Otaru Canal
Pada trip kali ini saya berhasil membuktikan bahwa perbedaan bahasa bukanlah halangan untuk berinteraksi. Ibarat peribahasa “Banyak jalan menuju Roma", maka bahasa tubuh dan alat bantu komunikasilah yang membuat guide saya yang hanya bisa bahasa Jepang dan saya (yang tentunya jago bahasa Indonesia, cukup bisa bahasa Inggris dan sedikit bisa bahasa Jerman) dapat jalan-jalan bersama keliling Otaru, kota pelabuhan ketiga terbesar di Jepang yang letaknya sekitar 1 jam berkendara dari Sapporo. Gimana caranya? Yuk simak ceritaku ini.
Saya ikut Chuo Bus Tour dari kota Sapporo, yang turnya sudah saya pesan sebulan sebelum berangkat ke Jepang tapi pembayarannya mereka tidak minta dibayar di muka. Jadi sebelum mulai tur harus ke counter mereka yang letaknya membuat saya agak keder... di Esta Building bus terminal. Hmm, sebenarnya gampang cari tempat ini. Di Sapporo Station mengarah ke selatan, ikuti petunjuk ke Esta lalu cari tangga manual ke lantai 2. Kalau pemberhentian busnya termasuk bus turnya ada di lantai 1.
Setelah membayar dan menunggu sebentar. Petugas membawa plang 2 bahasa tapi berbicaranya hanya bahasa Jepang tanpa diterjemahkan sedikit pun ke bahasa Inggris apalagi bahasa Indonesia hehehe. Kemudian dia mengajak kami turun ke lantai 1. Sesampainya di sana saya berharap guide-nya bisa dikit-dikit bahasa Inggris, tapi wadowww dia juga nyerocos terus pakai bahasa Jepang! Memberi tahu agar kami pakai headphone aja pakai bahasa Tarzan. Jadilah kami tebak-tebak nomor berapa yang bahasa Inggris dalam audio guide yang diberikan. Guide tak lama kemudian juga mengedarkan kertas tulisan dalam 3 bahasa, isinya tentang tata tertib selama tur dan juga rutenya.
Indahnya Mt. Tengu di Otaru
Saya lumayan takjub juga melihat guide ini. Bisa lho tetap ngomong dalam bahasa Jepang plus gerakan tangan dalam memberi pengarahan kepada kami. Setiap mau turun di suatu tempat, dia menulis di papan tulis kecil jam kumpul kembali. Lalu bagaimana menerangkan tempat wisatanya? Sepanjang perjalanan dari audio guide 3 bahasalah kami mendapat penjelasan tentang tempat wisata yang kami kunjungi. Nah nomor berapa yang bahasa Inggris? Dia tahu kita bingung, langsung dia ke tempat kita dan diputarkanlah nomornya. Nomor 1 ternyata yang bahasa Inggris di audio guide-nya.
Otaru Wine Shop
Di sinilah tempat bersejarah buat saya karena pertama kali merasakan langsung hujan salju... Sebelumnya di negara lain baru bisa merasakan salju yang sudah jatuh di tanah. Saat kami keluar setelah mencoba wine buatan Kota Otaru yang menurut saya rasanya kurang berat tapi cukup hangat di badan, hujan salju turun rintik-rintik dan tidak lama lagi agak lebat.
Otaru Canal
Selanjutnya kami berhenti di suatu tempat seperti terminal kecil di mana mobil bisa parkir dan ada toko es krim dan kue keju khas Otaru. Di sini guide lucu kami saat mau menerangkan kita harus jalan ke kanal, dia bergaya jalan di tempat sambil nyebut “Canal! Canal!”
Saat tiba di kanal yang pada awal abad ke-20 merupakan pelabuhan kecil yang aktif, hujan salju turun lebat banget. Yes, mimpi benar-benar menjadi kenyataan. Saya pun terpikir buat mencoba menjilat salju yang beberapa kali menerpa muka... Mumpung ada kesempatan ‘kan... Saya pun mulai menjulurkan lidah dan.... waduh.... saljunya rasa garam banget. Hmm... nanti saya mau coba "makan" salju di negara lain aah.... penasaran, apa semua salju asin rasanya.
