INI BUKAN BABAT MAKANAN, TAPI KOTA TUA YANG TERLUPAKAN 2018-12-09 00:00

Rumah penduduk, cantik ya...

 

Berada di bawah pendudukan Belanda selama 3,5 abad, negeri kita memiliki banyak peninggalan bangunan ataupun benteng bersejarah seperti Lawang Sewu di Semarang, Fort Rotterdam di Makassar dan masih banyak lagi. Ironisnya, dari sekian banyak jumlahnya, ada beberapa bangunan yang seharusnya mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah setempat untuk dijadikan cagar budaya, malah dibiarkan mangkrak tak terurus.

 

Baca juga: "Sayang Banget Kalau ke Makassar Nggak Mampir ke Fort Rotterdam"

 

Salah satunya Babat, si kota tua yang terlupakan. Babat merupakan sebuah kecamatan yang masuk Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Bangunan-bangunan bersejarah di Babat seolah kian tergerus oleh perkembangan zaman hingga akhirnya dilupakan. Padahal di sana terdapat beberapa macam bangunan tua seperti Stasiun Kereta Api, Rumah Panggung, Rumah Sakit Sementara, Gudang Sembako, Gedung Garuda, Gedung CTN dan beberapa bangunan yang sekarang sudah menjadi milik pribadi sebagai tempat tinggal.

 

Rumah penduduk di Babat

 

Rumah penduduk di Babat

 

Bangunan-bangunan di atas sebagian memang telah dialihfungsikan, misalnya Rumah Sakit Sementara yang dulunya sebagai rumah sakit darurat saat agresi militer Belanda II saat ini menjadi Kantor Polsek Babat. Lalu ada gudang sembako zaman kolonial yang saat ini dipergunakan sebagai gudang beras. Ciri khas gudang beras yakni pada bagian atas bangunan terdapat lambang seperti bunga matahari. Kedua bangunan tersebut diperkirakan berdiri pada awal tahun 1900-an, sampai saat ini belum ada sumber yang pasti.

 

Gudang Sembako

 

Selanjutnya adalah Rumah Panggung. Setidaknya terdapat 7 Rumah Panggung di mana keberadaannya tak bisa dipisahkan dari Stasiun Babat. Rumah Panggung tersebut ada yang terawat dan ada pula yang dibiarkan terbengkalai. Saat ini salah satu Rumah Panggung dengan kondisi sangat baik dan terawat digunakan sebagai rumah dinas Kepala Stasiun Babat. Kabarnya Rumah Panggung dibangun pada tahun 1918. Bahan bangunan hampir semuanya menggunakan kayu jati, meliputi lantai, dinding, pintu, jendela serta tiang. Rumah ini memiliki ukuran 15x10 m dengan tinggi sekitar 5 m. Renovasi dilakukan sebatas pengecatan saja, sementara konstruksi rumah tetap asli dan tidak boleh diubah.

 

Rumah Panggung

 

Lalu ada Gedung Garuda. Gedung tersebut dulunya adalah sebuah gedung bioskop yang memiliki luas sekitar 500 m2. Namun sayang pada tahun 1986 gedung bioskop tersebut ditutup karena kurangnya peminat, yang lantas sempat terbengkalai hingga terlihat kusam tak terawat. Saat ini gedung yang memiliki lambang burung garuda pada bagian atasnya sudah tidak tampak lagi kemegahannya. Setelah direnovasi, Gedung Garuda dijadikan sebagai arena bulu tangkis dengan beberapa kursi penonton.

 

Gedung Garuda

 

Tak jauh dari Gedung Garuda yakni sekitar 20 m di seberang jalan, terdapat Gedung Corps Tjadangan Nasional atau biasa disingkat CTN. Inilah satu-satunya bangunan ikonik berarsitektur Belanda yang nasibnya tak semujur bangunan tua di Babat lainnya. Dulunya bangunan ini merupakan rumah Kapten Belanda yang dibangun sekitar tahun 1930-an dengan dekorasi serta desain kuno yang tampak dari setiap sisi bangunan. Keadaannya sangat memprihatinkan, di mana bagian dinding dan atap sebagian telah roboh serta ditumbuhi semak belukar yang semakin menutup keistimewaan bangunan dari jangkauan mata. Beberapa bagian yang masih terlihat baik hanyalah pintu kayu, lantai dan patung singa yang berada di sisi kanan dan kiri bagian depan rumah.

 

CTN, ada patung singa di depan rumah

 

Kabar baiknya adalah ada rencana untuk merenovasi Gedung CTN pada tahun 2019 mendatang guna menjadikannya sebagai situs cagar budaya. Hal yang sangat ditunggu-tunggu sebab bangunan tersebut pastinya bisa menjadi daya tarik wisatawan pecinta heritage, yang nantinya bisa mendongkrak sektor pariwisata di kota tempat kelahiran kue wingko ini. Babat bisa diakses melalui Bandara Juanda Sidoarjo Surabaya, berjarak sekitar 95 km atau butuh waktu kurang lebih 2,5 jam berkendara. Sementara jarak antar bangunan tua paling jauh hanya berkisar 1 km saja.

 

Baca juga: "Wingko Babat, Benarkah Berasal dari Semarang?"

Teks: Arief Nurdiyansah Foto: Clara Soca Atisomya
Comment
suripno

Jangan di lupakan sejarah..

2019-08-24