Ishikawa Sake Brewery
Jepang, negeri sakura ini, tengah berbenah diri menyongsong masa depannya yang baru: surga pariwisata! Dan sekali mereka berikhtiar melakukan sesuatu, jangan main-main! Tahun ini untuk pertama kalinya sejak 8 tahun, Tokyo mengalahkan Bali sebagai tujuan utama wisatawan Australia! Lihat saja langkah jeniusnya: membolehkan pemegang e-paspor Indonesia datang dengan visa-waiver. Tinggal masukkan data di website, langsung cusss! Tidak perlu menjadi “pengemis visa” seperti ke negara-negara Barat.
Sesampainya di Tokyo, kami disambut oleh Departemen Imigrasi Jepang yang ramah, dilengkapi mesin pindai paspor yang berwarna pink-toska lucu. Rapi, santai, dan tidak sampai 5 menit kemudian, kami mendapat salam. “Sumimasen, welcome to Japan!” kata petugasnya. Hmmm, yang petugas imigrasinya masih petantang-petenteng, yuk introspeksi!
Mengenai seluk-beluk Ginza dan Shibuya sudah banyak dibahas di Tiktok dan Reels. Untuk artikel ini, saya memberi tips yang tidak biasa: wisata bertema minuman fermentasi di Tokyo! Bicara minuman fermentasi Jepang tentu tidak terlepas dari sake. Salah satunya adalah Ishikawa Sake Brewery (www.tamajiman.co.jp). Bisa kirim email atau kontak melalui website dan memesan di situ, akan dijawab dalam waktu 3-4 hari. Jadilah kami diantar minibus (sewa sendiri minibusnya) sampai ke Ishikawa Sake Brewery. Waktu jam 10 pagi, cuaca 11oC, dengan hawa segar dan langit biru, susah ditebak bahwa kami hanya di pinggiran Kota Metropolitan Tokyo!
Baca juga: “Harajuku dan Ginza, Surga Belanja di Tokyo”
Kami masuk melalui sebuah pintu kayu tua, ke dalam sebuah pelataran kecil. Sepasang pohon tua nampak menjulang tinggi, dirangkul oleh jalinan tali tambang dan lipatan kertas --mirip dengan kain kotak-kotak hitam-putih di Bali. Di tengahnya ada papan kayu dengan huruf kanji Jepang, di sampingnya ada aliran air yang gemericiknya terdengar. Kemudian, di atas sebuah batu besar, nampak bangunan rumah batu kecil untuk ibadah, mengingatkan saya pada tempat sesaji di Bali. Canggih, tapi bangga dengan budaya Asia!
Sepasang pohon tua menjulang tinggi
Dua pohon tua itu dirangkul oleh jalinan tali tambang dan lipatan kertas
Rumah batu kecil untuk ibadah
Kami dipandu oleh seorang guide berbahasa Inggris yang menjelaskan sejarah Ishikawa Brewery. Usaha ini didirikan tahun 1860 dan tahun 1880 mereka mendirikan gudang ruangan produksi yang masih ada sampai sekarang. Tingginya 13 meter, lebarnya 25 meter, dan dalamnya 31 meter dengan sistem tahan api kuno di mana kayunya diberi cat khusus tahan api. Bangunan inilah yang menjadi ruang produksi, dari menanak nasi, melakukan fermentasi, menyaring, sampai pembotolan. Produksi hanya bisa dilakukan di musim dingin, di mana suhu dalam ruangan ideal untuk proses fermentasi. Semua tangki tidak dilengkapi chiller, yang artinya pendinginannya dilakukan secara alami.
Silakan masuk ke ruang produksi
Seorang guide berbahasa Inggris menjelaskan sejarah Ishikawa Brewery
Dan uniknya, ada bola besar dari daun pohon cemara tergantung di atas pintu masuk pabrik --ini namanya Sugidama. Sugidama diambil dari kuil Ohmiwa-jinja di Nara, kuil Dewa Pelindung Sake Jepang. Setiap tengah tahun bola ini dikirim dari Nara berwarna hijau, menjadi penanda bahwa produksi sake fresh dimulai. Dengan berjalannya waktu, warnanya menjadi kecoklatan, sampai kering dan diganti yang baru. Menarik!
