lain yang lebih vertikal. Bukan curug utama yang ada pelanginya itu ya... Kalau itu sih nggak bisa buat rappelling.
Curug kedua lebih vertikal
Curug kedua ini dari saung tempat kami duduk tampak pendek, dan debit air pun kecil. Jadi tanpa ragu kami mengiyakan. Eh, pas sampai di atas tebing curug, hati kami pun ciut. Kok tinggi juga ya... Sereem... Udah gitu tempat kami duduk menanti tali dikaitkan ke pohon dan karung goni dihamparkan di bibir tebing, jaraknya nggak sampai 2 m dari bibir tebing. Ada rasa takut. Bener nih, kami mau coba? Tapi udah tanggung lah. Saya dan dua teman pun menghimpun keberanian. Pemandu menyemangati, katanya, yang tegang cuma tahap awal aja. Iya bener, saat saya berdiri menghadap belakang di ujung tebing, rasanya nggak karuan. Saat pemandu berkata, “Saya lepas ya...” Di situlah saya mencelos. Tapi, begitu telapak kaki akhirnya meninggalkan pijakan di atas tebing dan beralih ke dinding tebing, dan semua berlangsung lancar, perlahan rasa takut hilang. Nggak sampai 5 menit saya sampai dengan selamat ke bawah. Fiuhhh.... Must try deh buat yang suka tantangan.
Puncak ketegangan, saat di bibir tebing
Tips:
- Pakai celana panjang lebih bagus untuk melindungi seluruh kaki.
- Pakai sendal gunung.
- Yang berkacamata sebaiknya nggak dipakai, selain takut jatuh, juga malah menghalangi pandangan karena terciprat air.
- Bawa GoPro atau kamera tahan air dan titipkan pada pemandu yang mendampingi kita turun supaya dia bisa mengambil gambar dalam jarak dekat.
Pemandu memotret dalam jarak dekat
- Bergantianlah memotret. Di sisi kiri curug ada tempat untuk mendapatkan angle foto ke arah curug. Dari bawah curug juga leluasa untuk mengambil gambar.
Tim pemburu curug
keren, air terjunnya ada 3, HTM cuma 5ribu
2017-10-23