ISLAND HOPPING DI MOROTAI, DARI POSE PESAWAT TEMPUR SAMPAI BERSANTAI ALA MACARTHUR 2020-05-01 00:00

Pulau Dodola Besar tersambung dengan Dodola Kecil

 

Pulau Dodola adalah salah satu alasan orang datang ke Kabupaten Pulau Morotai di Provinsi Maluku Utara. Sensasi berjalan kaki di atas pasir putih halus di antara dua pulau, Dodola Besar dan Dodola Kecil, itulah yang dicari. Dan tentu kami pun ke sana saat berkesempatan ngetrip ke Morotai Oktober tahun 2019 lalu.

 

Ke Pulau Dodola tentunya satu paket dengan ke pulau-pulau lain di sisi barat Pulau Morotai yang memang menjadi tujuan island hopping. Ada Pulau Kokoya, Zumzum, Mitita, Kolorai, Galo-Galo, Ngele-Ngele, Kapa-Kapa, Pasir Timbul, Pulau Rao dan banyak lagi. Karena hanya setengah harian island hopping-nya (baru berangkat pukul 12 siang), tentu nggak bisa semua pulau kami datangi. Kami hanya mampir ke Pasir Timbul atau Pasir Putih, Pulau Kokoya, Pulau Dodola, snorkeling dekat Pulau Kapa-Kapa, dan terakhir ke Pulau Zumzum.

 

Walaupun hanya bertiga, berempat dengan pemandu, Pak Muhlis Eso, tapi kami tetap naik speedboat standar untuk island hopping di Morotai, yang kapasitasnya 18 penumpang. Boat dengan kekuatan mesin 3 X 40 PK ini hanya dalam waktu 20 menit mengantar kami sampai di Pasir Timbul. Harga sewa boat Rp1 juta.

 

Baca juga: "Fakta-Fakta tentang Museum Swadaya Perang Dunia Kedua di Morotai"

 

PESAWAT TEMPUR DI PASIR TIMBUL

Pasir Timbul, hanya ada kami

 

Pasir Timbulnya terhitung kecil saja, dari ujung ke ujung kelihatan jelas. Kalau Pasir Timbul di Raja Ampat memanjang, kalau ini kurang lebih melingkar. Kurang lebih ini cuma sepertiga lapangan bola deh. Di Raja Ampat Pasir Timbulnya kelelep di waktu tertentu, yang di Morotai ini nggak. Karena gundukan pasirnya memang cukup tinggi. Kami puas pepotoan seru di sini karena nggak ada pengunjung lain. Pak Muhlis ngasih ide untuk berpose macam pesawat tempur. Coba lihat bayangannya deh, mirip pesawat ‘kan?

 

Berpose ala pesawat tempur

 

Puas berpose-pose di Pasir Timbul

 

SESI FOTO DI PASIR PANTAI & DERMAGA PULAU KOKOYA

Dari Pasir Timbul boat kami lanjut ke Pulau Kokoya, hanya 6 menit sudah sampai. Ada dermaga permanen di pulau yang luasnya 8 hektar ini. Kami sempat ngobrol dengan penjaga pulau yang kebetulan sedang duduk santai sambil makan roti bakar dan sagu kering. Sekalian membayar uang kebersihan pulau per orang Rp5.000.

 

Pulau Kokoya, airnya bening

 

Pulau ini nggak berpenghuni, nggak ada apa-apa, hanya ada pondokan penjaga pulau di bawah rindang pepohonan. Ada pohon kelapa, cemara laut dan pohon-pohon pendek khas pulau. Kami hanya mengeksplor bagian pulau sebelah kanan dari dermaga karena di situlah terbentang pasir putih nan luas. Air lautnya gradasi biru-hijau beniiiiiing.... Tapi saya menahan diri untuk nggak nyebur dulu. Hanya gegoleran di pasir pantai saja, foto-foto, di bawah terik matahari yang garang. Cuaca super cerah membuat formasi warna langit super cantik. Kami pun berpose-pose di dermaga, difotoin Pak Muhlis. Demi foto, panas-panasan hayuk ajah!

 

Berfoto di dermaga Pulau Kokoya

 

 

Baca-baca di internet, katanya di perairan Pulau Kokoya ada dugong (sapi laut). Tapi jangan terlalu berharap ketemu ya, karena mamalia laut langka ini termasuk pemalu. Katanya terumbu karangnya juga bagus, tapi saya nggak snorkeling di sini.

 

BERSANTAI ALA JENDERAL MACARTHUR DI DODOLA

Setelah perjalanan laut selama 17 menit dari Kokoya, tibalah kami di Pulau Dodola Besar. Di pantai utama di mana boat kami merapat terlihat floaties-floaties berwarna kuning dan hijau terang, merupakan wahana permainan air. Kami tak tertarik mencoba. Katanya sih ada jetski, kano, banana boat dll. Kami memilih langsung menuju gazebo kosong dan membuka perbekalan berupa aneka jajanan yang kami beli pagi harinya di pasar di Kota Daruba, ibu kota Morotai.

