TAHUKAH KALIAN ADA GARAM BAWAH TANAH DI ADAN KRAYAN KALIMANTAN UTARA? 2020-09-29 13:05

Kondisi alam Adan Krayan. Kerbau adalah aset berharga mereka karena tanpa kerbau, beras Adan Krayan yang terkenal itu tidak akan ada…

 

Sumur-sumur milik warga bertebaran di sekitar Long Midang Krayan, sebuah wilayah di perbatasan Kalimantan Utara dengan Sabah, Malaysia. Sumber rezeki warga. Selain hamparan hijau organis persawahannya yang telah menghasilkan beras Adan Krayan yang berkualitas unggul. Tapi ketika saya cicipi airnya… Kok rasanya asin? Ternyata air dari bawah tanah itu mengandung garam. Dan air itulah yang diubah warga menjadi garam.

 

Sumur-sumur yang isinya air asin ada banyak di daerah Long Midang Krayan

 

Sudah menjadi kebiasaan suku Dayak Lundayeh, memasak air di tungku kayu untuk menghasilkan endapan garam. Lalu endapan garam itu mereka jemur di bawah terik matahari. Ada yang memasukkan garam tersebut ke dalam buluh bambu untuk kemudian dibakar kembali.

 

Salah satu dapur di rumah warga. Mereka membuat garam ketika musim panas sedang puncak

 

Endapan garam yang timbul ketika air dari sumur dimasak dan dibiarkan menguap

 

Boleh juga! Jemur garam sudah pakai terpal. Jadi garamnya nggak bau aspal

 

 

Hasil akhirnya adalah serbuk putih agak keabuan. Rasanya sudah pasti asin. Murni. Alami. Tanpa tambahan yodium atau bahan kimia lainnya. Garam Adan Krayan cocok dimasak bersama sayuran. Karena akan membuat warna sayuran tetap cerah walau sudah dimasak sampai matang.

 

Garam kasar Adan Krayan tanpa proses rafinasi dan penambahan yodium

 

Garam siap dikemas dan dipasarkan ke Malaysia.

 

Nah, mengapa ada air asin di dataran tinggi Krayan?

 

Ada sebuah proses geologi yang terbentuk jutaan tahun yang lalu. Saat itu Adan Krayan masih ada di dasar samudera. Karena proses geologi ini, air asin terjebak di dalam terowongan bawah tanah yang sangat panjang. Membentang dari Adan Krayan sampai ke Malaysia. Tak heran jika tradisi serupa dalam membuat garam saya temukan di wilayah Sabah. Tentu saja dibungkus rapi dalam atraksi wisata!

 

Turis bisa melihat proses pembuatan garam dan mendengar cerita dari ‘storyteller’ versi Malaysia

 

Memang ada banyak garam dari laut seperti Amabito no Moshio dari Tobishima Jepang. Dari gunung seperti garam pink Himalaya. Dari danau seperti garam Namtso Tibet. Bahkan dari bawah tanah seperti garam Adan Krayan atau garam Lembah Baliem di Papua.

 

Ada yang dibuat secara tradisional dan musiman. Ada yang sudah dihasilkan dalam skala industri oleh perusahaan multinasional. Ada yang harganya Rp10.000 per kilo, ada yang mencapai Rp150.000 hanya untuk 100 gram.

 

Manakah yang terbaik dari yang paling baik? Manakah yang rasanya paling istimewa? Pertanyaan-pertanyaan itu sering dilontarkan oleh pemburu citarasa. Kaum puritan. Yang menolak disebut sebagai kaum hedonis. Karena mereka hanya ingin mengapresiasi alam dan tradisi. Lewat sebuah kualitas yang dibangun oleh narasi.

 

Garam penyempurna rasa asin di lidah. Tapi makna dan fungsi garam bisa berbeda. Ada yang hanya dipakai untuk perasa dan pengawet makanan. Ada yang dipakai untuk penyembuh luka. Ada juga yang berguna untuk purifikasi batin.

 

Baca juga: “Yuk Jalan-Jalan ke Tanjung Selor, Ibu Kota Kaltara, Tempat Suku Tidung Berada

 

Demikian juga hakekat manusia. Dilahirkan ke dunia dengan cara biologis yang sama. Tapi sering kali kita memaknai kehadiran dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Tapi apakah itu membuat nilai setiap manusia berbeda-beda?

 

Jadi bukan berarti bila di dapurmu hanya ada garam krosok Madura, membuat kemampuan citarasamu lebih rendah dari mereka yang menggunakan Amabito No Moshio di setiap masakan mereka. Dan jika kamu percaya kalau garam yang diproses secara tradisional akan jauh lebih sehat dari garam yang dihasilkan oleh industri makanan, itu sama saja dengan percaya kalau orang Cina lebih pandai matematika daripada orang Afrika!

 

Kali ini, saya tidak akan bertanya, garam apa yang kamu pakai di masakanmu, apalagi menanyakan agamamu. Tapi izinkan saya bertanya, “Pernahkah kamu ditahan bea cukai karena dituduh menyelundupkan narkoba?”

 

Baca juga: “Alur Distribusi Barang Kiriman dari Luar Negeri

 

Pengalaman saya tertahan di bea cukai Bandara Soekarna-Hatta membuka cakrawala. Bagasi saya dibongkar paksa. Ada banyak serbuk putih berhamburan. Yang tersembunyi dalam bungkusan daun bambu kering. Saya katakan itu garam dari Adan Krayan. Bukan narkoba. Petugas makin curiga. Karena belum pernah mereka bertemu dengan orang yang membawa banyak garam di bagasi pesawat. Namun ketika serbuk itu mereka cicipi…

 

“Nah ‘kan, baru percaya!” kata saya.

 

Setengah canda setengah penuh tanda tanya. Saya kemasi kembali bungkusan-bungkusan garam itu sambil mencari jawaban dari sebuah pertanyaan. Kalau garam itu hanya terdiri dari sodium dan klorida, apa hakekat dari rasa asin di tengah deret rumus kimia?

 

Tentang penulis: Lisa Virgiano adalah seorang petualang citarasa. Pembaca bisa menemuinya ketika ia berburu ikan bersama suku Bajo di Wakatobi, membuat pupuk lapis bersama petani biodinamik di Uttar Pradesh India, atau menikmati sensualnya roti foccacia di kota kecil Altamura Italia. Bersama dengan Kaum, ia telah sukses memperkenalkan ragam makanan Indonesia ke warga dunia.

 

 

Teks & Foto: Lisa Virgiano
Comment