NGGAK CUMA FATUMNASI DAN FULAN FEHAN YANG MIRIP NEW ZEALAND, TAMKESI JUGA 2019-08-25 00:00

Pemandangan mirip New Zealand dalam perjalanan ke Desa Adat Tamkesi

 

Mencapai desa adat ini butuh keberuntungan. Tahun 2016 ketika berkesempatan melakukan perjalanan Timor overland, kami sudah menjadwalkan kunjungan ke Desa Adat Tamkesi ini. Sayang, di tengah perjalanan di antara perbukitan dan lembah yang memukau mendung pun menggantung, membuat kami memutuskan balik arah. Belum sampai lolos dari jalan tanah berbatu, hujan mengguyur, membuat mobil kami selip. Dan kami pun harus menunggu di dalam mobil berjam-jam sebelum akhirnya hujan reda dan bala bantuan datang.

 

Baca juga: "Pantai Oetune, Gurun Pasir NTT yang Asyik Buat Main Lempar-Lemparan Pasir"

 

Saat itu, meskipun kami gagal sampai tujuan, tapi sepanjang perjalanan mata kami dimanjakan dengan pemandangan padang rumput di antara bukit dan lembah yang serasa tak berujung. Di padang-padang tersebut terlihat kawanan sapi maupun kuda yang sedang merumput. Serasa di New Zealand... Jadi selain Fatumnasi di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Fulan Fehan di Kabupaten Belu, pemandangan laksana New Zealand bisa kita temukan juga saat perjalanan menuju Desa Adat Tamkesi. Dan ada bonus rimbunan pohon kaktus di beberapa tempat, sama seperti di Fulan Fehan juga.

 

Serasa di New Zealand

 

Ada pohon kaktus juga

 

Desa Adat Tamkesi tepatnya berada di Desa Tautpah Kecamatan Biboki Selatan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Pulau Timor, NTT. Jaraknya dari Kota Kefamenanu (ibu kota TTU) 40 km ke arah timur laut, ditempuh berkendara 1,5 jam. Kalau dari Kota Atambua (ibu kota Kabupaten Belu) jaraknya 48 km ke arah barat daya, ditempuh sekitar 2 jam.

 

Baca juga: "Tak Ada Linangan Air Mata di Perbatasan"

 

Dari Kefamenanu melintasi Jalan Lintas Timor yang menghubungkan Kefamenanu dan Atambua, lalu di pertigaan Nunbai belok kiri, dari situ masih 1 jam lagi. Saat akhirnya saya datang lagi ke Desa Adat Tamkesi Juni 2019, kondisi jalannya kurang lebih masih sama dengan 3 tahun lalu, tanah berbatu. Malah ada satu ruas di mana jembatannya putus dan mobil kami harus melintasi sungai dangkal di bawahnya. Harap-harap cemas juga, jangan sampai turun hujan dan saya gagal lagi sampai sana.

 

Jembatan putus, mobil kami harus melintas di bawahnya

 

Kondisi jalannya seperti ini

 

Untung cuaca cerah, keberuntungan berpihak pada kami. Dan dalam kondisi begini, berfoto-foto di sepanjang perjalanan hasilnya sungguh memuaskan. Saking senangnya, kami cukup lama berfoto-foto di tengah jalan. Pakai pose-pose lari segala, hahaha.... Bahkan 4 supir warga lokal yang mengantar kami pun tak mau kalah berfoto-foto juga, saking bagusnya pemandangan di depan mata.

 

Siapa yang tahan untuk nggak berpose-pose di tempat seperti ini?

 

Memotret kawanan sapi

 

TENTANG DESA ADAT TAMKESI

Desa Adat Tamkesi dulunya (ratusan tahun lalu) adalah pusat Kerajaan atau Sonaf Biboki. Dibangun di lahan bebatuan cadas di antara dua gunung batu yang melambangkan wanita dan pria. Kerajaan ini ditata sedemikian rupa sehingga mirip sebuah benteng natural berlapis-lapis yang sulit ditembus musuh. Bagian utama desa ini memang berada di atas bukit.

 

Desa Adat Tamkesi, di atas bukit

 

Dari lokasi parkir mobil, di area di mana terpancang batu bertuliskan “Tatamok Temen Teh Sonaf Tamkesi”, kita harus jalan kaki menanjak melewati jalur berbatu di bawah keteduhan pepohonan selama 5 menit saja. Tapi itu belum sampai ke bagian utamanya, baru di perkampungan di bawahnya. Lalu menanjak lagi sedikit barulah kita tiba di area utama.

 

Jalan kaki menuju Desa Tamkesi

 

Perkampungan di bagian bawah

 

Kita sebagai tamu dipersilakan masuk dan duduk di sebuah lopo terbuka. Sudah menjadi tradisi, tamu memberikan sirih pinang dan rokok kepada salah satu tetua desa.

 

Bapak tetua adat menerima sirih pinang

 

Saat itu kami disambut seorang bapak dan ibu yang merupakan keturunan langsung ketua adat/ kerajaan. Dari beliau kami mendapat sekelumit cerita tentang desa adat ini. Dan atas izin beliau juga kami boleh masuk ke bagian desa yang lebih inti, tapi nggak boleh memotret. Di luar bagian ini, bebas memotret. Memotret bangunan-bangunannya, anak-anak lokalnya, termasuk berfoto bersama.

 

Anak lokal, mau difoto

 

Rombongan MyTrip berfoto bersama warga lokal Tamkesi

 

Ada kabar menyedihkan baru-baru ini, tepatnya tanggal 15 Agustus 2019 lalu, 5 rumah adat dan lopo pertemuan di Desa Adat Tamkesi ini terbakar, entah apa penyebabnya. Dan belum jelas sejauh mana kerusakannya. Semoga saja nggak parah dan masih bisa diperbaiki lagi ya. Semoga.  

Teks & Foto: Mayawati NH
Comment