TAHUKAH KAMU ADA ‘SUKU BADUY’ DI BULUKUMBA SULSEL? 2018-06-02 00:00

 

Terdapat beragam budaya di Indonesia dengan segala keunikan beserta ciri khasnya masing-masing. Sebutlah nama sebuah suku yang tinggal di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan yakni suku Kajang Amma Toa.

 

Suku ini seperti halnya suku Baduy yang ada di Banten, secara geografis dibagi menjadi dua yakni Kajang Dalam (Tau Kajang) dan Kajang Luar (Tau Lembang). Yang membedakan antara dua golongan tersebut adalah, suku Kajang Dalam masih sangat memegang dan mempertahankan tradisi leluhur seperti tidak boleh membangun rumah dengan menggunakan batu bata, tidak mempergunakan listrik untuk kebutuhan penerangan dan tidak pernah beralas kaki. Sementara Kajang Luar sudah relatif modern, sudah menerima peradaban teknologi seperti halnya listrik ataupun beralas kaki.

 

Suku Kajang Dalam memiliki ciri khas yang sangat kental, mereka sangat menghormati warna hitam. Maksud dari pakaian yang serba hitam tersebut ialah sebagai gambaran keyakinan bahwa manusia pada hakikatnya terlahir dari ruangan yang gelap lalu suatu ketika akan kembali lagi ke ruang gelap, dan warna hitam merupakan simbol kegelapan tersebut. Selain itu warna hitam dipandang memiliki arti kebersamaan, kesamarataan ataupun persaudaraan.

 

Pakaian adat berwarna hitam itu rata-rata mereka membuatnya sendiri, sementara warna hitam diambil dari tumbuh-tumbuhan di sekitarnya. Mereka membuat dengan cara menenun, kemudian pada tahap pewarnaan kain digunakanlah pewarna alami yang mereka racik dari daun tarung, mencampurkannya dengan kapur panas dan air abu dapur.

 

Bagi Trippers yang ingin berkunjung ke Desa Suku Kajang Amma Toa, tempat ini bisa ditempuh kurang lebih 200 km atau sekitar 5 jam perjalanan dari Kota Makassar ke arah tenggara. Jauh memang. Sebelum mencapai lokasi Kajang Dalam, Trippers akan disuguhi pemandangan menarik berupa rumah-rumah panggung suku Kajang berpadu dengan pepohonan yang begitu rindang.

 

 

Setibanya di perhentian terakhir Trippers diwajibkan memarkir kendaraan dan harus berjalan tanpa alas kaki kurang lebih 1 km. Trippers yang tidak biasa berjalan tanpa alas kaki mungkin akan merasakan sedikit nyeri pada telapak kaki karena jalan yang dilalui bukanlah jalan beraspal, melainkan jalan bebatuan. Beginilah tantangan untuk mencapai desa ini.

 

O ya, rute jalan kaki ke Kajang Dalam sangat jelas, bisa dengan mudah jalan sendiri. Tapi kalau kebetulan bertemu atau berpapasan dengan warga suku Kajang, bisa juga minta mereka untuk menemani atau mengantarkan.

 

Selama berjalan kaki Trippers akan melewati sebuah sungai yang merupakan tempat untuk mandi ataupun mencuci pakaian warga suku Kajang. Sesekali akan nampak dari mereka membawa pakaian cuciannya dengan cara menyunggi di atas kepalaa. Suasananya masih benar-benar alami, tenang serta banyak sekali pepohonan yang berbaris di tepi jalan sehingga terasa sejuk.

 

Begitu tiba di kawasan Kajang Dalam terlihat sebuah desa pada umumnya. Mereka banyak melakukan aktivitas di halaman rumahnya. Rumah suku Kajang Dalam semuanya berbentuk rumah panggung berbahan dasar kayu dan di dalamnya tidak ada satu pun perabotan rumah tangga --tidak ada kursi ataupun kasur.

 

 

Jika Trippers beruntung, kalian akan dipersilakan untuk singgah di rumah warga. Kalian pastinya akan mendapatkan banyak cerita mengenai asal-usul suku Kajang dari pemilik rumah ataupun memiliki pengalaman tinggal di rumah panggung yang sangat sederhana.

 

Baca juga: "Itinerary Makassar-Maros-Toraja 5 Hari"

 

Yang perlu diperhatikan adalah, bersikaplah yang sopan ketika mengunjungi tempat ini baik dari segi tingkah laku ataupun cara kita berpakaian, minta izinlah kepada warga Kajang Dalam jika ingin mengambil foto, karena tidak semua warga Kajang Dalam bersedia difoto, meskipun tetap ada yang memperbolehkannya. Oh iya, jangan lupa kenakanlah pakaian berwarna hitam ya, dengan pakaian berwarna hitam yang kita kenakan, berarti kita dipandang sangat menghormati kebudayaan mereka.

 

Untuk urusan menginap, desa ini nggak menyediakan penginapan. Tapi jangan khawatir, Trippers bisa melanjutkan perjalanan ke Tanjung Bira selama kurang lebih 1-1,5 jam berkendara. Di Tanjung Bira cukup banyak penginapan tersedia.

 

 

 

 

 

 

Teks: Arief Nurdiyansah Foto: Arief Nurdiyansah, Clara Soca Atisomya
Comment