 

Puas bersantai menikmati semilir angin, barulah kami menuju Dodola Kecil melalui ‘jembatan’ pasirnya. Jalur pasir ini hanya tenggelam di bawah jam 10 pagi dan di atas jam 7 malam. Jadi cukup lama kesempatan kita untuk bermain-main di sini.

 

'Jembatan' pasir dari Dodola Besar ke Dodola Kecil

 

Tepat di muka Dodola Kecil terdapat tulisan besar-besar “Island Dodola Daloha” dengan lambang hati berwarna merah. Tentu inilah salah satu spot foto favorit.

 

Spot foto favorit di Dodola Kecil

 

Tapi nggak puas hanya sampai situ, kami terus berjalan hingga ke ujung Dodola Kecil, di mana terdapat hamparan pasir kosong yang asyik buat berfoto-foto apalagi saat sepi. Saat kami datang, di Dodola Kecil sedang dibangun bungalow-bungalow yang menghadap pantai. Mungkin suasana ujung pulau ini akan lebih ramai kalau bungalow sudah jadi. Kalau di Dodola Besar sudah ada bungalow-bungalow, tapi kami nggak sempat melongok untuk melihat suasana di dalamnya.

 

Berjalan menuju ujung Dodola Kecil

 

Main air dan bersantai di ujung Dodola Kecil

 

Bebas pose apa saja di ujung Dodola Kecil

 

Saya sempat mencoba snorkeling di depan Dodola Besar dekat kapal merapat. Salah ternyata, di situ cuma ada padang lamun, haha.

 

Total waktu kami habiskan di Dodola 2 jam 15 menit. Cukup puas, walaupun nggak bisa sampai sore, sampai sunset, yang katanya cantik di sini. Di Dodola kita diwajibkan membayar per orang Rp2.000 saja. O ya, di sini ada kamar bilas, dan ada beberapa pancuran air untuk bilas.  

 

Dulu Jenderal Douglas MacArthur, panglima tentara Sekutu yang bermarkas di Morotai saat masa Perang Dunia II, konon sering menghabiskan akhir pekan bersama para anak buahnya dengan bersantai di Dodola.

 

SNORKELING DI DEKAT PULAU KAPA-KAPA

Dari Dodola kami lanjut, kapal berhenti di perairan dekat Pulau Kapa-Kapa, 20 menit dari Dodola. Hanya saya yang terjun untuk snorkeling, dengan alat yang dibawa sendiri. Terumbu karangnya warna-warni, airnya juga jernih, tapi ikannya sih kurang banyak. Dan karena yang lain menunggu di kapal, jadi saya nggak berlama-lama.

 

Underwater di dekat Pulau Kapa-Kapa

 

PULAU ZUMZUM DAN CERITA PERANG DUNIA II

Perhentian terakhir kami Pulau Zumzum. Kami nggak main air dan hanya foto-foto saja serta melihat-lihat monumen yang ada di sini. Di pulau yang tampak kurang terawat dengan pepohonan liar dan sampah daun berguguran di mana-mana ini kami hanya diminta memberikan donasi kepada penjaganya. Kami beri Rp20.000.

 

Zumzum yang nggak jauh dari Kota Daruba, dengan speedboat ditempuh tak sampai 10 menit, menjadi pusat komando atau basis pertahanan pasukan Sekutu saat Perang Dunia II. Untuk mengenang peran Pulau Zumzum, dibangunlah di sini patung Jenderal Douglas MacArthur, panglima utama Sekutu di Asia Pasifik Barat. Tingginya sekitar 20 m. Dan di panelnya ada tulisan “I Shall Return”, kalimat epik yang diucapkan MacArthur.

 

Patung MacArthur

 

Tak jauh dari patung MacArthur ada monumen lain, berupa bola dunia dan patung dada MacArthur. Selain kedua monumen, pengunjung juga bisa melihat reruntuhan rumah peristirahatan sang jenderal, sumur tua, bekas helipad, tempat pendaratan tank amfibi, gua atau lubang persembunyian. Sayang, kami bertiga hanya melihat-lihat kedua monumen dan berfoto di depan tulisan besar “Zumzum McArthur Island”.

 

Monumen bola dunia

 


 

O ya, menurut Pak Muhlis, dulu ada pipa untuk menyalurkan air bersih dari Pulau Morotai, tepatnya di Air Kaca, ke pulau Zumzum.

 

Baca juga: "Inilah Fakta Menarik Benteng Tahula di Tidore"

 

SEKELUMIT TENTANG MOROTAI

Pulau Morotai berada di timur laut Pulau Halmahera. Sedangkan Pulau Davao di Filipina berada di barat laut Morotai. Sementara di timur laut Morotai adalah laut lepas Samudera Pasifik. Makanya Morotai menjadi lokasi yang diperebutkan sebagai basis pertahanan di wilayah Pasifik Barat saat PD II.

 

Morotai juga sempat menjadi basis pertahanan saat pasukan Indonesia berjuang merebut Irian Barat (sekarang Papua) dari Belanda.

 

Cara ke Morotai silakan baca di sini. Tentang jejak PD II di Morotai silakan baca di sini.

Teks: Mayawati NH (Maya The Dreamer) Foto: Mayawati NH, Muhlis Eso, Zuriah Saibun
Comment