Bangunan lambang cinta Sang Emir Bukhara untuk istri tercintanya
Saat datang ke tempat ini di hari pertama dan kunjungan pertama kami ke Bukhara, salah satu kota wajib kunjung di Uzbekistan, Summer Palace atau nama aslinya Sitorai Mohi-Hosa Palace sedang mengalami sedikit perbaikan. Ada sekelompok tukang mondar-mandir di halaman dalamnya yang luas, dan di beberapa sudut terlihat tumpukan bahan bangunan dan perkakas. Saya belum merasa terkesan dengan istana yang digadang-gadang indah ini sampai Sanjar Bukhari, pemandu lokal kami bercerita....
Istana ini ternyata dibangun oleh sang Emir Bukhara demi mengenang istri yang amat dicintainya, yang meninggal saat melahirkan. Familiar ya... Mirip kisah di balik pembangunan Taj Mahal di Agra India. Jadi istana ini pertama kali dibangun oleh Emir Bukhara, Nasrullah Khan. Nama sang istri, Sitorabony, diabadikan menjadi nama istananya. Khan menyamakan kecantikan istrinya laksana bulan. Dan Sitora sendiri artinya “bintang”. Jadi istananya diberi nama Sitora-i Mokhi Khosa Saroy (atau sering ditulis Sitorai Mohi-Hosa Palace), yang artinya “Istana sang bintang yang kecantikannya laksana bulan”. Romantis ya....
Aura tempat ini memang romantis
Dan menurut cerita, saat hendak membangun istana ini sang emir meminta kepada para aksakals (menteri) Bukhara untuk merekomendasikan sebuah lokasi yang bagus. Uniknya, mereka menganjurkan menyembelih dan memotong seekor domba menjadi 4 bagian lalu menggantungkan masing-masing bagiannya di 4 penjuru kota. Apa tujuannya? Apa hubungannya dengan pencarian lokasi bagus? Ternyata tempat di mana potongan daging domba itu masih segar (nggak busuk) setelah berhari-hari digantung ditentukan sebagai tempat paling sejuk, paling bagus cuacanya dan cocok sebagai istana musim panas. Dan tempat yang terpilih adalah di utara Bukhara, jaraknya sekitar 4 km dari pusat kota.
Baca juga: "Mau ke Moskow? Baca Dulu Panduannya"
Istana yang kita lihat sekarang sebagian besar bukan aslinya karena telah hancur, hanya tersisa sedikit, dan hanya nama dan lokasi saja yang sama dengan yang dibangun pertama kali oleh Nasrullah. Keturunan Nasrullah Khan, yakni Alim Khan, Emir terakhir Bukhara, yang membangun kembali istana ini pada akhir abad ke-19. Memakan waktu sekitar 20 tahun. Sayangnya, setelah semua rampung tahun 1917, Alim Khan tak lama menikmatinya, karena 3 tahun kemudian Tentara Merah Rusia masuk ke Bukhara. Sang Emir melarikan diri ke Afghanistan dan meninggal di sana tahun 1920.
Summer Palace versi Alim Khan bergaya unik, menggabungkan fitur-fitur Eropa dan Oriental. Gaya Rusia mendominasi bagian fasad dan struktur luar 3 bangunan utamanya, sementara interiornya lebih bernuansa lokal Bukhara. Kepala arsiteknya adalah Usto Shirin Muradov, arsitek terkenal Bukhara. Patung dadanya dipasang di dalam komplek istana ini dan kita bisa melihatnya.
Patung dada sang arsitek, Shirin Muradov, di halaman istana
Bagian utama istana ini yang biasa dimasuki atau dilongok turis adalah White Hall dan ruang-ruang lain di depannya, yang memanjang. White Hall, kita hanya bisa melongoknya. Katanya ini tipikal Bukhara banget dengan dekorasi dinding, ceruk-ceruk, kaca-kaca dan perabot-perabotnya. Sedangkan ruangan-ruangan lain bisa kita masuki dan bebas berfoto. Langit-langitnya penuh ornamen detil berwarna-warni mencolok.
White Hall
Sebagian barang-barang yang dipajang
Langit-langitnya berwarna mencolok
Dipajang di dalam ruang-ruang ini perabotan istana pada masa itu, meja kursi, lemari, foto-foto para emir, perapian, perkakas manual yang dipakai sang arsitek Shirin Muradov, juga koleksi-koleksi keramik di ujung ruangan yang berjendela kaca besar-besar. Bagian luar ruangan ini, kayu bercat biru muda, tepat bagian pojoknya merupakan salah satu angle yang Instagenik. Jangan lupa berfoto di sini.
Koleksi keramik disimpan di ruangan ini
Sudut Instagenik
O ya, ada juga lemari dengan cerminnya yang katanya bisa merefleksikan bayangan kita hingga 40. Saya dan teman-teman mencobanya, tapi nyatanya maksimal cuma dapat dua bayangan diri, hehe. Karena kata pemandu kami, harus berdiri di titik tertentu persis di depan cermin, yang mana itu tak bisa kami lakukan karena ada pembatas. Iyalah, kebayang kalau nggak diberi pembatas dan semua pengunjung mau mencoba, bisa kacau deh.
Kami berfoto di "cermin ajaib"
Di halaman dalam istana terlihat kawanan burung merak yang bebas berkeliaran. Sayang, saat kami datang, mungkin bukan musim kawin, jadi sang jantan nggak mempertontonkan ekor indahnya. Dulunya memang ada kebun binatang mini di sini. Dulu bahkan ada gajah.
Berjalan agak jauh melewati halaman dalam kita akan menemukan gedung dua lantai yang merupakan Kharam. Dulunya di sini tinggal para istri dan para selir emir. Lantai satunya khusus buat para istri, sedangkan lantai dua untuk para selir. Sekarang tempat ini menjadi museum yang memajang aneka suzani, bordiran khas Asia Tengah, juga perabot-perabot tradisional.
Kharam, tempat tinggal para istri dan selir
Di samping Kharam terdapat kolam luas. Jika cahayanya pas, gedung akan tampak utuh bayangannya pada permukaan kolam, cantik sekali difoto. Di samping gedung ini ada toko suvenir yang menjual suzani, adras (tunik dari kain ikat khas Asia Tengah), tea set, dan banyak lagi.
Kalau Trippers sempat melihat, di depan kolam di samping gedung Kharam ada semacam paviliun, ada anak tangganya untuk naik. Nah bayangkan deh, itu katanya sih tempat sang emir berdiri menonton para istri dan selir-selirnya yang sedang bermain-main di kolam. Tertarik pada yang mana, dialah yang dipanggil untuk menemani sang emir malam itu. Mirip cerita Taman Sari di Yogyakarta ya....
Ini paviliun tempat sang emir menonton para istri dan selirnya
Menarik ya mendengar cerita-cerita di balik suatu tempat, baik yang berupa fakta maupun legenda atau sekadar katanya katanya.... Membuat tempat yang memang sudah eksotis menjadi tambah seksi.