Orh Luak” alias tiram dadar telur Singapura
“No No No, Sentosa Island No!” Kata supir taksi dan langsung ngebut meninggalkan kami. Padahal, jam sudah menunjukkan pukul 23.30, kondisi taxi stand sunyi sepi dan anak kami yang kecil sudah menangis karena jauh berjalan kaki. Hayyah, kok begini?
Rupanya, kami yang salah strategi! Pulau Sentosa adalah sebuah pulau yang dijadikan kawasan wisata terpadu di bagian selatan Singapura. Negeri singa ini, kalau membuat sesuatu yang “terpadu”, bukan main-main! Begitu menginjakkan kaki di Sentosa, langsung banyak tanda “island-wide CCTV surveillance” --maksudnya seluruh pulau diawasi CCTV. Koneksi WIFI-nya pun seluruh pulau! Tinggal masuk saja ke website Resorts World Sentosa, pilih hotel, cuss! Online seluruh pulau dari pantai sampai puncak menara cable car! Nah, integrasi ini termasuk transportasi masuk dan keluar pulau. Di sinilah letak masalahnya! Tidak sembarang taksi bisa masuk Sentosa, dan kalau pakai Taxi Aplikasi akan langsung error. Hanya ada satu akses masuknya: monorail dari Vivo City alias Harbour Front. Tapi, jangan kuatir! Harbour Front menyediakan monorail setiap 15 menit dari jam 8 pagi sampai jam 12 malam.
Pemandangan dari cable car Pulau Sentosa
Kesalahan kami adalah berhenti di Stasiun MRT Outram Park lalu mencari taksi ke Sentosa. Padahal, kami tinggal lanjut satu stasiun lagi ke Harbour Front, begitu keluar langsung ada petunjuk koneksi monorail ke Sentosa di lantai 3. Monorail-nya tiketnya beda, bukan dengan EZ Card untuk MRT. Kalau menginap di Pulau Sentosa, kamu akan mendapat barcode yang dipindai sebagai tiketnya. Atau, bisa minta petugas di situ untuk mencek reservasi kamu di sistem.
Baca juga: “Transit, 6, 8, atau 16 Jam di Singapura Bisa ke Mana Aja?”
Kami menginap di Hard Rock Hotel Sentosa, yang posisinya paling ujung. Setelah naik monorail Pulau Sentosa, pada pemberhentian pertama kami turun. Lalu, berjalan melintasi pelataran Resorts World sampai ke area hotel. Hotel di sini ada tiga: Hotel Michael, Crockfords Tower, dan Hard Rock Hotel. Posisi Hard Rock berada paling ujung, melintasi galeria yang megah menyajikan aneka barang berkelas yang serba mengkilap. Inilah gaya maksimal sang Negeri Singa!
Hard Rock Hotel Sentosa cukup unik. Hotel ini memiliki ciri khas berupa memorabilia penyanyi terkenal yang dipajang, serta soundtrack musik rock yang seru. Soundtrack ini bisa dipindai melalui QR Code dan didengarkan di Spotify, jadi bisa menghadirkan “suasana Hard Rock” di rumah. Menarik! Kamarnya cukup besar, dan di depan kamar kita bisa melihat sebuah kolam renang raksasa yang membuat anak saya berjingkrak kegirangan. Kolam renang yang memiliki bagian dewasa dan tempat anak-anak, termasuk area perosotan, dan kolam berpasir lengkap dengan pohon kelapa. Cantik, indah, dan juga steril dan bersih sekali. Selera Singapura!
Kolam renang Hard Rock Hotel
Bermain di kolam renang Hard Rock Hotel
Tentu saja Singapura adalah surganya makan-makan! Kunci kuliner Singapura adalah memilih hawker center yang tepat sesuai selera dan kantong. Ada Newton Hawker Center yang relatif mahal harga makanannya (SGD7-10), ada Old Airport Road yang lebih dompet-friendly (SGD4-6) meskipun lokasinya jauh dari pusat kota. Kalau hanya singgah, carilah hawker center dengan logo “Michelin star” terbanyak. Logo ini biasanya jadi jaminan mutu.
Suasana Newton Hawker Center
Mie bakso ikan di Old Airport Road Hawker Center
Misalnya Hong Lim Hawker Center di Chinatown. Di sini ada Tanglin Crispy Curry Puff yang mendapatkan Michelin Star! Waktu saya ke sana, stok sedang habis. Saya bisa melihat bagaimana curry puff alias pastel isi kari dibuat satu per satu dengan tekun oleh tim Tanglin. Dari meracik, membungkus, sampai menggoreng, semuanya dilakukan dengan sepenuh hati. Tentu saja, rasanya enak dan layak dapat bintang Michelin!
Kios Tanglin Crispy Curry Puff
Foto-foto di Chinatown
Di dekat situ, masih di Chinatown, ada dua lagi gerai Michelin yang bisa dikunjungi. Lokasinya di Maxwell Hawker Center. Di sini ada Tian-tian Hainan Chicken Rice yang terkenal karena dikunjungi Anthony Bourdain. Kemudian, ada juga Rojak Popiah & Cockle yang juga dapat Michelin Star. Apa itu rojak? Sebenarnya rojak Singapura paling mirip dengan rujak cingur ala Surabaya. Bumbunya beraroma petis, dengan taburan kacang, sementara isinya adalah cakue goreng dan sayuran. Rasanya gurih, segar, dengan tekstur yang unik. Menarik!
Rojak di Rojak Popiah & Cockle di Maxwell Hawker Center
Popiah
Kios Rojak Popiah & Cockle
Di Newton Hawker Center ada satu hidangan khas yang saya cari. Namanya “Orh Luak” alias tiram dadar telur. Di Surabaya juga ada hidangan seperti ini, tapi versi Singapura sangat berbeda. Dadarnya tidak hanya telur tapi juga menggunakan tepung sehingga teksturnya renyah dan gurih. Tiramnya --ini yang spesial-- dimasak setengah matang, sehingga masih cair isinya seperti memakan klepon. Kalau kita gigit, pyur! Akan terpancar aroma sedap dari tiram segar, yang berpadu cantik dengan tekstur dadar yang gurih dan renyah. Meskipun bandrolnya cukup tinggi, sungguh layak untuk sebuah hidangan khas seperti ini.
Kedai “Orh Luak” di Newton Hawker Center
Kalau Indonesia punya island hopping, Singapura punya hawker hopping yang tak kalah menarik!
Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.