Wisata berbasis experience seperti ini makin banyak diminati
Pariwisata berbasis pengalaman subjektif menjadi paradigma baru dalam pariwisata Indonesia menyusul terjadinya pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung berbulan-bulan. Eudaimonic Tourism, itulah yang diusulkan Prof. Djisman Simandjuntak, Rektor Universitas Prasetiya Mulya, yakni wisata yang berorientasi pada subjective experience yang tidak sekadar menjual keindahan alam, tetapi wisata yang bisa membuat manusia lebih berwawasan, lebih bijak, lebih damai, dan lebih bahagia. Cocok dengan kondisi pandemi di mana untuk sementara kita diminta untuk menghindari wisata yang menciptakan kerumunan, dan mengembangkan wisata yang lebih berjarak dan tersebar.
Melanjutkan paparan tersebut yang disampaikan pada webinar sebelumnya yang diadakan Universitas Prasetiya Mulya dan Touress (online Global Destination Management Company) yang didukung Kemenparekraf, pada tanggal 26 November 2020 diadakan lagi webinar oleh Prasetiya Mulya dan Touress didukung Garuda Indonesia dengan judul “Unlocking New Opportunities in Domestic Tourism”.
Baca juga: “Cerita Pelaku Wisata di Seluruh Indonesia tentang Kondisi Pariwisata Terkini Selama Pandemi di Daerahnya”
Prof. Dr. Agus W. Soehadi, Wakil Rektor Universitas Prasetiya Mulya, mengelaborasi gagasan tentang Eudaimonic Tourism, dan mempresentasikan “Innovative Tourism Experience”. Negeri ini kaya akan tempat, budaya dan kuliner menarik yang disebutnya sebagai attractor tapi tidak bisa serta-merta menjadi tourism product kalau belum diolah. Diperlukan scene-maker (innovators) yang berkolaborasi dengan scene-taker (entrepreneurs) untuk menghasilkan tourism product.
Tourism product yang berbasis experience
Ia menunjukkan contoh-contoh perusahaan start-up yang telah menjadi semacam orkestrator dan menciptakan produk-produk wisata yang tak hanya menawarkan service tapi juga experience, seperti Triponyu, Traventure, Ecolodges Indonesia, Komunitas Hong.
Daya tarik (attractors) yang diinovasi menjadi produk yang menawarkan exprerience pada gilirannya akan mentransformasi para wisatawan menjadi lebih bijak, bahagia, dll.
Baca juga: “Mau Tahu Apa yang Dilakukan Para Pelaku Wisata di Saat Sepi? Untung Tanah Kita Tanah Surga….”
Astuti D.J, S.SI, Apt., M.M, CEO Touress membawakan presentasi “Hidden Treasures in Domestic Tourism”. Meski pandemi berbulan-bulan telah melumpuhkan dunia pariwisata secara global, terutama karena China sebagai pasar yang sangat besar terpaksa berhenti ‘mengirim’ turis, tapi Touress bersama para mitranya terus mencari peluang. Satu tantangan yang tak mudah dialui, bahwa sebelum pandemi, bisnis model para pelaku wisata mayoritas adalah “satu produk untuk satu market tertentu”; lalu setelah pandemi, Kemenparekraf meminta semua untuk mengeksplor wisata domestik. Bisnis model harus bisa di-adjust untuk market domestik. Tapi paling cepat perlu 3 bulan untuk shifting. Misalnya, travel umroh susah sekali menggeser para pelanggannya untuk wisata lain.
Dengan masih ditutupnya border Indonesia bagi turis asing juga mengakibatkan inbound tourism kelabakan. Banyak hotel di Bali yang didesain untuk MICE dunia, misalnya, otomatis lumpuh. Bagaimana coba mempertahankan operasional dengan 400 kamar kosong selama 6 bulan lebih. Vila-vila untuk market premium dari luar negeri juga mengalami kesulitan untuk mencoba mendapatkan market tersebut di dalam negeri. Bahkan ada juga beberapa atraksi atau destinasi yang selama ini lebih dibela-belain wisatawan mancanegara untuk dikunjungi, tapi sebaliknya kurang diminati wisatawan domestik. Jadi alih-alih melakukan shifting, pelaku inbound tourism malah terus menanyakan kapan border dibuka kembali.
“Banyak wisatawan Timur Tengah yang sudah menunggu kapan Indonesia dibuka lagi. Mungkin kita bisa menyeleksi, mulai dari premium travelers dulu, bukan grup, tapi fokus ke FIT (Free Independent Traveler), dan tentunya lakukan protokol ketat,” usul Astuti.
Pulau Padar di TN Komodo, andalan Labuan Bajo
Travel operator yang fokus mengirim tamu ke Eropa, ke China, juga belum terbiasa untuk mengembangkan tur ke Labuan Bajo, Bali. Perlu upaya keras untuk meng-create market baru. Memang harus ada upaya untuk mendatangi market, supaya bisnis tidak mati.
Harta pariwisata Indonesia yang dipaparkan Astuti adalah: wellness tourism, sport tourism, culture & heritage tourism, adventure tourism, education tourism, culinary tourism, marine tourism.
Marine tourism, Indonesia kaya akan alam bawah laut
Pemaparan yang tak kalah menarik dari CEO Garuda Indonesia silakan dibaca di artikel selanjutnya.