BHUTAN OVERLAND FROM WEST TO EAST 2019-04-20 00:00

Suasana Mongar

 

Kalau Sun Go Kong melakukan perjalanan ke barat, Journey to the West, sebaliknya kami melakukan perjalanan ke timur, Journey to the East. Perjalanan ke Bhutan bagian paling timur. Nggak banyak wisatawan yang mau mengambil paket trip hingga ke Eastern Bhutan karena butuh waktu lebih lama yang berarti biaya tripnya juga lebih besar. Maklum, pemerintah Bhutan menerapkan tarif harian bagi para wisatawan yang pelesir ke negaranya, yang nilainya cukup tinggi, USD 250 per malam. Baca di sini panduan untuk eksplor Bhutan ya.

 

Bhutan overland

 

Kalau nggak karena ingin merasakan trekking di Bhutan mungkin saya juga belum sampai pada keputusan mengeksplor Bhutan Timur. Kebetulan ada rute trekking yang menarik yang sampai ke Bhutan Timur, yakni Merak Sakteng Trek. Baca reviewnya, trek ini tergolong easy to moderate. Jadi okelah buat dijajal. Kebetulan juga ada teman-teman yang ‘seiman sepersekutuan’ dalam hal trekking, maka perjalanan overland Bhutan dari barat ke timur termasuk trekking di dalamnya pun terwujud 21 Maret hingga 4 April 2019 lalu.

 

Mendekati Punakha

 

Usai melakukan cultural trip selama 3 hari di Kota Paro dan Kota Punakha, di hari ke-4 mulailah perjalanan overland kami. Etapi hari ke-3 dari Paro ke Punakha juga sebenarnya sudah overland. Perjalanan ditempuh sekitar 4 jam termasuk tea time di Dochula Pass (3.100 mdpl). Jalanan sudah berkelok-kelok tapi mulus, dan merupakan rute yang biasa dilalui wisatawan.

 

Dochula Pass

 

Di hari ke-4 overland lebih berasa karena kami berada di jalan selama 8 jam dari Punakha ke Kota Bumthang. Baru jalan sekitar 1 jam 15 menit kami tiba di sebuah restoran di Distrik Wangdue Phodrang bernama Kuenphen Restaurant & Bar. Ngeteh dan ngopi di kursi-kursi di teras luar resto sambil memandangi Black Mountain di kejauhan adalah sebuah ‘kemewahan’ yang pingiiin banget saya ulangi lagi, sumpah! Ini bisa dilakukan kalau ke sini bukan musim dingin ya.

 

'Kemewahan' di Kuenphen Resto dengan pemandangan Black Mountain

 

Perjalanan hari ke-4 ini juga melewati Pele La Pass (3.423 mdpl), Chendebji Chorten, Trongsa Dzong, Yotong La Pass (3.436 mdpl), Chumey Valley, Kila Pass.

 

Trongsa Dzong

 

Hari ke-5 dari Bumthang kami lanjut ke Kota Mongar, yang sudah masuk Bhutan Timur. Perjalanan ditempuh selama 7 jam termasuk istirahat dan banyak berhenti di tempat-tempat cakep. Di antaranya Sharthang La Pass (3.589 mdpl), Ura Valley, dan berhubung masih banyak salju di tepi jalan, kami tiga kali berhenti untuk memotret pemandangan bersalju, termasuk di Thrumshing La Pass (3.780 mdpl) yang misty banget suasananya. Girang banget kami! Haha! Menjelang sore, hari itu ditutup dengan penampakan Namling Waterfall jauh di bawah kami.

 

Pemandangan salju dari Bumthang ke Mongar

 

Kami kegirangan

 

Thrumshing La Pass

 

Dari Mongar di hari ke-6 perjalanan dilanjutkan ke Trashigang selama 3,5 jam. Masih ada satu pass lagi kami lewati yakni Korela Pass di ketinggian 2.400-an mdpl. Trashigang adalah distrik paling timur di Bhutan.

 

Trashigang nan cantik

 

Rute overland yang kami ambil ini adalah rute utara atau tengah sih tepatnya. Ada lagi rute selatan yang melewati Phuentsholing dan Samdrup Jongkhar. Rute selatan lebih cepat karena lebih banyak jalan lurus tapi harus melewati West Bengal yang masuk wilayah India. Nggak mungkin bagi kami melintasi rute ini tanpa mengurus Visa India dari Indonesia. Lagipula lebih menarik toh melewati jalan yang meliuk-liuk bagai ular, plus turun naik pinggang gunung, dengan pemandangan di sepanjang jalan yang bervariasi, berganti-ganti, dari hutan tropis, sub tropis, hingga alpine terrain, hutan pinus, pegunungan hijau yang sudah kecokelatan, sampai pegunungan berselimut es. Kadang kami melihat kawanan sapi dan yak.

 

Jalanan meliuk-liuk

 

Pemandangan cantik sepanjang perjalanan

 

Kondisi jalananannya juga bervariasi, aspal mulus maupun tanah keras, tanah becek, tanah berpasir, tanah berbatu kapur. Ada lokasi yang rawan longsor dan ada bekas longsoran yang masih belum diperbaiki. Di beberapa spot kami melihat alat-alat berat untuk pembangunan infrastruktur jalan yang menghubungkan tiap distrik, bahkan hingga ke desa-desa. Saya jadi ingat Trans Papua (selengkapnya baca di MyTrip vol 30/2018, untuk pembelian hubungi WhatsApp 0811821006).

 

Jalanan longsor

 

Pembangunan infrastruktur terus berlangsung

 

Satu hal yang membuat takjub, meskipun kami jarang sekali melihat menara telekomunikasi, tapi sinyal telepon bahkan sinyal data nyaris selalu ada. Ya pasti ada sih blank spot, tapi nggak banyak. Bahkan niiih... dari Kota Trashigang ‘kan kami melanjutkan overland dengan trekking, start dari Desa Phongmey ke Desa Donmangchu, Merak, Miksateng, dan finish di Desa Sakteng yang benar-benar berada di paling ujung timur Bhutan, itu sinyal data masih tetap ada lho di beberapa titik. Luar biasaaaa....

 

Sapi melenggang di tengah jalan

 

Baca juga: "Trekker dari Indonesia Jadi Favorit Lho di Bhutan"

 

Teks: Mayawati NH Foto: Joe Hartanto, Kinley Wangdi, Mayawati NH, Sri Suryani
Comment