Berkunjung ke Bhutan nggak afdol kalau nggak ke Tiger’s Nest, monastery di pinggang tebing. KarenaTaktshang Goemba –sebutannya dalam bahasa lokal-- ini landmark utama Bhutan, negeri indah di Asia Selatan. Tapi yang menjadi momoknya adalah, untuk mencapainya perlu hiking 3 jam melalui tanjakan yang cukup melelahkan di tengah kondisi oksigen tipis di ketinggian 2.600-an sampai 3.120 mdpl. Apakah saya mampu? Apakah orang tua saya bisa sampai ke atas? Begitulah kegalauan sebagian besar orang. Maka, simak panduan berikut agar Trippers bisa memutuskan dengan tepat.
BEGINI KONDISI JALUR HIKINGNYA
- Jalurnya campuran, berupa jalan tanah, jalan berbatu dan tangga-tangga batu. Beberapa ruasnya adem terlindung pohon-pohon besar, termasuk deretan pohon pinus; beberapa ruas lainnya terbuka, langsung terpapar sinar matahari.
Begini kondisi jalur tanjakannya
- Tingkat kesulitannya boleh disimpulkan: sedang. Ada beberapa ruas menanjak terus dan cukup terjal, tapi kemiringannya nggak lebih dari 20 derajat. Selebihnya cenderung rata atau naik tipis-tipis. Menjelang sampai monastery-nya turun tangga, lalu naik tangga lagi.
- Jalur treknya jelas, nggak akan nyasar.
- Sekitar setengah rute, Trippers bisa memilih untuk naik kuda sampai di satu tempat di dekat kafetaria (ketinggian 2.940 mdpl). Di sinilah semua orang beristirahat dulu, minum teh hangat dan makan biskuit sambil memandangi Tiger’s Nest di kejauhan. Dari sini kuda sudah nggak bisa lanjut, harus jalan kaki. Untuk turunnya sama sekali sudah tidak bisa naik kuda.
Naik kuda
Istirahat dulu di kafetaria
- Dengan kecepatan sedang, santai tapi nggak lelet-lelet amat, tanpa naik kuda, dibutuhkan total 3 jam untuk menyelesaikan jalur sepanjang +/-4,5 km dengan elevasi +/-520 m hingga sampai monastery (termasuk istirahat 30-45 menit di kafetaria dan photo stop di tiap spot bagus).
Photo stop, Tiger's Nest di kejauhan
Dengan kondisi jalur seperti itu, selama Anda bugar, tak punya masalah lutut yang serius, berapa pun usia Anda (asal belum terlalu jompo), dan walaupun Anda sama sekali nggak punya pengalaman hiking, dijamin Anda bisa sampai atas. Buat yang masih nggak yakin, untuk menghemat tenaga, dari lokasi start naik kuda saja. Tentu harus keluarin kocek tambahan ya, karena biaya naik kuda nggak termasuk dalam paket tur Bhutan yang sudah dibayar USD 250 per malam itu.
ADA APA DI ATAS?
Capek-capek naik, memang ada apa di atas sana? Pertama, sebelum sampai ke lokasi monastery-nya, kita akan melihat air terjun terlebih dulu. Lumayan tinggi air terjunnya.
Air terjunnya
Lalu, setelah menitipkan semua barang termasuk HP dan kamera (kecuali dompet) di gerbang masuk, pemandu akan membawa kita memasuki satu demi satu dari 4 kuil (temple) yang ada. Salah satu kuil di Tiger’s Nest ini auranya bagus banget. Beberapa pengunjung mengalami pengalaman spiritual di sini.
Dari ruang terbuka di teras kuil saat cuaca cerah kita bisa melihat Mount Jhomolhari, gunung yang dikeramatkan di Bhutan. Kita juga bisa melihat Paro Valley dan jalur di pinggang gunung yang kita lalui. Benar-benar pemandangan yang menyehatkan mata dan jiwa.
