Waerebo sering menjadi ikon pariwisata NTT bahkan Indonesia
Pemandangan 7 rumah kerucut dalam formasi setengah lingkaran dengan latar gunung-gemunung di belakangnya sering kali muncul di iklan pariwisata Nusa Tenggara Timur (NTT) bahkan juga pariwisata Indonesia. Begitu tersohor, tak hanya di mata wisatawan domestik, tapi juga wisatawan mancanegara. Waerebo, nama desa tradisional atau kampung adat yang memiliki pemandangan epik itu. Berada di ketinggian 1.221 mdpl di Desa Satar Lenda Kecamatan Satar Mese Barat Kabupaten Manggarai Pulau Flores, NTT.
7 RUMAH, 8 KEPALA KELUARGA, 5 LANTAI
Desa tradisional Waerebo terdiri dari 7 bangunan rumah kerucut yang kesemuanya mengelilingi compang (altar batu berbentuk melingkar) di tengahnya. Dinding dan atapnya terbuat dari daun lontar; kayu-kayu yang membentuknya disambung tanpa paku, melainkan dengan teknik ikat. Rumah adat ini punya sebutan dalam istilah lokal: Mbaru Niang. Mbaru artinya “rumah”, dan Niang artinya “kerucut yang tinggi dan bulat”. Tinggi rumah utama sekitar 15 m; yang lainnya 11 m.
7 bangunan rumah kerucut dan compang di tengahnya
Lian, generasi ke-20 Waerebo, sore itu saat MyTrip berkunjung di akhir April 2023, menyambut dan menjelaskan tentang rumah nenek moyangnya.
Rumah utama disebut juga Rumah Gendang atau Niang Gendang karena hanya di situlah terdapat alat musik gendang (Lian menunjukkan gendang-gendang yang digantung, yang akan dikeluarkan dan dimainkan saat acara Penti, Tahun Baru-nya Waerebo). Mbaru Niang utama ini ditinggali 8 kepala keluarga. Oleh karenanya, kamar-kamar yang posisinya mepet ke dinding dan pintunya ditutup gorden ada sebanyak 8. Di bagian dapur juga terdapat 8 tungku api.
“Dulu kami ini satu ketururan. Sekarang sudah banyak beranak-pinak, maka dibagilah menjadi 8 garis keturunan. Yang tinggal di sini perwakilan dari 8 garis keturunan,” jelas Lian.
Sementara 6 Mbaru Niang lainnya disebut Niang Gena, merupakan pemekaran dari rumah utama. Di setiap rumah ini masing-masing tinggal 6 kepala keluarga, dan di dalamnya terdapat 6 kamar. 6 kepala keluarga itu perwakilan dari seluruh masyarakat.
Niang Gena, total ada 6
Setiap rumah terdiri dari 5 lantai. Tiap lantai punya fungsi masing-masing.
- Lantai 1 yang disebut lutur adalah tempat tinggal.
- Lantai 2 yang disebut lobo adalah tempat menyimpan suku cadang makanan.
- Lantai 3 yang disebut lentar adalah tempat menyimpan benih untuk ditanam.
- Lantai 4 yang diisebut lempa rea adalah tempat menyimpan suku cadang makanan untuk jangka panjang (persiapan kalau terjadi paceklik).
- Lantai 5 yang disebut hekang kode adalah tempat untuk menyimpan sesajen.
“Sesajen kami buat satu untuk tiap rumah, karena kami percaya Yang Maha Kuasa melindungi rumah-rumah ini,” jelas Lian. Lian juga menunjukkan kepada kami tangga untuk naik ke atas yang tegak lurus.
Baca juga: "Mengenal Kampung Adat Tertua di Flores, Kampung Bena"
KETURUNAN MINANGKABAU
Menurut kepercayaan, nenek moyang orang Waerebo berasal dari Minangkabau, yang bernama Empo Maro. Ia berlayar dari Pulau Sumatera hingga ke Labuan Bajo di Pulau Flores demi menghindari hukuman mati di kampungnya akibat fitnah keji. Awalnya ia singgah di Gowa Sulawesi, lalu berpindah ke daerah-daerah lain. Dalam perantauannya ia menikah dengan gadis setempat. Hingga pada suatu malam ia bermimpi, ada seorang tetua yang mengarahkannya menuju Waerebo. Singkat cerita Maro dan istri pun menetap di Waerebo dan beranak-pinak di sini.
Masih di Kabupaten Manggarai tapi beda kecamatan (Kecamatan Satar Mese Utara) juga terdapat desa tradisional bernama Kampung Todo, yang asal-muasalnya juga dari Minangkabau. Menurut Lian, Kerajaan Todo zaman dahulu kala sering menggelar pertemuan-pertemuan di Waerebo untuk membahas strategi perang melawan kerajaan-kerajaan lain.
Berdasarkan cerita Pak Matheus, pemandu lokal yang menemani MyTrip, generasi pertama Waerebo adalah anak sulung dari Kerajaan Todo, yang memiliki 8 anak. Oleh karenanya rumah utama Waerebo dibagi menjadi 8 kamar.
Baca juga: "Kampung Adat Prai Ijing Pasti Masuk dalam Itinerary Sumba Trip"
YANG KITA LIHAT SEKARANG WAEREBO YANG SUDAH DIREKONSTRUKSI
Dalam perjalanan kembali dari Waerebo, Pak Matheus yang merupakan generasi ke-19 dan menetap di Desa Denge, bercerita, rumah utama (Niang Gendang), satu-satunya yang kondisinya masih baik saat ditemukan kembali, baru kemudian akhirnya direnovasi tahun 2013. Sedangkan 6 rumah lainnya sudah rusak saat ditemukan, sehingga dibangun ulang tahun 2003.
Waerebo, yang kita lihat sekarang sudah melalui proses rekonstruksi
Menurut sumber lain di internet (jadesta.kemenparekraf.go.id), tahun 2008 Yori Antar, seorang arsitek senior, bersama kelompok arsitek Jakarta berkunjung ke Waerebo. Dari situlah akhirnya tercetus rencana merekonstruksi dan merevitalisasi Waerebo khususnya Mbaru Niang yang sudah rusak dimakan usia. Yori Antar bertindak sebagai koordinator, sementara warga lokal melaksanakan pembangunannya dengan mengikuti tata adat Waerebo.
Desa Adat Waerebo dikelola oleh Lembaga Pelestari Budaya Waerebo (LPBW) sejak tahun 2007 dan diresmikan tahun 2012. LPBW ini terdiri dari warga Waerebo sendiri, di antaranya tetua adat dan kelompok tetua adat serta kelompok masak ibu-ibu yang bergantian bekerja (jumlahnya mencapai 40-an orang), dll. Yori Antar dengan Yayasan Rumah Asuh-nya tetap menjadi mitra LPBW untuk bersama-sama menjaga kelestariannya.
Waerebo wajib kita lestarikan
WARISAN BUDAYA DUNIA
Waerebo ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO pada Agustus 2012 dengan menyisihkan 42 negara lainnya.
Waerebo juga pernah dianugerahi penghargaan Top Award of Excellence dari UNESCO dalam UNESCO Asia Pacific Heritage Awards 2012 yang diumumkan di Bangkok 27 Agustus 2012.
Waerebo, Warisan Budaya Dunia UNESCO
Bagaimana ke Waerebo dan apa saja aktivitas wisata yang dapat dilakukan? Baca artikel selanjutnya di sini.