Virtual Tour Bhutan, kerja sama Wisata Kreatif Jakarta dan MyTrip
Virtual Tour (VT) di Indonesia mulai muncul dan berkembang sejak Mei 2020, menjawab kebutuhan banyak orang yang untuk sementara waktu tak bisa lagi ngetrip karena pembatasan-pembatasan akibat pandemi Covid-19. Untuk mengetahui cerita kelahiran, perkembangan, dan masa depannya, MyTrip mewawancari Ira Lathief, founder Wisata Kreatif Jakarta.
Wisata Kreatif Jakarta (WKJ), tour operator berbasis komunitas, didirikan tahun 2017, awalnya bernama Jakarta Food Traveler karena memang fokus pada wisata kuliner atau food tour dengan targetnya orang-orang asing. Tapi makin lama malah antusiasme orang lokal lebih banyak, karena ternyata banyak orang Jakarta yang nggak tahu tentang kotanya. Food tour yang diadakan WKJ memang nggak cuma kulineran, melainkan juga jelajah budaya dan sejarah. Misalnya kulineran di kawasan Glodok sekalian mampir ke kelenteng, dsb. Jadi kuliner menjadi pintu masuknya.
Seiring waktu, turnya makin berkembang, ada wisata ke rumah ibadah, juga ke makam-makam. Karenanya, sejak 2018 namanya diubah menjadi Wisata Kreatif Jakarta. Jakarta Food Traveler tetap menjadi bagian dari WKJ.
Tur Gowes Jelajah Kota Tua Batavia yang diadakan WKJ
Nah, VT yang kini sudah banyak sekali diselenggarakan oleh WKJ, tentu berawal sejak pandemi Covid-19 yang mulai merebak di Indonesia Maret 2020. Karena pandemi, hampir 3 bulan WKJ nggak ada aktivitas sama sekali. Jadi pemasukan bukan hanya berkurang, melainkan nol, nyungsep. Lalu mulai muncul fenomena VT, di bulan Mei 2020. Tim WKJ mulai belajar dari nol lagi, belajar membuat VT. Nggak semua tim WKJ mau belajar dari nol lagi karena berbagai kendala, di antaranya kendala usia, dan ada yang memang nggak punya device-nya.
Sejak Mei 2020 mulai bermunculanlah pemain-pemain atau operator VT. Banyak yang menawarkan gratis atau bayar seiklasnya. Sementara WKJ dari awal konsisten menyelenggarakan VT berbayar (Rp35.000 untuk VT Jabodetabek/Nusantara, Rp50.000 untuk VT mancanegara, Rp75.000 untuk VT spesial, Rp100.000 untuk VT live on location). Harga pasaran VT berbayar memang antara Rp15.000 sampai Rp150.000. Seiring waktu, beberapa operator VT berguguran. Memang, bahkan beberapa VT yang jenisnya live on location pun nggak selalu mudah mendapatkan peserta.
Baca juga: “Pagerwangi Dome di Lembang Bandung, Alternatif Piknik & Camping Saat Pandemi”
Nah jadi, apa kuncinya yang membuat WKJ tetap bertahan dan konsisten menggelar VT hingga kini (sudah masuk bulan ke-8)? Jawabannya, terus berinovasi, dan banyak berkolaborasi. Awalnya VT WKJ yang membawakan ya tour guide internal. Tapi belakangan banyak berkolaborasi dengan pihak-pihak lain, seperti dengan kampus, penulis, Youtuber, dan juga tentunya dengan MyTrip. Bahkan orang-orang yang tadinya nggak ada latar belakang guide dirangkul dan didamping dari segi teknis agar bisa menjadi guide VT yang baik. Dan otomatis WKJ juga mendapatkan market baru dari para kolaborator.
Virtual Tour kolaborasi WKJ dan MyTrip yang sudah diadakan Desember 2020, Machu Picchu dan Bhutan
Selain itu, WKJ juga menjangkau banyak sekolah, kampus, perusahaan yang butuh bantuan membuat virtual field trip maupun virtual outing. Dalam kondisi pandemi ‘kan mereka nggak bisa mengadakan field trip dan outing, padahal biasanya rutin. Tentu ini peluang yang bagus, sekaligus juga cara lain membuka market yang potensial.
Untuk ke depannya, VT masih potensial walaupun secara tren pasti ada masanya, pasti akan mencapai titik jenuh kalau hanya melulu VT yang reguler. Tapi terlihat peluang baru, bahwa saat pandemi berakhir (yang tentu kita harapkan ini secepatnya), VT tetap bisa diadakan sebagai salah satu cara promosi, VT akan menjadi teaser tentang destinasi wisata. Ibarat film bioskop, VT adalah trailer-nya.
Jadi barangkali nanti orang-orang yang berencana traveling jauh-jauh dengan biaya cukup mahal, misalnya ke Eropa, sebelum pergi sungguhan, mereka perlu dan ingin tahu dulu tentang tempat yang akan dituju dengan cara ikut VT. Toh bayarnya cuma Rp50.000 per orang. Jadi mereka ada gambaran, datang ke sana nggak blank-blank amat.
Baca juga: “Virtual Tour, Tour ‘Halu’ Selama Pandemi: Trailer Atau Spoiler?”
Pangsa besar juga ada di komunitas religius. WKJ selama ini rutin melayani group booking untuk VT Mekkah dan Holy Land (Yerussalem). Kalau sekarang mereka ikut VT karena kondisinya nggak memungkinkan mereka ke sana, tapi nanti saat kondisi sudah pulih, VT Mekkah dan Yerussalem bisa menjadi teaser bagi orang-orang yang berminat Umroh maupun ke Holy Land.
Di luar itu pihak-pihak penyelenggara VT bisa tetap menggandeng kampus maupun sekolah, menjadikan VT sebagai pendamping guru dalam menjelaskan soal sejarah, sosial budaya, dsb. Pihak periset juga mungkin bisa memanfaatkan VT.
Baca juga: “Bali, Jangan Sedih… Kami Akan Meramaikanmu Lagi…”
“Jadi hikmah dari pandemi, munculnya VT, kita jadi tahu ada area baru, termasuk untuk orang yang kerja seperti saya sebagai tour guide. Kita jadi tahu ada skill baru, yang ke depannya bisa menjadi alternatif. Saya tetap punya optimisme VT ini akan bisa jangka panjang,” pungkas Ira Lathief yang juga adalah pemandu wisata bahasa Inggris berlisensi.
Ira Lathief, founder Wisata Kreatif Jakarta