Saat pandemi seperti ini banyak orang memilih menjaga kebugaran di area terbuka. Salah satunya dengan bersepeda. Dan ketika diterapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) pertengahan tahun 2020 mulailah banyak bermunculan para pegowes. Di bulan Juni 2020 itu para pegowes menyerbu sepeda lipat. Mulai dari yang sederhana sampai yang bermerek seperti Brompton diborong mereka sampai membuat supplier sepeda kewalahan.
Baca juga: “Beginilah Pengalaman Gowes di KM 0 Sentul Bogor Kala Pandemi”
Para pegowes itu kebanyakan mengayuh pedal di jalan raya. Lama-kelamaan sepeda lipat dianggap tidak mencukupi hasrat berpacu para pegowes. Hanya dalam waktu sekitar tiga bulan, beberapa pegowes mulai beralih ke jenis sepeda road bike.
Perbedaan jenis sepeda juga membuat perbedaan dalam hal kostumnya. Pegowes sepeda lipat cukup berkostum kasual dan lebih santai. Tapi pegowes road bike memakai jersey yang lebih body fit untuk menunjang kecepatan gowesnya. Para pegowes juga melengkapi diri dengan helm, sarung tangan, sepatu dan lainnya yang membuat mereka tampak modis. Dan sayang kalau tidak diabadikan dengan berfoto.
Awalnya semua itu tentu diabadikan melalui jepretan kamera HP yang kini sudah berfitur canggih. Sampai akhirnya ada fotografer profesional yang melihat peluang untuk mengabadikan mereka secara candid. Secanggih apa pun perkembangan kamera HP terbaru, kamera DSLR profesional memberikan hasil yang pasti berbeda dengan tingkat resolusi yang tinggi. Bahkan jenis jepretan dengan teknik panning sangat diminati para pegowes.
Lalu bagaimana para pegowes memperoleh hasil foto fotografer profesional yang tidak dikenalnya itu? Di tiap lokasi yang banyak dilalui pegowes ada koordinator yang membuat akun Instagram; misalnya IG mozialoop, IG karawaciloop, IG asl_alsutloop, IG dalkotloop, dll. Ikuti akun IG tersebut, nanti akan ada info siapa saja fotografer yang beraksi ketika kita gowes. Beberapa area, karena sudah banyaknya fotografer, mereka membuat juga akun IG seperti IG moziagrapher, IG dalkotloopgrapher, dll.
Baca juga: “Virtual Tour, Tour ‘Halu’ Selama Pandemi: Trailer atau Spoiler?”
Para fotografer itu mengunggah hasil jepretan mereka yang dilengkapi watermark di akun IG mereka. Watermark itu akan dihilangkan ketika kita mengapresiasi hasil jepretan mereka dengan jumlah tertentu. Nilainya berkisar dari 50 ribu rupiah sampai 100 ribu rupiah untuk 1 foto. Kalau lebih dari 1 foto, atau bahkan lebih dari 5 foto, nilainya bisa dinegosiasikan. Panning shot sedikit lebih mahal.
Foto-foto pegowes beraneka gaya yang terlihat unik, tajam dan tentu saja sedap dipandang mata kini bertebaran di medsos. Banyak yang kagum, tapi tidak sedikit yang sirik dan menganggap itu lebay. Sepenting apakah kegiatan gowes sampai perlu diabadikan begitu rupa dengan kamera profesional? Abaikan saja, pandemi adalah episode memandang kegiatan dengan kacamata positif dan mengapresiasinya.
Foto mereka yang berpeluh dan mengayuh pedal dibalut kostum sporty diiringi senyum yang ceria adalah bagian optimisme dari kisah panjang pandemi. Biarkan saja mereka yang tertegun lesu manyun di pojokan, mengeluh dan terus mengeluh kalau pandemi tak kunjung usai. Berpeluh dan mengeluh tentu memberikan efek yang jauh berbeda.
Pada saatnya nanti ketika pandemi usai, sesekali kita akan memandang deretan hasil jepretan fotografer profesional itu. Mengenang bahwa kita pernah tetap tangguh berpacu melalui pandemi yang bukan sesaat.