Ikan Bandeng Saus Thai di Warung SCI
“Orang kalau mengeluh, nggak ada jalan keluar. Tapi kalau kita jalanin dengan senang hati, tanpa mengeluh, pasti dikasih jalan keluarnya.” (Chef Phillip dalam acara Ray Janson Radio Podcast).
Hari Senin jam empat sore, seminggu sebelum liburan Idul Fitri, saya sudah sedang ngopi di dekat lokasi. Maklum, untuk acara buka bersama kali ini, saya sudah berangkat dari jam tiga sore. Sebabnya ada dua: pertama, lokasi tujuannya cukup jauh dari Tangerang: di Kelapa Gading! Kedua, tempat bukbernya bukan kaleng-kaleng.
Warung SCI Prikphun Manow dirintis Chef Phillip 10 tahun lalu. Dulu awalnya cuma tenda, sekarang sudah pindah ke ruko. Waiting list-nya warbiyasak: kadang-kadang sampai 2 bulan baru dapat tempat! Itulah sebabnya saya datang jauh lebih pagi. Tapi… mana restonya? Titik GPS tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Dari mobil, plang tidak terlihat, bahkan tidak ada bangunan yang kelihatan seperti restoran. Lho, mana restonya?
Tanda “Closed” masih terpasang ketika saya masuk ke dalam. Dari depan hanya nampak plang kecil “Warung SCI” dengan gambar kepiting. Ruko simpel saja, pantas tadi tidak terlihat. Kok tutup? Rupanya tiap Senin dan Selasa restoran libur. Selasa libur beneran, dan Senin hanya buka untuk undangan. Saya disambut seorang bapak yang cukup senior, yang langsung mengobrol dengan ramah. Apakah ini chefnya? Bukan, kata teman saya yang mengundang. Itu ayahnya! Dan yang sedang mencatat pesanan di ujung meja, adalah ibu dari chefnya. Wow!
Restorannya sangat sederhana. Kapasitasnya kira-kira 25-30 orang. Dinding hijau, dengan lemari es dan wastafel di ujung. Meja kayu, sederhana, namun bersih. Ciri restoran enak! Saya deg-degan menunggu makanan tiba, dan akhirnya menu pertama diantar: Salmon Yum. Secara teknis ini di Italia namanya salmon carpacchio: irisan salmon mentah yang disantap dengan minyak zaitun. Tapi kali ini, potongan salmonnya tebal-tebal, kira-kira 0,5 cm. Lalu, dibubuhi bumbu khas Thai: dressing cair yang rasanya asam-manis, taburan daun aromatik, dan sejenis garam yang terasa teksturnya. Ikan salmon yang lembut, pecah di mulut, pecah juga bumbu dan kuahnya. Mantap, hidangan pembuka yang sudah luar biasa!
Salmon Yum
Kemudian, hadir dua jenis hidangan ikan. Yang satu ikan bandeng, satu lagi ikan jelawat (Leptobarbus hoevenii). Ikan jelawat adalah ikan sungai yang dagingnya tebal mirip mackarel. Teknik memasaknya mirip: digoreng tepung dulu sampai garing, baru disiram kuah bumbunya. Ketika dicicipi kuahnya, warbiyasak! Aroma herbal meruap sedap. Kunci herbal yang seimbang dan diracik sempurna adalah seperti paduan suara: yang nyanyi banyak, tapi suaranya satu! Sulit dipecah bumbu apa saja yang digunakan. Yang jelas rasanya sedap! Goreng ikannya pun pas benar. Moist di dalam, garing di luar. Tapi selera saya lebih cocok dengan ikan jelawat: karena dagingnya yang tebal menjadi pendamping sempurna untuk bumbunya. Mak nyus!
Ikan Jelawat Saus Thai
Berikutnya, sajian bombastis lagi: chuck flap, daging sapi diiris tipis-tipis lalu digoreng dengan kulit renyah dengan taburan bawang putih goreng dan daun kari goreng. Sekilas mirip ayam tangkap Aceh! Tapi ini sapi. Lalu saya gigit dagingnya: ciamik hotmik! Dagingnya empuk sekali, walaupun luarnya renyah kering. Aroma daun kari dan bawang putih menambah selera menyantap hidangan ini.