Sugidama, bola besar dari daun pohon cemara tergantung di atas pintu masuk pabrik
Ketika masuk ke ruangan produksi kami langsung disambut papan tulis dan meja panjang dengan gelas kosong. Asyik, icip-icip! Tapi, tunggu dulu. Sebelum icip-icip, kami duduk mendengarkan pemandu menjelaskan proses pembuatan sake, sambil mencium aroma sake segar yang meruap dari tangki-tangki di sekitar kami. Duh, air liur langsung menetes! Ternyata, sake itu ada macam-macam, di mana kualitasnya ditentukan oleh seberapa banyak beras disosoh/digiling. Semakin banyak disosoh, maka rasa inti beras akan semakin terasa --ini yang dicari para connoisseur sake! Belum lagi ada berbagai macam jenis beras, dan dua proses fermentasi yakni koji dan moromi. Belum lagi pemerasannya! Ada yang natural, ada yang pakai mesin. Nah, dengan penjelasan seperti ini, simbol-simbol huruf Jepang di label sake jadi centang-perenang: kualitasnya, nilainya, dan keunggulannya. Ini nih yang perlu dibuat di Pusat Produksi Arak Karangasem Bali! Tentu saja, setelah menyaksikan prosesnya, peserta langsung antre beli untuk oleh-oleh. Apalagi setelah mencicipi sendiri rasanya: yang dipasteurisasi, yang natural, yang disosoh 50%. Semua beda-beda rasanya!
Pemandu menjelaskan proses pembuatan sake
Tangki-tangki penyimpanan
Berbagai macam jenis beras
Icip-icip sake
Setelah itu, makan siang! Tamajiman menyediakan ruang makan dengan menu tradisional Jepang yang terletak di seberang pabrik. Tur pabrik sake berakhir di sebuah gentong perunggu besar bekas produksi bir dan sebuah sumur tua, sebagai simbol lokasi usaha Ishikawa Brewery. Ishikawa juga memproduksi bir, karena bir bisa diproduksi sepanjang tahun tidak seperti sake. Makan siangnya sangat menyenangkan: saya memesan seporsi paket makan siang tempura udang dan sayuran, lengkap dengan salad, miso soup, dan acar. Enak! Bahkan di menu sushi di sini ada uni alias bulu babi khas Jepang.
Paket makan siang tempura udang dan sayuran, lengkap dengan salad, miso soup, dan acar
Dari Ishikawa kami meluncur ke tempat lain di tengah Kota Tokyo. Di tengah gedung-gedung wilayah permukiman Tokyo ada sebuah ruko terbuka dengan tulisan “Tokyo Riverside Distillery”. Antrean panjang nampak mengular di depan jendelanya. Setelah giliran saya, barulah saya bisa melihat apa yang ada di konter. Tokyo Riverside Distillery adalah produsen gin, minuman distilasi beraroma rempah dan juniper berry. Mereka artisan, produksi hanya dalam jumlah kecil tapi dengan rasa dan aroma beragam. Kalau dicicipi satu per satu, dengan alkohol 40%, bisa berabe! Rupanya, inilah “senjata rahasia” Tokyo Riverside. Alih-alih memberikan tasting, mereka membuat botol parfum yang berisi berbagai macam aroma gin yang mereka produksi. Pelanggan tinggal mencium aromanya saja: mau yang aroma bunga, aroma bambu, atau aroma buah-buahan? Menarik! Basisnya dari sake, tetapi aromanya beragam. Saya mencicipi yang namanya “Kyoto Pepper Ethique” yang menang penghargaan di IWSC. Rasanya menarik! Ada aroma khas kecut ala juniper berry, ada aroma khas Jepang, serta aftertaste semriwing seperti andaliman. Unik! Bisa diminum murni, atau dicampur tonik dan menjadi gin-tonic. Sebuah aktivitas menarik dan menunjukkan kreativitas orang Jepang dalam inovasi produk. Sumimasen, come to Japan!
Tokyo Riverside Distillery
Aneka gin dalam botol
Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.