TREKKER DARI INDONESIA JADI FAVORIT LHO DI BHUTAN 2019-04-10 00:00

Kami berfoto bersama dengan para kru di Nyakchungla Pass, 4.160 mdpl

 

“Saya senang sekali dapat tamu seperti kalian, bisa ngobrol bareng lepas seperti dengan teman, nggak seperti tamu dengan pemandunya yang serba ada batasan...” ungkap Phub Dorji di tengah deru mobil Mahindra yang kami tumpangi yang sedang melintasi jalan berkelok-kelok di antara tebing tinggi dan ngarai dalam dari Desa Sakteng ke Desa Rangjung di Bhutan Timur.

 

Baru pada hari kelima itulah Dorji mengungkapkan isi hatinya pada kami. Mungkin karena di malam sebelumnya yang adalah malam perpisahan, suasana antara kami dengan para kru Merak-Sakteng Trek ini menjadi sangat cair dalam semburan kehangatan api unggun. Kami saling menyanyikan lagu rakyat dan lagu nasional bergantian, Bhutan dan Indonesia. Saat mereka menari, kami pun melebur bersama. Meloncat-loncat, mengentakkan kaki, menepuk-nepukkan tangan ke sebelah, berputar-putar, sampai semua ngos-ngosan. Maklum, Desa Sakteng tingginya 2.940 m. Oksigen terasa cukup tipis. Tapi tak menyurutkan semangat kami untuk merayakan malam itu.

 

Suasana begitu cair antara kami dan kru trekking

 

Masih dalam deru mesin mobil Mahindra buatan India, Dorji yang tugas utamanya sebagai juru masak bercerita. Pernah ia mendapat tamu bule, yang sama sekali tak memberikan kesempatan ia dan kru lainnya makan siang. Sebagai kru pemandu trekking, Dorji dan timnya tak akan menyentuh makanan yang disajikannya sebelum semua tamu selesai makan. Begitu mereka yakin tamunya sudah nggak ada yang nambah makan lagi, barulah mereka mulai makan, dengan sisa makanan yang ada. Kalau kami, kami selalu menunggu hingga mereka menyelesaikan makan siangnya, baru kemudian mengajak mereka melanjutkan jalan lagi.

 

 

Nah, nggak begitu halnya dengan tamu bule tersebut. Begitu selesai makan, mereka langsung mengajak lanjut jalan lagi tanpa peduli bahwa semua kru belum sempat makan sama sekali. Dorji dkk pun harus buru-buru membereskan rantang-rantang dan peralatan makan. Boro-boro bisa menyentuh barang satu sendok makanan pun. Ah teganyaaa.... Kebayang, di tengah udara dingin –walaupun di siang hari—dengan tenaga yang sudah terkuras sehabis jalan kaki berkilo-kilo menanjak dan menurun dari pagi hingga siang, tanpa makan siang, mereka harus lanjut jalan lagi hingga sore, dengan membawa beban di punggung.  

 

 

Kami trenyuh mendengar ceritanya. Kok bisa-bisanya ya ada orang yang memperlakukan orang lain dengan buruk seperti itu. Tak tebersitkah sedikit pemikiran, bahwa sekuat-kuatnya para kru trekking, mereka juga sama, manusia yang butuh makan. Kejadian seperti itu sungguh aneh bagi kita, orang Indonesia, yang dididik dari kecil untuk berlaku sopan dan ramah kepada siapa pun, bahkan kepada orang-orang yang lebih inferior dari kita seperti pembantu, supir, pelayan, dsb. Kita tak akan mungkin berlaku arogan dan nggak peduli seperti itu. Sudah otomatis kita pasti memperlakukan mereka dengan baik. Apalagi mereka sangat helpful, selalu mendampingi dan sigap membantu di jalur-jalur sulit. Tanpa mereka, kami tak mungkin bisa melewati semuanya.

 

Kami berenam di Nyakchungla Pass, titik tertinggi dalam Merak-Sakteng Trek

 

“Saya beruntung sekali bertemu kalian. Baru kali ini. Baru kali ini saya melayani trekker dari Indonesia. Kalian sungguh baik, mudah diurus, membuat saya bisa bekerja dengan happy tanpa beban...” Dorji makin lepas. Candaan-candaan layaknya antar teman pun mengalir, kami tertawa-tawa bersama. Nggak ada yang jaim, apalagi stres.

 

Kami langsung teringat hari pertama bertemu Dorji di Trashigang, kota terakhir sebelum trekking dimulai. Tampangnya sangat serius, hanya ada senyum tipis, asing dan berjarak. Rupanya dia sungkan. Biasa berjarak dengan tamu-tamu sebelumnya. Cuma kami, trekker dari Indonesia yang membuatnya nyaman. Yang membuatnya sangat berat saat perpisahan itu harus datang.

 

Pra kru berpose mengikuti gaya kami. Penjor, Dorji, KInley, Sonam

 

Terima kasih Phub Dorji, Sonam, Tsering, plus dua orang lagi, serta pemandu utama dan supir yang mendampingi sebelumnya sampai trip berakhir, Kinley Wangdi dan Penjor. You are all the best! Bikin saya batal pensiun trekking, hahaha....

 

Ingin jalan-jalan ke Bhutan? Hubungi WhatsApp 0811821006.

Teks: Mayawati NH Foto: Kinley Wangdi, Penjor, Sonam, Sri Suryani
Comment