Festival Payung di Solo
Siapa bilang payung cuma buat pelindung dari hujan dan panas terik? Payung juga bisa dipakai buat hiasan sehingga dekorasi ruangan terlihat makin menarik. Tapi apa jadinya kalau payung hujan justru yang dipakai untuk hiasan? Nah, MyTrip kali ini akan mengulas tentang seluk beluk tempat produksi payung hias, atau lebih tepatnya payung lukis di 3 desa yakni Desa Tanjung, Desa Kwarasan dan Desa Kenaiban di Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Adalah Payung Lukis Ngudi Rahayu yang hadir sebagai sentra payung seni khas Juwiring dengan segala keunikannya mulai dari bahan kertas, bentuk desain, corak hingga pemilihan warna.
Payung Lukis Ngudi Rahayu
Ketiga desa tersebut memulai debut kreasinya sejak tahun 1970. Awalnya pembuatan payung kertas ini dimaksudkan seperti payung-payung modern pada umumnya, yaitu sebagai payung hujan. Kertas yang dipakai adalah kertas semen yang terbilang lebih kuat dan tebal dibanding jenis kertas lainnya.
Namun sayangnya produksi payung hujan berbahan ketas semen sempat terhenti karena dinilai kurang bermanfaat. Sekuat-kuatnya kertas semen pada akhirnya akan basah pula oleh air hujan. Oleh sebab itu, mereka sempat menggantinya dengan plastik yang mampu menahan rembesan air hujan.
Meskipun demikian, produksi payung kertas tak terhenti selamanya, melainkan dilanjutkan, tapi dengan mengubah fungsinya. Tahun 1998 adalah tahun pertama payung kertas semen dibangkitkan kembali dan muncul sebagai hiasan pemercantik dekorasi.
Warga di 3 desa tersebut awalnya memproduksi sendiri-sendiri sampai pada tahap penjualan pun mereka kerjakan sendiri. Baru tahun 2012 dibentuklah perkumpulan warga pembuat payung kertas dan dinamakan Ngudi Rahayu.
Lahir sebagai sentra pembuatan payung kertas, Ngudi Rahayu menjadi tempat berkumpulnya warga untuk melakukan tahap finishing seperti pengecatan maupun penempelan kain payung ke rangkanya. Sementara untuk membuat kerangka, biasa dikerjakan di rumah masing-masing.
Nenek pengrajin payung
Kayu yang dipakai untuk bagian rangka atas menggunakan bambu dan rangka bagian bawah menggunakan kayu bunga kenanga atau biasa disebut kayu bungkul. Sementara bagian pegangan tangan menggunakan kayu pohon melinjo.
Baca juga: "Benteng yang Terabaikan di Ambarawa Ini Sebenarnya Instagenic Lho!"
Ada beberapa tahapan dalam pembuatan payung ini, diawali dengan dengan pembuatan rangka lalu membungkusnya dengan kertas semen atau bisa juga dengan kain kemudian disulam supaya ikatannya semakin kuat. Tahapan selanjutnya adalah melukis sesuai corak pesanan sebelum akhirnya masuk ke tahap akhir, yakni pengeringan.
Mayoritas pemesan biasanya memanfaatkan payung kertas tersebut untuk hiasan ruangan, perlengkapan sendratari ataupun upacara adat seperti acara Suronan dan Muludan di Keraton Solo. Eksistensi payung kertas makin terlihat saat payung-payung tersebut muncul di beberapa event besar seperti Festival Payung Indonesia di Taman Balekambang, Solo, Jawa Tengah.
Festival Payung di Solo
Tak hanya itu, beberapa negara pun mulai memperlihatkan ketertarikannya terhadap payung kertas karya Ngudi Rahayu ini. Payung-payung cantik tercatat sudah beberapa kali diekspor ke negara-negara di Eropa seperti Jerman dan Belgia.
Harga tiap payung ini bervariasi, tergantung ukuran, jenis bahan dan motif lukisannya. Harga paling rendah mulai Rp30.000 dan yang paling tinggi bisa mencapai Rp3.000.000 per payung. Wow! Untuk menuju sentra pembuat payung kertas Ngudi Rahayu, membutuhkan waktu sekitar 1 jam atau berjarak kurang lebih 25 km dari Bandara Adi Solo yang terletak di Kabupaten Boyolali.
woww... amazingg.. emang indonesia tuh negri yang penuh nilai budaya nya. harga epoxy lantai
2019-10-24