Pemandangan ke arah Jhomolhari dan jalur di pinggang gunung
JANGAN LEWATKAN
Ada dua view point setelah kita melewati kafetaria. Yang pertama view point yang berpagar. Inilah tempat pertama di mana orang-orang pasti berhenti berfoto dengan latar Tiger’s Nest.
View point pertama
Yang kedua posisinya agak tersembunyi, harus naik melipir sedikit ke kiri, ke teras sebuah bangunan. Duduk ataupun berdiri di pagar batunya dan difoto dengan latar Tiger’s Nest yang makin dekat, pastinya keren banget.
View point kedua
Nah setelah itu, di sepanjang jalur tangga-tangga batu yang berpagar, nggak ada view point khusus, tapi rasanya tiap sudut cakep saja buat motret. Sekadar saran, saat perginya nggak usah banyak motret, banyakin motret saat pulangnya aja. Karena saat pulang matahari sudah semakin tinggi, bayangan bukit di seberangnya tidak lagi mengenai struktur bangunan Tiger’s Nest. Hasil foto jadi lebih bagus.
Foto saat bayangan bukit sudah nggak ada
OPSI MASUK KE TIGER CAVE
Monastery ini dinamai Tiger’s Nest karena pada abad ke-8, Guru Rinpoche (yang mengenalkan Buddhisme di Bhutan) terbang dari Tibet ke sini dengan menunggang harimau betina. Beliau kemudian bermeditasi di sebuah gua di sini selama 3 tahun 3 bulan 3 hari 3 jam untuk bisa menaklukkan iblis-iblis setempat. Nah gua inilah Tiger Cave.
Masuk ke gua ini harus melewati lorong gelap, menuruni tangga kayu sempit. Begitu masuk langsung terasa embusan angin karena ternyata di ujung satu lagi ada celah yang menuju tebing luar. Di arah berlawanan dari celah inilah terdapat rongga gelap tempat Guru Rinpoche bermeditasi.
Baca juga: "Punakha Dzong, 1 Dari 3 Tempat Wajib Kunjung di Bhutan"
RIWAYAT TIGER’S NEST
Tiger’s Nest dibangun pertama kali tahun 1692, untuk mengenang Guru Rinpoche yang pernah bermeditasi di sini. Adalah Gyalse Tenzin Rabgye, pemimpin Bhutan pada masa itu yang memerintahkan pembangunannya.
Meski bentuknya tak berubah, tapi bangunan yang sekarang bukan aslinya. Karena bangunan utamanya pernah hancur akibat terbakar tahun 1951 dan 1998. Diperbaiki April 2000 dengan diawasi langsung oleh Raja Jigme Singye Wangchuck, raja ke-4 Bhutan. Perbaikan baru rampung tahun 2004.
Baca juga: "Bhutan: How They Love Their King!"
INFO TURIS
- Masuk ke monastery risleting jaket harus ditutup, topi atau penutup kepala apa pun harus dilepas kecuali hijab.
- Toilet berbayar ada di dekat pintu masuk monastery. Juga ada di kafetaria dan area parkir.
- Toko suvenir ada di sebelah kafetaria. Dan banyak juga penjual suvenir menggelar dagangan di area khusus di dekat tempat parkir.
Gelaran suvenir di dekat area parkir
- Trekking pole cukup membantu. Tapi kalau nggak bawa, bisa beli tongkat kayu di gerbang masuk dekat parkir.
- Jarak Kota Paro ke Tiger’s Nest 12 km, berkendara sekitar 15-20 menit.
CARA KE BHUTAN
Naik pesawat ke Bangkok dulu, baru sambung ke Paro dengan Bhutan Airlines atau Druk Air. Trip ke Bhutan nggak bisa secara independen, melainkan harus ikut grup tur. Tarifnya USD 250 per malam (sudah termasuk hotel, makan, transportasi dan semua tiket masuk selama tur, pemandu lokal).