MAU TAHU APA YANG DILAKUKAN PARA PELAKU WISATA DI SAAT SEPI? UNTUNG TANAH KITA TANAH SURGA…. 2020-11-04 11:15

Gunung Rinjani, Lombok

 

Sepi tamu, bahkan sama sekali nol selama pandemi Covid-19, membuat para pelaku wisata mau tak mau harus banting setir agar dapur tetap ngebul. Untung, seperti kata Koes Plus, tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman…. Tanah air kita begitu kaya dan memberi banyak kesempatan kepada orang-orang yang tetap semangat berusaha. Menjadi ojek, berkebun, jualan hasil bumi secara online… itu hanya sebagian yang dilakukan rekan-rekan pemandu atau operator wisata di beberapa daerah yang pernah bekerja sama dengan MyTrip. Ini dia cerita-cerita mereka….

                              

Yafaowoloo Gea (38) dari Go Nias Tour mengatakan banyak pelaku pariwisata beralih ke usaha lain karena ketiadaan tamu. Ia sendiri pun sama. Menjual duren kupas frozen sejak akhir Juni hingga pertengahan September. Kebetulan di Nias sedang musim duren saat itu, dan duren Nias sangat enak dan cocok dengan selera duren lovers di tanah air. Lalu saat tak lagi musim duren di akhir September, Yafa beralih menjual ikan marlin asap, hasil tangkapan para nelayan Nias. Dua komoditas ini penjualannya cukup bagus, pembelinya menyebar sampai Jakarta dan beberapa kota lain sejauh bisa dijangkau jasa pengiriman. MyTrip pun berkerja sama menjadi reseller.

 

Yafaowoloo Gea

 

Di masa pandemi, saat mayoritas orang tak bisa atau meminimalisir keluar rumah, bisnis jualan online merebak, terutama produk makanan. Tentu tak hanya hasil bumi seperti duren, tapi juga makanan olahan. Randy Ramdhany (32), freelance guide yang berbasis di Sukabumi memanfaatkan saat sepi order wisata untuk memproduksi makanan ulen ketan isi, juga menjual online rupa-rupa makanan kemasan seperti baso aci dan cireng crispy bumbu rujak. Sekarang ia juga sedang sibuk dengan proyek baru belajar berkebun kopi.

 

Randy Ramdhany

 

Indra Franzpower (30), freelance guide Misool dan Raja Ampat pun menuturkan cerita yang kurang lebih sama. “Beberapa teman guide pada banting setir jualan online. Tapi kalau yang nggak ada skill ya mau nggak mau cuma diem aja di rumah. Saya sendiri di Sorong terus, saya survive di sini. Kebetulan saya bisa pijat refleksi, jadi saya isi waktu untuk pijat refleksi dan urut panggilan. Kalau pagi saya jualan nasi kuning di depan komplek, sekalian jualan online barang-barang keperluan cewek. Malamnya baru arrange trip kalau ada yang booking,”cerita Indra.

 

Indra Franzpower

 

Seperti sudah disebutkan di awal, untung tanah kita tanah surga… Tanah yang subur, membuat banyak pelaku wisata yang memilih berkebun atau bertani untuk menyambung hidup di masa sepi ini.

 

“Selama kosong, saya berkebun dan mencari sisa-sisa peninggalan Perang Dunia Kedua,” tutur Muhlis Eso (40), pemandu Morotai Maluku Utara yang memang sudah sejak lama konsisten mengumpulkan benda-benda peninggalan PD II yang banyak tersebar di Morotai dan kemudian dipamerkan di Museum Swadaya Perang Dunia II.

 

Muhlis Eso bersama rombongan MyTrip

 

Mama Tita (63), pemilik sekaligus pengelola Villa Monica di Pulau Kei Maluku Tenggara mengatakan ia dan pelaku wisata lain di Kei juga bertahan dengan berkebun, hasilnya dijual.

 

Mama Tita bersama rombongan MyTrip

 

Begitu pula Nuno (38), pemandu/supir freelance Pulau Timor yang tadinya tinggal di Kota Kupang, sementara sepi dia kembali ke kampung halamannya di Kefamenanu (Kabupaten Timor Tengah Utara) untuk mengurus kebun.

 

Nuno

 

Viktor Pance (34), freelance guide Flores based Labuan Bajo bercerita, ia dan rekan-rekan pemandu lainnya selain bertani dan menjadi nelayan, juga ada yang menjadi tukang ojek dan kuli bangunan.

 

Viktor Pance

 

Tak beda jauh dengan para pelaku wisata di Tanjung Puting Kalimantan Tengah. Lisa (32), CV Satria Majid Tour mengatakan, “Saya jual gula, bawang, telur, ya pokoknya sembako. Teman-teman ada yang jual es dan pentol. Cukup untuk bertahan makan.”

 

Subur atau Ubbun Trekking Guide (30), pemandu Rinjani Lombok, juga mengalami masa-masa yang sulit. “Untuk makan saya awalnya sewa lahan kebun dan mencoba menanam sayuran, tapi kurang beruntung, tanamannya bagus tapi harganya malah nggak ada. Ya… sekarang kerja serabutan, kadang-kadang ngojek atau jadi kuli bangunan,” ceritanya.

 

Subur di Puncak Rinjani

 

Jnr Lavigne atau Jeje (30), penggiat pariwisata Sabu Raijua NTT cukup beruntung karena punya pekerjaan tetap di Dinas Komunikasi dan Informatika di daerahnya, tapi yang memprihatinkan menurutnya ya teman-temannya yang benar-benar hidup dari jasa travel aja. “Mereka bener-bener nggak ada kerjaan,” ungkapnya.

 

Jnr Lavigne bersama rombongan MyTrip

 

Patrys Joy (26), pemandu/supir freelance Sumba menceritakan nasib yang sama. “Banyak dari teman-teman travel sekarang mencari usaha lain. Saya sendiri…. saya antre bensin di SPBU, isi di mobil. Lalu saya pindahkan ke jerigen untuk dijual di kampung-kampung.”

 

Patrys Joy

 

Selalu ada jalan, jika ada kemauan dan semangat pantang menyerah. Nggak mudah, itu pasti. Tapi hanya berkeluh-kesah toh nggak bisa melipur lapar. Sikap positif dan usaha tak kenal lelah yang telah mereka tunjukkan patut diacungi jempol. Semoga pariwisata Indonesia cepat pulih kembali.

 

 

Teks: Mayawati NH (Maya The Dreamer) Foto: Dok. Pribadi Guide, Mayawati NH, Ubbun Trekking Guide
Comment