Walkthrough Tree
Di Karri Valley, dalam rangkaian road trip kami dengan camper van di Australia Barat, kami sempat melakukan trekking di hutan. Karri Valley Resort dibagi dua: satu sisi parkiran camper van, dan di seberangnya ada cabin alias bungalow kayu biasa seperti di Puncak Bogor. Trekking kami dimulai dari kawasan bungalow ini, yang memiliki pintu dengan petunjuk: Anda meninggalkan area resor dan masuk ke hutan lindung Karri Valley. Sebelum masuk, istri teman saya tiba-tiba bertanya dengan serius, “Yakin anak-anak bisa dibawa trekking?” “Bisa!” jawab saya tegas --karena nggak ada pilihan lain, wkwkwk! Dan, kami pernah trekking di Desa Les Bali.
Bill Bryson dalam bukunya A Note from Down Under menulis bahwa kalau di Australia, meskipun hutan sama-sama terlihat hijau, tapi 90% jenis pohonnya berbeda dengan Eropa. Kalau dibanding Jawa, ya 80% deh! Beberapa seperti bunga bugenvil asal Papua masih kita temui. Tapi, yang lain beda! Pohon karri saja di Indonesia tidak ada. Rumputnya aneh, banyak sekali tanaman yang asing. Ada dua hal utama yang membedakan hutan Australia dengan tropis Indonesia: satu, di sini kering sekali! Tanahnya kering, pepohonan pun cenderung kering. Beberapa tanaman nampak mati kekeringan, tapi di sini bukan sebuah bencana melainkan fenomena alami untuk regenerasi. Pepohonan pun tidak superpadat, tapi jarang-jarang, namun tinggi sekali.
Kedua: serangga dan binatang jarang terlihat dalam perjalanan, walaupun petunjuk di pintu masuk memberi peringatan soal bahaya ular. Bill Bryson juga cerita soal bahaya racun gigitan ular kecil di Australia. “If you see a small snake with scales, run!” katanya. Untungnya, kami tidak ketemu ular. Yang banyak adalah burung! Tiba-tiba seekor burung yang kecil namun ekornya panjang menjulur, terbang di depan kami. Yang nyaris tidak ditemukan adalah serangga: lipan, kalajengking, kumbang, sama sekali tidak ada. Namun saya melihat lubang-lubang dalam tanah yang saya duga sebagai sarang laba-laba besar. Untung, semuanya anteng tidur kalau siang hari!
Sementara itu, si kecil mulai mogok jalan. Padahal tujuan kami belum terlihat: walkthrough tree, pohon karri yang besar dan berlubang tengahnya sampai bisa dilalui seperti sequoia raksasa di Amerika. Apalagi, sekarang jalanan menanjak! Yang besar pun mulai mengeluh, apalagi jalanan yang berdebu dan menanjak membuat langkah agak berat. Omelan anak-anak menggaung dalam hutan yang sepi, dan saya berdoa suara ini tidak menarik binatang-binatang aneh, wkwkwk. Istri teman saya sudah menghilang jauh di depan, mungkin sambil berkata dalam hati, “I told you so!” Hahaha. Tapi, tidak ada jalan lain, anak-anak harus belajar menyelesaikan perjalanan. Untung ada meja dan tempat istirahat sejenak. Setelah itu, lanjut lagi --dan tak lama kemudian, itu dia! Walkthrough Tree! Anak-anak pun tertawa lepas, senang bermain di pohon ini…
Tiba juga kami di Walkthrough Tree
Pohon Karri (Eucalyptus diversicolor) memiliki mekanisme hidup yang menarik. Satu hal yang saya perhatikan di sini: tumbuhannya biasa beradaptasi di suhu tinggi atau sering menghadapi gelombang panas. “Kalau musim panas bisa 40oC,” kata teman saya. Terlihat bahwa kulit pohonnya bisa warna-warni: ada yang putih mengkilap, coklat tua, hitam, belang-belang --ini karena pepohonan punya siklus ganti kulit untuk meregenerasi kulit yang kekeringan. Itu sebabnya semak maupun pepohonan tidak bisa tinggi besar ukurannya: karena dibatasi oleh cuaca. Tapi, pohon karri punya mekanisme unik, bahkan bisa bertahan dari kebakaran hutan! Jadi pohon ini punya mekanisme pertahanan di mana meskipun ada bagian batangnya yang hangus, selama masih ada bagian lain yang tersambung ke akar, ia akan tetap hidup. Kemampuan ini membuatnya bisa tumbuh tinggi, sampai 40-60 meter. Inilah yang disebut walkthrough tree --pohon besar dengan lubang hangus di dasarnya. Menarik!
Pohon Karri (Eucalyptus diversicolor)
Tapi, jagoan sebenarnya baru kami temukan keesokan harinya: ketika kami mengunjungi Treetop Walk di The Valley of Giants atau Lembah Para Raksasa. “Konon Treetop Walk ini yang mengilhami ‘desa pohon’ di film Avatar pertama, serta City by the Bay Singapura,” katanya. Lho, saya malah belum pernah dengar namanya. Kami membayar tiket 21 dolar untuk dewasa dan paket 60 dolar untuk sekeluarga dua anak.
Treetop Walk di The Valley of Giants atau Lembah Para Raksasa
Treetop Walk adalah sebuah instalasi jembatan yang dibangun di atas pohon-pohon karri dengan tinggi rata-rata sekitar 40 meter. Tanpa tangga, tanpa lift! Ciri khas Australia: besi-besi supersolid, pagar tebal, lantai dari jeruji besi sehingga kita bisa melihat ke bawah. Jembatan semakin lama semakin naik, lalu… wow! Tiba-tiba, kami berada di atas pohon! Burung-burung beterbangan di sekitar kami. Dari atas, pemandangan nampak lain: kami bisa melihat jalan setapak di bawah --persis jalur trekking kami sehari sebelumnya. Bagus! Angin makin kencang dan kami semakin lama semakin tinggi. Tanpa terasa, sebuah petunjuk berkata: Anda berada di titik tertinggi: 40 m! Puncak-puncak pohon karri berlambaian di sekitar kami, dan saya bisa merasakan “Ular Pelangi” menggeliat lagi: ketika angin bertiup, ia hanya menggerakkan pucuk pohon, tetapi tidak terasa di bawah. Wahai Ular Pelangi, salam dari pundak raksasa! Gemerisik daun di sekitar kami terus berputar berkeliling. Indah sekali! Dan desain jembatan ini begitu bagus, sederhana tapi sangat menyatu dengan alam. Pantas saja, tempat ini terlihat penuh pengunjung. Recommended!
Treetop Walk
Catatan: meskipun tiketnya cukup mahal, tapi pengunjung boleh muter-muter bebas sampai puas. Artinya cukup worth it!
Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.