Menikmati hujan salju
Otaru Canal ini sih kalau dipikir-pikir ya cuma kali doang. Tapi asli cakep kalau dihiasi salju. Btw, Otaru ini gaya kotanya rada ke-Eropa-Eropa-an karena pada tahun 1899 menjadi pelabuhan terbuka untuk perdagangan UK dan USA. Jadi banyak bangunan gaya Eropa dan saat ini kanal dijadikan objek wisata.
Otaru Canal, cuma kali tapi cakep
Setelah "makan" salju, kurang afdol kalau nggak makan es krimnya Otaru yang katanya enak banget. Jadi abis hujan-hujanan salju, saya makan es krim.... Kalo zaman masih kecil pasti diomelin mama hahaha... Tapi OK lho makan es krim di tempat dingin nggak bikin flu, dan es krimnya memang enak. Cuma ada tragedi dikit sama si guide lucu ini. Saya ‘kan belum habis makan es krimnya saat waktu ngumpul, dan dia suruh saya untuk membawa aja es krimnya. Saya mau bilang kalau ini gelas beling dan sepertinya hanya bisa untuk makan di tempat, tapi apa daya karena dia ngotot dan saya juga bingung mau menerangkannya akhirnya saya turuti sajalah. Tapi saat di bus, dia ketok-ketok tuh gelas, terus ngomong apaan dah saya nggak tahu (di akhir tur kami lewat toko ini lagi, bus berhenti dan si guide mengambil gelas saya dan mengembalikannya ke toko es). Hahaha, bener ‘kan gelasnya nggak boleh dibawa buat suvenir...
Selama perjalanan saya kali ini, orang Jepang yang saya temui baik dan ramah semua. Walau ngomong pakai bahasa mereka dan kita nggak tahu artinya tapi entah kenapa saya bisa tebak... Mungkin karena aura mantan penjajah masih sehati sama mantan penduduk negara yang pernah dijajah ya... hahaha...
Tanaka Shuzo-Sake Factory
Setelah makan siang kami diajak ke tempat membuat sake. Pemandunya lucu, kalau ngomong kebanyakan ngomong eee..eee...eeeto... Ditanya apa artinya, dia juga bingung neranginnya dalam bahasa Inggris. Sepertinya sih kata-kata jeda gumaman seperti hmmm.
Saya coba sakenya mereka, ada yang tidak beralkohol katanya bagus buat kulit. Saya beli deh setoples kecil dan rasanya aneh karena tidak halus, seperti havermut.
Sake itu proses pembuatannya memakan waktu 30 hari. Bahannya dari beras dan air. Ada macam-macam beras yang bisa dipakai dengan kadar sari yang dapat diambil pun berbeda-beda. Pertama-tama beras dimasak menjadi nasi lalu ditaruh di nampan besar di ruangan bersuhu 33 derajat C. Lalu diberikan semacam ragi. Kemudian setelah 2-3 hari dicampur air dan dimasukkan ke tabung tertutup di ruangan bersuhu dingin.
Berburu Music Box
Menuju tempat membeli music box
Di sepanjang jalan yang terletak beda satu blok sejajar dengan kanal terdapat banyak toko dan yang paling dicari orang adalah toko music box yang terletak di ujung jalan. Di gedung coklat bergaya Eropa ini dijual aneka music box tanpa baterai berbagai model, seperti bentuk sushi, aneka boneka, sampai frame dengan musik juga ada. Boneka yang ada musiknya juga ada, tapi serem aah, ingat film-film hantu yang bonekanya bisa bunyi, hiiyy...
Mount Tengu
Selanjutnya kami diajak ke tempat bermain ski di Mount Tengu. Kami naik kereta gantung yang agak kuno tapi aman dan di atas dingin banget, tapi bagus buat foto. Area main skinya lumayan curam. Di atas kalau mau makanan kecil dan minuman hangat ada kafe.
Berpose di keindahan alam Mt. Tengu
Inilah acara terakhir day tour ke Otaru. Kami didrop kembali ke terminal bus Esta. So sweet, pengalaman dapat guide yang beda bahasa tapi dia berhasil mengantar saya ke semua tempat wisata sesuai skedul.
Bagi yang mau mengikuti jejak saya, bisa pesan turnya di www.teikan.chuo-bus.co.jp