Chuck Flap
Kemudian, ada satu mangkuk yang hadir: irisan daging digoreng tepung, dengan gorengan daun kari dan daun pandan. Inilah “special meat” hari ini alias daging buaya. Menarik! Teksturnya lembut, paling mirip dengan ikan patin, tapi tidak amis. Juga mirip daging kodok, tapi lebih kenyal (chewy). Lagi-lagi, padanan bumbunya luar biasa: baluran tepung dan aroma pedas dari cabe kering. Cakep!
Special Meat
Kejutannya belum selesai. Masih ada satu sup yang dibagikan, dengan aroma jintan (cumin) yang kuat, herbal, tapi bukan tom yam. Sekilas mengingatkan saya pada rabeg khas Serang. Ini apa? Dari Thailand sebelah mana? “Ini Louisiana Gumbo, saya bikin karena kebetulan ada yang ngirim bumbu cajun!” kata Chef Phillip sambil lewat. Se-random itu teman-teman! Sup ini saja mampu membuat kami terpesona. Intensitas kuah yang tinggi, dengan lapisan minyak tipis, menambah gurih dan aroma herbal, sangat cocok dengan nasi panas.
Sup Gumbo
Ada juga hotate alias scallop dan Yum Talay alias salad seafood. Tapi, konsentrasi icip-icip saya di dua sajian terakhir ini terpecah oleh hidangan yang hadir sebelumnya.
Hotate alias scallop
“Ini kepiting saus SCI,” kata pelayan yang menyajikan piring saji berisi kepiting merah segar dengan bumbu kuah kental. Saya pikir, apakah ini mirip saos padang? Tetapi ketika saya cicipi… Wow! Ada sensasi rasa yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Kuahnya unik: sedikit pedas, cenderung asam-manis. Tapi, tidak ada jejak bumbu “gahar” ala kepiting gemes di sini. Rasanya sangat lembut, bukan dari santan maupun tumisan bumbu seperti teknik Jawa, tetapi dari racikan aromatik ala Thailand. Teksturnya unik: tebal, lembut, dengan rasa milky seperti susu. Inilah jurus Saos Tiga Rasa alias “Soas Sam Rot” dalam bahasa Thai. “Tiap dapur punya interpretasi sendiri, tiga rasanya itu apa. Dan ini interpretasi saya…” kata Chef Phillip. Rupanya, kunci tekstur milky ini ada di kuning telur asin. Saya menggerogoti ruas demi ruas kepiting, menikmati daging kepiting yang segar, telur yang sekali-sekali muncul, dan tentu saja aroma Sam Rot sedap yang selalu mendampingi dalam setiap gigitan: setia setiap saat seperti Rexona. Top markotop!
Kepiting Saus SCI
“Semua bumbu selalu saya tumbuk, tanpa food processor. Hanya dengan cara itu, minyak esensial dari bahan bisa keluar dengan sempurna,” kata Chef Phillip di meja kami, yang kini nampak santai setelah selesai masak. Beliau bercerita mengenai perjalanannya menelusur Thailand, belajar masakan Thai dari keluarga pemilik warung di sana, dan idealisme beliau yang tinggi mengenai bahan dan bumbu. “Setiap kali saya mau ubah bumbunya, saya minta izin dulu sama yang punya resep…” katanya. Rasa hormat yang bukan main! Tak heran, hidangan hasil gocekan Chef Phillip ini bukan sekadar Thai biasa. Jangan kaget kalau kalian pergi ke restoran Thailand nan megah di pusat kota, memesan Yum Talay, dan hasilnya tidak sama seperti Warung SCI. Mengapa? Karena restoran megah itu melakukan replikasi, sementara Chef Phillip melakukan improvisasi. Kalau replikasi tujuannya “Otentik”, sementara Chef Phillip bisa mencapai “Orgasmik!”
Penulis (kiri) dan Chef Phillip (tengah), serta Ronald Prasanto (kanan)
Lalu, warung “SCI” itu singkatannya apa? Silakan cek di Instagram, daftar, ikuti antreannya, dan tanya sendiri sama Chef Phillip ya!
Warung SCI Prikphun Manow
Instagram @warungsci
No. HP: 087739581204
Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.